Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Teror

Oleh

image-gnews
Iklan
KITA ingat Sarajevo. Di musim panas 1914, ke kota di wilayah Balkan itu berkunjung Franz Ferdinand, pewaris tahta kerajaan yang dulu disebut Imperium Austro-Hungari. Menjelang tiba di balai kota, ke arah mobil terbuka itu muncul seorang pemuda bertubuh ramping dengan pistol di tangan. Ia menembak. Franz Ferdinand yang jangkung dan tambun itu terluka di dadanya, dan mati. Dan Perang Dunia I meletus. Peta Eropa sejak itu berubah drastis. Kini kita tak ingat lagi di mana persisnya batas Austro-Hungari, dan di negeri mana dulu Kota Sarajevo terletak. Wilayah Balkan terpecah, dan seperti potongan kue pengantin sehabis pesta, ia dibagi-bagi ke pelbagai republik dan satuan politik baru. Anak muda yang membunuh Franz Ferdinand itu bertahun kemudian mati di penjara. Ia dirunyamkan TBC di paru-parunya. Di pengadilan, pemuda berumur 19 tahun itu mengatakan, ia bertindak atas nama bangsa Serbia. Tapi Serbia, dulu sebuah kerajaan kecil orang Slav yang mandiri di wilayah Balkan, kini tak tercantum lagi pada peta. Ibu kotanya, Beograd, kini jadi ibu kota Yugoslavia, sebuah republik tempat beberapa bangsa bergabung. Sementara itu, orang-orang Slav lain di Imperium Austro-Hungari itu bangsa Czech dan bangsa Slovak, bangsa Bosnia dan Montenegrin - menemukan riwayat yang sama sekali lain dari yang mereka perkirakan. Begitu hebatnyakah akibat sebuah tembakan pistol? Bisa jadi - meskipun perubahan besar tak terjadi hanya karena sebatang jari dan sekerat picu. Perubahan besar, kita tahu, selalu mempunyai simpanan lahar ketidakpuasannya sendiri, jauh di bawah kepundan. Yang menarik ialah bahwa meskipun manusia kemudian tahu bahwa perubahan besar itu ternyata, akhirnya, tak begitu besar dan banyak impian dikecewakan, kita toh tak bisa menyalahkan sejumlah perang, sejumlah revolusi, bahkan sejumlah teror dalam sejarah. Sebab, orang bisa mengutip petuah setua Aristoteles ataupun kata pepatah bahwa raja lalim raja disanggah dan "kebencian kepada tirani adalah sesuatu yang tak terelakkan". Dengan kata lain, orang akan bisa maklum, bila seorang anak muda berumur 19 tahun berdiri di tengah jalan dengan sepucuk pistol, seraya berharap akan bisa mengubah sejarah di Sarajevo. Orang Juga bisa maklum ketika Brutus menikam mati Julius Caesar, ketika yang terakhir mengangkat diri tinggi-tinggi - lebih tinggi dari republik. Yang tampaknya orang belum bisa maklum ialah bila bukan Caesar, bukan Franz Ferdinand, bukan seorang tiran yang harus terbunuh, melainkan jenis manusia yang lain. Karena itu, kita kaget mendengar 70 orang jelata mati oleh ledakan gelap di beberapa kota India pekan lalu. Apakah salah mereka? Lambang kekuasaan yang dibencikah mereka? Kenapakah para teroris di India itu tidak mencoba berusaha seperti teroris ala Indonesia: berniat menelepon lebih dulu sebuah tempat yang akan dijadikan sasaran, agar tak ada korban manusia yang jatuh? Tapi barangkali yang jadi model bagi kekerasan di negeri itu adalah suatu moralitas yang lain, yang lebih tegar, lebih logis. Dalam pandangan ini, bila terorisme adalah, seperti dikatakan seorang teoritikusnya, suatu "propaganda melalui tindakan", yang penting adalah bagaimana orang banyak bereaksi. Semakin luas ledakan itu disebarkan dengan rasa marah dan panik, semakin efektif "propaganda" itu. Dan konsekuensinya, semakin besar korban dan semakin gila peristiwanya, semakin besarlah hasilnya. Pertanyaan lain, di luar logika ini, hanya pertanyaan yang cengeng. Bahkan di masa lalu, ketika clma para penguasa yang jadi sasaran bom, sikap cengeng yang masih mempersoalkan jahat atau tidaknya sang korban pun telah disingkirkan jauh-jauh. Sebab, bukan plibadi itu yang harus hancur, melainkan sebuah lambang, yakni lambang kekuasaan yang dianggap menekan. Maka, kita pun mendengar kisah sedih Tsar Alexander II dari Rusia. Ia seorang tsar yang lebih "lembut" dibandingkan dengan otokrat lain sebelum dan sesudahnya: Pandangannya lebih maju. Tapi 1: Maret 1881, ketika keretanya meluncur di jalanan St. Petersburg, seorang teroris melontarkan sebuah bom ke arahnya. Bom melesat ke bawah. Ledakan menggelegar. Kuda-kuda luka, juga beberapa pengawal Kossak dan pengiring, tapi Tsar tidak. Sayangnya, keselamatan itu hanya berlangsung beberapa saat. Alexander 11 turun dari kendaraannya yang berantakan. Ia bertanya ramah tentang keadaan orang yang melontarkan bom, yang baru saja dapat ditangkap di tempat itu juga. Tapi tiba-tiba, seorang teroris lain muncul, melemparkan bom kedua, seraya berseru, "Terlalu cepat untuk bersyukur kepada Tuhan." Dan bom itu meledak di kaki Tsar. Logam dan mesiu itu tak ayal lagi merenggutkan betisnya, merobek lebar perutnya, dan mencincang wajahnya. Ia memang masih sempat berbisik, "Ke istana, biar aku mati di sana" - dan apa yang tersisa dari jasad Alexander II pun diangkut ke Istana Musim Dingin, dengan darah kental menetes-netes pada lantai pualam. Tapi di pembaringan, ia tak tertolong lagi. Ia wafat, oleh bom yang dilemparkan ke jasadnya beberapa jam setelah ia menyetujui diadakannya dewan perwakilan nasional suatu hal yang benar-benar baru dalam sejarah Rusia yang kelam. Bersalahkah dia? Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

17 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

21 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

22 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

47 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

54 hari lalu

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.