Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ganis

Oleh

image-gnews
Iklan
DI tahun 1966 ada sebuah pamflet dengan gambar seekor anjing yang ganjil. Kepala binatang itu berbentuk kepala manusia. Ia mengenakan kaca mata. Wajahnya terkenal, dan di bawahnya tercantum dua patah kata: "Anjing Peking". Sebuah makian, tentu. Yang dituju oleh pamflet itu - dengan kejengkelan yang juga diteriakkan para mahasiswa yang berdemonstrasi di jalan-jalan menentang pemerintah waktu itu - adalah Dr. Subandrio. Menteri luar negeri ini, yang juga menguasai sebuah badan inteligen, dl samping kedudukannya sebagai wakil perdana menteri pertama, bukanlah tokoh yang populer. Entah kenapa dia dibenci banyak orang. Tapi makian "Anjing Peking" dan pamflet itu, saya kira, pada akhirnya tak dibidikkan kepadanya pribadi. Teriakan itu, karikatur keras itu, adalah ungkapan lebih dari satu kemarahan. Barangkali tiga kemarahan. Ada kemarahan kepada PKI. Ada kemarahan kepada pejabat-pejabat yang ambisius, yang penuh imtrik di Istana, dengan pendirian yang tak jelas Ada kemarahan, mungkin juga kecurigaan yang runcing tajam kepada RRC. Peking, di hari-hari itu, memang bukan sebuah negeri impian setiap orang. Tapi kemarahan sudah barang tentu bukan api yang baik untuk menerangi persoalan. Kini, untunglah, hampir 20 tahun setelah karikatur tentang Subandrio itu, banyak emosi telah reda. Mungkin karena itu kita sudah punya waktu, dan kepala sejuk, untuk menelaah kembali sejarah dan membaca, misalnya, memoar Ganis Harsono. Ganis, yang kini sudah meninggal, bukan tokoh yang tersohor pada masa lalu. Ia hanya dikenal baik oleh kalangan diplomat dan wartawan asing karena ia pernah jadi juru bicara pemerintah yang cakap. Dalam posisi itu, ketika Indonesia - di bawah Bung Karno dan Subandrio - sibuk dengan urusan politik luar negeri, Ganis praktis orang "lini depan". Karena itu, peJabat tinggl Deparlu ini bisa bicara banyak tentang masa itu. Juga tentang hubungan Indonesia dengan Cina. Bagi saya, yang menarik dari memoar berbahasa Inggris yang terbit di Australia itu, dengan judul Recollections of an Indonesian Diplomat in the Sukarno Era, adalah dua bab terakhir dengan kenangan penting di dalamnya. Kenangan itu mungkin tak sepenuhnya utuh dan bersih. Sebuah memoar memang bu kan sebuah buku sejarah. Tapi yang pasti, cerita Ganis ternyata tak sepenuhnya mendukung persangkaan-persangkaan yang beredar tahun 1966 dan sesudahnya tentang kemesraan hubungan Jakarta-Peking. Ganis misalnya berkisah tentang "konfrontasi"nya dengan Marsekal Hoe Loeng, wakil menteri luar negeri Cina waktu itu, pada bulan Januari 1965 di Peking. Indonesia waktu itu sedang mimpi besar untuk menandingi PBB dengan gagasan Conference of the New Emerging Forces, yang terdlri dan negeri-negeri yang baru muncul - tapi membutuhkan di dalamnya Uni Soviet. RRC, sebaliknya, tak tampak antusias. Di depan Subandrio, Menteri Luar Negeri Zhou Enlai tetap mengutuk Moskow. Dan Hoe Loeng, wakilnya, mengulur-ulur tercapainya persetujuan tentang prosedur, hingga Ganis meledak marah dan seorang diplomat mudaIndonesla yang sudah menonjol waktu itu, Alex Alatas, berkata geram "Mas Ganis Ik word er gek van!" Diplomat-diplomat Indonesia bisa jadi gila menghadapi orang macam Hoe Loeng, tapi Bung Karno punya strategi lain. Ia membutuhkan Cina. Tapi, seperti diceritakan oleh komandan pengawal Istana, Brigjen Saboer, kepada Ganis pada suatu hari menjelang 1965, Bung Karno ingin membuat Indonesia punya orbitnya sendiri - bukan di bawah orbit Amerika, orbit Soviet ataupun orbit Cina. "Bapak", kata Saboer kepada Ganis (dan yang ia maksud "Bapak" tentu saja Bung Karno), ingin menunjukkan bahwa "Jakarta layak menjadi pusat keempat di dunia". Satu impian menggelembung, memang. Ganis sendiri tentu tak menilainya demikian: ia seorang yang loyal kepada ide-ide Bung Karno. Meskipun la tak menyembunyikan kekecewaannya, ketika menjelang pertengahan akhir 1965, Bung Karno kian menjauhi Subandrio, dan bahkan memilih untuk mempergunakan naskah tokoh PKI Nyoto ketimbang naskah yang disiapkan Ganis buat peringatan 10 tahun Konperensi Asia Afrika. Lalu, peristiwa-peristiwa pun susul menyusul. "Orde Lama" hilang, "Orde Baru" datang, dan banyak tokoh meninggal, datang, pergi, datang, pergi. Yang agaknya tetap adalah keinginan itu: dengan atau tanpa "Anjing Peking", Indonesia memang teramat sukar untuk iadl plaraan yang Jinak dalam tatanan bangsa lain. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

17 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

22 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

22 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

54 hari lalu

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.