Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gonjang-ganjing Beras Ketan

Oleh

image-gnews
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengecek beras medium di gudang Perum Bulog, Jakarta, 9 Januari 2018. TEMPO/Tony Hartawan
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengecek beras medium di gudang Perum Bulog, Jakarta, 9 Januari 2018. TEMPO/Tony Hartawan
Iklan

PRESIDEN Joko Widodo semestinya tak membiarkan para menterinya "berkelahi" satu sama lain. Pertengkaran antar-kementerian ini tidak hanya menimbulkan tumpang-tindih aturan dan kekacauan implementasinya di lapangan, tapi juga menunjukkan ketidakjelasan arah kebijakan pemerintah. Ini terutama terjadi di bidang pangan.

Awal 2018, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita merilis Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras. Selain bertentangan dengan Undang-Undang Pangan serta Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, aturan baru Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ini menabrak Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras Tertentu.

Baca Juga:

Berdasarkan Peraturan Nomor 1 ini, Enggar memberikan izin kepada PT Sarinah untuk mengimpor 50 ribu ton beras ketan dari Thailand dan Vietnam sampai akhir Juni 2018. Sarinah tak perlu lagi mencari rekomendasi dari Kementerian Pertanian dan menyertakan bukti serap beras ketan lokal. Langkah Sarinah ini jelas melanggar Peraturan Nomor 51 yang hingga kini masih berlaku.
Menteri Perdagangan terus terang mengatakan sengaja memangkas aturan koleganya untuk mempercepat proses impor beras ketan. Ia beralasan sejumlah pengusaha berbahan baku ketan telah berteriak karena harga beras ketan naik hampir dua kali lipat sejak pertengahan Desember 2017 hingga sekarang. Saat ini, harga ketan sudah Rp 21-25 ribu per kilogram, padahal pada Desember tahun lalu masih Rp 12-15 ribu.

Kenaikan harga ketan ini mencurigakan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan Indonesia sudah melakukan swasembada beras ketan sejak 2016. Masalahnya adalah pemerintah tak punya data yang valid soal produksi, pasokan, dan permintaan akan beras ketan. Juga tidak ada data luas lahan ketan dan masa panennya.

Situasi inilah yang mungkin dimanfaatkan para pemain beras ketan. Sarinah sudah mengajukan izin impor beras ketan sejak Agustus tahun lalu. Tapi Menteri Enggar tak bisa memberikan izin karena terganjal Peraturan Nomor 51. Aturan ini mengharuskan ada rekomendasi dari Menteri Pertanian. Sikap Amran sudah jelas: tak boleh lagi impor beras ketan. Untuk menyiasatinya, Enggar lalu merilis Peraturan Nomor 1 pada 9 Januari 2018. Bak di jalan tol, hanya dalam sepekan kemudian izin impor untuk Sarinah keluar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melihat urutan waktu, alasan Enggar jadi terasa aneh karena harga sesungguhnya baru mulai naik pada pertengahan Desember, jauh setelah Sarinah mengajukan izin. Artinya, pada saat izin diajukan, harga masih normal. Lebih janggal lagi, izin itu ternyata bukan murni keinginan Sarinah, melainkan dorongan dari para importir dan pedagang beras ketan. Belakangan, permainan ini makin terang-benderang karena distribusi beras impor ini dipegang para pengusaha tadi, bukan oleh Sarinah sendiri.

Tentu saja Menteri Amran punya andil dalam kekacauan ini. Jika saja Kementerian Pertanian punya data yang sahih tentang beras ketan, gonjang-ganjing ini tak akan terjadi. Para importir atau pemburu rente-harga beras ketan di Vietnam hanya separuh harga normal di Indonesia-tak akan bisa bermain jika statistik beras ketan ada dan terbuka bagi publik. Bisa jadi kenaikan harga itu memang benar-benar akibat kelangkaan. Dalam hal ini, kita patut mempertanyakan kebenaran klaim Amran soal swasembada beras ketan.

Presiden Jokowi mesti turun tangan. Paling tidak, Presiden bisa menugasi Menteri Koordinator Perekonomian menyelesaikan masalah ini. Jika dibiarkan, persoalan beras ketan dan juga beras akan terulang.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


22 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

28 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.