Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memilih Ketua Baru IMF

Oleh

image-gnews
Iklan

TEMPO Interaktif, Dana Moneter Internasional (IMF) segera bakal punya direktur pelaksana yang baru. Selama lebih dari satu dekade, saya telah mengecam tata kelola IMF yang dilambangkan oleh cara ketuanya dipilih. Menurut gentlemen's agreement di antara para pemegang saham utamanya, yaitu negara-negara yang tergabung dalam G-8, direktur pelaksananya harus seorang warga Eropa, dan orang nomor duanya serta Kepala Bank Dunia mesti warga Amerika.

Negara-negara Eropa memilih calon-calon yang akan mereka ajukan biasanya secara tertutup, seperti juga Amerika Serikat, setelah berkonsultasi seadanya dengan negara-negara berkembang. Akibatnya, sering tidak membawa kebaikan, baik bagi IMF sendiri maupun Bank Dunia atau dunia secara keseluruhan.

Yang paling tersohor adalah ditunjuknya Paul Wolfowitz, salah seorang arsitek utama Perang Irak, untuk memimpin Bank Dunia. Penilaian-penilaian yang dibuatnya di Bank Dunia tidak lebih baik daripada penilaian-penilaian yang menyebabkan terlibatnya Amerika Serikat dalam petualangan yang membawa bencana itu. Setelah menempatkan pemberantasan korupsi sebagai agenda utama Bank Dunia, ia meninggalkan posnya walaupun baru separuh waktu menyelesaikan tugasnya setelah dituduh melakukan kebijakan pilih kasih.

Akhirnya, setelah tampaknya muncul suatu tatanan baru sesudah terjadinya Resesi Besar buatan Amerika Serikat itu, maka negara-negara anggota G-20 bersepakat (atau begitulah kiranya) bahwa Ketua IMF berikutnya bakal dipilih secara terbuka dan transparan. Perkiraannya adalah bahwa hasil dari proses yang demikian hampir pasti berujung pada ditunjuknya seorang direktur pelaksana dari suatu negara berkembang yang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat saat ini. Bukankah tanggung jawab utama IMF adalah memerangi krisis, yang memang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang--lebih dari seratus krisis sejak dimulainya kebijakan deregulasi dan liberalisasi keuangan sekitar 30 tahun yang lalu? Banyak pahlawan yang memimpin perang terhadap krisis-krisis itu ada di negara-negara emerging markets tersebut.

Krisis-krisis ini perlu dikelola dengan hati-hati. Pada 1997, salah kelola krisis yang terjadi di Asia Timur oleh IMF dan US Treasury telah mengubah downturn ekonomi yang terjadi saat itu menjadi resesi dan resesi menjadi depresi. Dunia tidak boleh lagi mengulang kinerja seperti itu. Sekarang krisis serupa mulai tampak di Eropa, saat Bank Sentral Eropa (EBC) tampaknya menempatkan neracanya sendiri dan neraca bank-bank di Eropa--yang sarat dengan utang Irlandia, Yunani, dan Portugal--di atas kepentingan dan kesejahteraan rakyat di negara-negara tersebut. Utang-utang ini hampir pasti perlu direstrukturisasi. Tapi, setelah membiarkan bank-bank itu melakukan tindakan-tindakan melampaui kehati-hatian dan melalap toxic derivatives, EBC sekarang memperingatkan negara-negara itu untuk tidak melakukan restrukturisasi atau write-down apa pun.

Tapi sudah terlambat bagi EBC untuk mengatakan restrukturisasi tidak mungkin dilakukan. EBC seharusnya sudah memikirkan semua ini sebelum terjadinya keadaan seperti sekarang. Sebenarnya tidak hanya memikirkan hal itu, tapi ia juga seharusnya sudah melakukan semacam regulasi untuk mencegah bank-bank Eropa tersebut menjadi begitu rentan. Sekarang EBC perlu memikirkan bagaimana menolong semua orang, bukan cuma bankir-bankir yang membeli obligasi-obligasi itu. Pemikiran ini pertama-tama harus menempatkan kepentingan masyarakat, baru kepentingan para pemegang saham bank dan para pemegang obligasi itu. Walaupun para pemegang saham dan pemegang obligasi itu kehilangan segalanya, dengan restrukturisasi yang tepat, kita masih bisa menyelamatkan bank-bank tersebut serta melindungi para pembayar pajak dan kaum pekerja.

Ke mana direktur pelaksana IMF yang baru itu bakal melangkah mengenai persoalan ini--dan mengenai apakah penyelamatan fiskal ini hendak dicapai melalui penghematan, dengan ongkos yang dibebankan kepada masyarakat awam sementara bankir-bankir cuma diberi teguran--sangat menentukan sekali, tapi sulit diprediksi. Meskipun strategi yang diterapkan IMF di Asia Timur, Amerika Latin, dan di kawasan-kawasan lainnya mengalami kegagalan, ia masih punya pengikut, bahkan di negara-negara emerging markets.

Pemilihan kepemimpinan ini ternyata berbeda dengan apa yang banyak diharapkan orang. Beberapa di antara calon yang paling memenuhi kualifikasi (baik di negara maju maupun negara berkembang) belum mendapat dukungan dari pemerintahnya sendiri, seperti yang tampaknya disyaratkan dalam pemilihan politik. Orang-orang yang memenuhi persyaratan lainnya dari negara-negara emerging markets itu segan ikut dalam pemilihan--suatu kerja yang berat dengan jadwal perjalanan yang memerlukan stamina fisik seimbang dengan kearifan dan pengalaman yang mereka miliki.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Walaupun saya ingin melihat seseorang dari negara emerging markets dan negara berkembang memimpin IMF, prioritas pertamanya adalah memilih pemimpin, dengan keterampilan, komitmen, dan pemahaman yang dibutuhkan, dalam suatu proses yang terbuka dan transparan. Seseorang yang menempuh jalan reformasi yang sudah menjadi dasar jalan yang ditempuh IMF.

Kenyataan politik mungkin berarti bakal ada pejabat senior baik dari Cina maupun Amerika di tim puncak manajemen IMF, tapi perkiraan bahwa posisi nomor dua harus diisi oleh orang Amerika mesti ditinggalkan. Apa pun hasil akhirnya, IMF dan Bank Dunia serta masyarakat internasional perlu menegaskan kembali komitmen mereka mendukung proses yang terbuka dan transparan--dan menanyakan bagaimana proses itu bisa diperbaiki lagi. Misalnya, ketimbang calon dari pemerintah yang sering enggan mengajukan calon terbaik dari partai oposisi, maka suatu komite nominasi internasional bisa mengajukan nama-nama yang pantas dicalonkan. Begitu juga perubahan dalam prosedur pemungutan suara (pemungutan suara secara publik oleh negara-negara anggota) bukan melalui wilayah pemilihan atau persyaratan bahwa calon harus mendapatkan dukungan dari mayoritas negara berkembang dan negara emerging markets) bisa membujuk lebih banyak pejabat di negara-negara emerging markets yang mau mengajukan diri.

Apa yang kita saksikan sekarang--kampanye terbuka, bukan seleksi dalam ruang tertutup--tampaknya merupakan langkah menuju arah yang benar. Tapi kita berharap janji-janji kampanye tidak akan mengikat tangan pemimpin yang baru nanti, seperti begitu sering terjadi dalam pemilihan politik. Ideolog-ideologi yang simplistik telah menjerumuskan dunia ke dalam kekacauan yang kita alami sekarang ini, sedangkan resep-resep yang simplistik (walau dalam bentuk tough-love austerity--penghematan yang keras dengan kasih sayang) hanya akan makin menambah persoalan.

Salah seorang calon utama untuk menjadi direktur pelaksana IMF ternyata seorang wanita Prancis, Christine Lagarde, yang sebagai perdana menteri telah membantu memimpin negaranya selamat mengarungi badai Resesi Besar yang lalu. Ia pernah menjadi penganjur reformasi sektor keuangan yang tegas dan meraih respek dari semua mereka yang pernah bekerja dengannya. Politik tidak selalu ramah kepada calon yang baik. Dunia harus berterima kasih bahwa setidaknya ada satu calon yang baik. Di mana ia dilahirkan seharusnya tidak menjadi rintangan prospeknya ke depan.


*) Joseph E. Stiglitz, Guru Besar pada Columbia University, peraih Hadiah Nobel Ekonomi, pengarang buku Freefall: Free Markets and the Sinking of the Global Economy

Hak cipta: Project Syndicate, 2011.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bank Dunia: Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5,1 Persen, Asalkan..

3 Oktober 2017

Pekerja menyelesaikan pembangunan infrastruktur. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Bank Dunia: Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5,1 Persen, Asalkan..

Bank Dunia menyebutkan sejumlah syarat agar?pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,1 persen di akhir tahun.


Bank Dunia Punya Bos Baru

17 April 2012

Dr. Jim Yong Kim. REUTERS/Bruno Domingos
Bank Dunia Punya Bos Baru

Bank Dunia, lembaga keuangan tertinggi dunia yang diakui secara global kini punya bos baru. Sejak 16 April 2012, seorang warga negara Amerika keturunan Korea Selatan, Jim Yong Kim duduk di kursi teratas Bank Dunia


Bank Dunia, Siapa Punya? *)

9 April 2012

Bank Dunia, Siapa Punya? *)

Ada rumor yang mengatakan Amerika kemungkinan besar akan ngotot mempertahankan proses seleksi yang tidak wajar ini, dengan ia yang menentukan siapa yang akan menjabat Presiden Bank Dunia semata-mata karena, dalam tahun pemilihan presiden di Amerika sekarang ini, pesaing-pesaing Obama akan membesar-besarkan hilangnya kendali Amerika atas Bank Dunia sebagai tanda kelemahan.


Siapa Presiden Bank Dunia Mendatang? *)

27 Februari 2012

Siapa Presiden Bank Dunia Mendatang? *)

Di masa mendatang, Bank Dunia harus bergeser dari pinjaman kepada pemerintah ke pembiayaan pengadaan global public goods. Semakin berhasilnya negara-negara berkembang mencapai kemajuan juga merupakan tantangan intelektual terhadap Bank Dunia sebagai bayangkara penelitian dan pemikiran kebijakan di bidang ekonomi pembangunan.