Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bung Karno

Oleh

image-gnews
Iklan
PADA suatu pagi, di tahun 1948, mungkin di bulan Desember, sebuah pesawat capung Belanda terbang merendah. Dari pintunya terlontar ratusan pamflet. Kertas-kertas itu bertaburan di atas kota kami. Anak-anak berlarian memungut. Saya waktu itu berumur 7 tahun. Apa yang tertera dalam pamflet itu, saya lihat, adalah gambar Bung Karno dan Bung Hatta. Bukan sedang berpidato: kedua pemimpin Republik itu berada dalam sebuah jip, dijaga oleh serdadu Belanda dengan baret yang angkuh. Sukarno-Hatta telah ditangkap, demikian kira-kira bunyi pamflet itu. Republik sudah jatuh. Rakyat harap maklum. Tapi kami, baru saja pindah dari suatu tempat pengungsian, tak bisa maklum. Kami tak percaya. Bagaimana mungkin Bung Karno dan Bung Hatta bisa ditangkap, mungkin menyerah? Di keluarga-keluarga yang menolak kerja sama dengan pemerintah pendudukan, yang mengungsi atau menyimpan gerilya di kota, yang jauh dari Yogya, siaran apa pun dari musuh tak akan bisa ditelan. Apalagi tentang Bung Karno tertangkap. Kemudian memang terbukti, pamflet Belanda itu benar. 19 Desember 1948, Yogya diserbu. Ibu kota itu jatuh. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, juga sejumlah tokoh penting lain dalam pemerintahan Indonesia, ditahan, lalu dibuang ke Bangka. Panglima Besar Sudirman lolos, dan bergerilya di Jawa Tengah. Syafrudin Prawiranegara diserahi kepemimpinan suatu pemerintahan darurat di Sumatera. Pidato Bung Karno, yang disusun sebelum ditangkap, memang tak disiarkan lewat RRI yang telah jatuh ke tangan musuh tapi naskahnya beredar dalam bentuk terketik di kalangan "orang Republiken". Meskipun "orang Republiken" menganggap kejadian itu menyedihkan, mereka yakin Bung Karno tak menyerah, seperti mereka juga tak menyerah. Memang tak mudah untuk tak percaya kepada Bung Karno. Ia telah lama jadi suluh, untuk sebuah masa yang baru, yang mengasyikkan, yang bernama "kemerdekaan". Ia menulis dengan bagus, kelihatannya mendalam, dan berapi-api. Ia berpidato dengan menggetarkan. Salah satu pengalaman besar saya ialah ketika, sebagai murid SMP, ikut dalam sebuah rombongan aubade untuk Presiden. Di tahun 1950-an itu Bung Karno singgah dan menginap di kota kami. Di pagi hari, di halaman gedung karesidenan yang antik, ketika Bung Karno belum lama bangun dari tidurnya, ratusan anak berkumpul. Pak Handoyo, guru musik kami yang baik, mengayunkan baton-nya memimpin paduan suara. Bung Karno menyimak, dan kami menyanyi - dengan perasaan yang tergetar dan bulu kuduk berdiri - tentang tanah air, yang kami cintai "sampai ke akhir dunia". Memang tak mudah untuk bersikap datar kepada Bung Karno. Beberapa tahun kemudian, di Jakarta, saya nyaris menggocoh seorang teman gara-gara satu hal: ia, dengan mulut beraksen Belanda, bicara tentang "een Japanse vrouw" yang disebut-sebut sebagai istri baru Presiden. Waktu itu awal tahun 1960-an, dan saya seorang anak udik yang tolol sekali tentang gosip kelas atas di Jakarta. Singkatnya, saya tak percaya Bung Karno punya istri asing. Tentu saja kemudian terbukti saya salah, dan teman saya itu benar. Rasa kecewa memang gampang terbit setelah gerhana terjadi dan harapan tak lagi bermimpi yang berlebihan. Tapi kekecewaan kepada Bung Karno - patahnya kepercayaan kepada sebuah suluh, sebuah simbol - bisa merisaukan sekali. Apa boleh buat: mungkin salah satu tahap untuk jadi dewasa ialah jadi kecewa kepada seorang pemimpin. Di tahun 1963, bersama sejumlah penulis, saya ikut meneken sebuah pernyataan yang disebut "Manifes Kebudayaan", sebuah ikhtiar untuk menghadapi doktrin yang waktu itu kuat bergema di bidang kesenian dan pemikiran: ajaran realisme sosialis PKI. Diam-diam saya berharap Bung Karno tak akan berpihak kepada PKI dalam pergumulan itu. Tapi saya keliru. Adakah Bung Karno berubah? Saya tak tahu lagi. Tapi yang jelas, wajahnya pada potret di tembok masa kecil saya, sosoknya yang memesonakan di pagi hari di depan anak-anak yang bernyanyi, daya getarnya - semua itu tak sekuat dulu lagi. Yang tampak pada saya adalah seorang pemimpin yang kian banyak mengutip ucapan sendiri, sementara dadanya ramai oleh bintang-bintang. Maka, saya hanya ketawa pahit ketika saya lihat sebuah coretan tembok di sebuah foto tahun 1966: cetusan ejekan para mahasiswa buat si Bung Besar, berbunyi, "Stop Impor Bini". Tapi cetusan kesal di suatu suasana konflik, seperti ketika para mahasiswa menentang Bung Karno di tahun 1966 itu, hanyalah satu jejak dalam kenangan kolektif. Saya teringat cerita Almarhum Pak Said dari Taman Siswa. Di tahun 1967 sejumlah pelajar mendatanginya, mendesaknya untuk ikut bicara mengecam sang Pemimpin Besar Revolusi. Pak Said menjawab, "Saya tak bisa, Bung Karnolah yang dulu, ketika saya seusia kalian, membangkitkan hasrat saya untuk tanah air yang merdeka. Itulah Bung Karno saya. Bahwa Bung Karno yang kalian lihat sekarang adalah Bung Karno yang suka kesenangan dan perempuan - itu adalah Bung Karno kalian. Saya juga tak bisa menuntut kalian bersikap seperti saya." Adakah itu berarti, dialog sia-sia? Tentu tidak. Tapi saya kira Pak Said benar. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

17 hari lalu

Sejumlah anggota Pramuka melakukan atraksi tongkat pada upacara pembukaaan Jambore Nasional Gerakan Pramuka di Buperta Cibubur, Jakarta, Minggu, 14 Agustus 2022. Jambore Nasional Gerakan Pramuka yang berlangsung pada 14 hingga 21 Agustus 2022 ini digelar dengan tema Ceria, Berdedikasi dan Berprestasi bertujuan membentuk sikap, perilaku, keterampilan, dan pengalaman kode kehormatan Pramuka Satya dan Darma Pramuka. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

Ekskul Pramuka di sekolah bakal bersifat sukarela seiring dengan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Berikut sejarah panjang Pramuka di Indonesia.


Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

22 hari lalu

Letjen Soeharto (kiri), Soekarno, Sultang Hamengku Buwono IX, dan Adam Malik pada rapat Kabinet Ampera1, 25 Juli 1966. Dok. Rusdi Husein
Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Sukarno berawal dari kemelut politik yang rumit pasca peristiwa G30S


Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

7 Februari 2024

Mohammad Natsir. Dok.TEMPO/Ali Said
Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

Mohammad Natsir merupakan pemikir, politikus, sekaligus pendakwah.


Klaim Prabowo soal Food Estate: Pemikiran Strategis Bung Karno

31 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan) meninjau lahan yang akan dijadikan
Klaim Prabowo soal Food Estate: Pemikiran Strategis Bung Karno

Prabowo Subianto heran mengapa banyak tokoh nasional yang mempertanyakan urgensi food estate.


Suhu Politik Sebelum Peristiwa G30S 1965: Fakta-fakta Angkatan Kelima yang Diusulkan PKI

28 September 2023

Jenderal Ahmad Yani. Wikipedia
Suhu Politik Sebelum Peristiwa G30S 1965: Fakta-fakta Angkatan Kelima yang Diusulkan PKI

Pada 1965 PKI mengusulkan Angkatan Kelima, sebuah matra militer beranggotakan buruh dan tani yang dipersenjatai. Letjen Ahmad Yani menolak ide itu.


Siapa Pencetus Nama Pramuka?

14 Agustus 2023

Ilustrasi Pramuka. Getty Images
Siapa Pencetus Nama Pramuka?

Nama Pramuka diusulkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang mendapat inspirasi dari kata Poromuko, yang berarti pasukan terdepan dalam perang.


Begini Sejarah Awal Mula Masuknya Gerakan Pramuka di Indonesia

14 Agustus 2023

Suasana upacara api unggun dalam acara Persami (Perkemahan Sabtu-Minggu) untuk memperingati Hari Pramuka ke-61, di lapangan SD Negeri Anyelir 1, Depok, Sabtu, 13 Agustus 2022. TEMPO/ Gunawan Wicaksono
Begini Sejarah Awal Mula Masuknya Gerakan Pramuka di Indonesia

Awal terbentuknya Pramuka di Indonesia ditandai dengan munculnya cabang milik Belanda dengan nama Nederlandesche Padvinders Organisatie pada 1912.


Siti Nurbaya Bebaskan Hutan Kawasan Sukapura, Bermula dari Program Transmigrasi Presiden Sukarno

13 Agustus 2023

Ilustrasi sengketa tanah. Pixabay/Brenkee
Siti Nurbaya Bebaskan Hutan Kawasan Sukapura, Bermula dari Program Transmigrasi Presiden Sukarno

Masyarakat di Pekon (Desa) Sukapura, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat menerima SK pembebasan hutan kawasan dari Menteri Siti Nurbaya.


LRT Jabodebek Akan Diresmikan: Ini Jejak Trem di Jakarta, Pernah Jadi Denyut Nadi Batavia

8 Juli 2023

Pekerja membongkar aspal yang menutup jalur trem masa kolonial Belanda  di kawasan Gajah Mada, Jakarta, Rabu, 9 November 2022. Nantinya jalur trem peninggalan Belanda tersebut akan dipindahkan dan disimpan. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
LRT Jabodebek Akan Diresmikan: Ini Jejak Trem di Jakarta, Pernah Jadi Denyut Nadi Batavia

Sebelum LRT Jabodebek yang bakal diresmikan bulan depan, Jakarta yang dahulu Batavia hingga pasca Kemerdekaan pernah memiliki moda Trem.


Kilas Balik Peristiwa Percobaan Pembunuhan Presiden Sukarno Oleh Pemberontak DI/TII 62 Tahun Lalu

15 Mei 2023

Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)
Kilas Balik Peristiwa Percobaan Pembunuhan Presiden Sukarno Oleh Pemberontak DI/TII 62 Tahun Lalu

Terjadi pada 1962 begini kilas balik penembakan Presiden Sukarno oleh anggota DI/TII.