Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Badut

Oleh

image-gnews
Iklan
BADUT dan pantun jenaka jangan-jangan tak sekadar lelucon. Mungkin juga mereka media untuk perasaan tak senang. Khususnya, ini terjadi di masyarakat Jawa di masa silam, ketika tak banyak jalan bagi rakyat kecil untuk mengeluh tentang keadaan. Setidaknya, begitulah yang dilukiskan oleh Soemarsaid Moertono dalam risalahnya yang terkenal, State and Statecraft in Old Java, yang baru saja diterbitkan dalam versi Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia dengan judul panjang: Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau. Dalam studinya tentang Kerajaan Mataram dari abad ke-16 sampai ke-l9 ini, Soemarsaid menyinggung bagaimana humor rakyat bisa jadi petunjuk "perasaan tidak senang" masyarakat. Di lingkungan yang tampaknya membisu karena takut bicara itu, kata-kata tajam tapi padat bisa di gubah. Pantun dan sajak bisa jadi sejenis nyanyian jalanan, yang diteriakkan berbalas-balasan. Pantun pantun jenaka itu, kata Soemarsaid Moertono, "kadang-kadang tidak begitu jelas artinya", tapi "menyatakan apa yang merupakan ke pentingan rakyat biasa ketika itu". Mungkin karena itulah dalam masyarakat Jawa "badut dan pelawak secara tradisional mempunyai kekebalan tertentu terhadap hukum". Kejenakaan dan, kadang-kadang, ucapan pedas mereka, mengenai suatu situasi yang berlaku, dibiarkan. Dua tokoh dalam arak-arakan Grebeg yang dibuat oleh raja-raja Yogya dan Surakarta, tokoh cantang balung, berpakaian aneh dan bertingkah menggelikan di tengah prosesi yang khidmat. Tampaknya, suatu masyarakat yang beku mau tak mau mencoba mendapatkan celah untuk mengalirkan perasaan yang tersimpan. Mungkin, sadar atau tak sadar, para penguasa sendiri membutuhkan hal yang sedemikian. "Tiap orang membutuhkan obatnya sendiri," konon begitulah kata-kata Raja Henry VIII dari Inggris yang kemudian termasyhur sebagai pemenggal para permaisuri, ketika ia mendengar seorang pengkhotbah yang mengkritiknya keras. Tapi ada perbedaan yang jelas antara lelucon-lelucon di keraton yang dibiarkan dan sindiran tersembunyi di jalanan. Ada satu buku koleksi tentang "humor Soviet". Salah satu lelucon, ialah tentang teka-teki mumi. Syahdan, sejumlah ahli purbakala menemukan sebuah mumi Mesir yang umurnya ribuan tahun, tapi tak diketahui jenazah raja siapa ia gerangan. Berhari-hari mereka menelaah dan berdebat, tapi sia-sia Akhirnya datang seorang perwira dinas rahasia Soviet. Dalam dua jam ia berhasil mengetahui siapa sebenarnya raja yang dimumikan itu. Caranya: dia gebuki itu mumi sampai mengaku. Harus dikatakan bahwa satire, parodi, ejek-ejekan kepada penguasa bukan cuma terjadi di negeri-negeri sosialis. Bedanya ialah bahwa di negeri-negeri tanpa kebebasan ekspresi, ada perbedaan besar antara apa yang dikemukakan secara terbuka dan apa yang diungkapkan secara berbisik-bisik. Ada bahasa ganda, percakapan ganda. Ada pura-pura dan siasat. Orang mengerjakan dan membicarakan satu hal, tapi - di ruang tertutup - mengetawakan hal itu. Dalam analisa Michael Walzer, itulah salah satu petunjuk "totaliteria-nisme yang gagal". Yang berkembang biak di masyarakat seperti itu adalah "suatu kehidupan bersama antara oportunisme dan rasa jijik". Tak adalagi suasana penuh semangat revolusioner yang melibatkan semua orang, dengan jiwa dan raga mereka. Gairah dan antusiasme pudar. Kegiatan ideologis yang bergelora - indoktrinasi, penataran, dan kutipan slogan-slogan - tak lagi seperti dulu: tak lagi dengan yakin yang tulus, tapi lebih merupakan kerja rutin dan terurus. Sementara itu, di atas, yang memimpinpun berubah. Mereka bukan lagi pendekar di garis depan ketika sebuah masyarakat ingin mengalahkan nasib. Mereka malah jadi tiang-tiang mandek seperti para penggawa kekaisaran zaman lampau: tubuh mereka berat, sikap mereka curiga, hati mereka tanpa inspirasi. Dan brutal. Bagi mereka, yang terpenting bukanlah misi, tapi karier. Antara mereka, yang mengikat bukanlah komitmen terhadap sebuah doktrin, tapi posisi dan previlese. Yang menarik ialah bahwa Michael Walzer, dalam sumbangan tulisannya untuk buku 1984 Revisited yang dihimpun oleh Irving Howe, sebenarnya tak cuma bicara tentang negeri-negeri totaliter ala Soviet. Walzer terutama menyebut "negara-negara berpartai tunggal di Dunia Ketiga, dengan ideologi mereka yang palsu dan kebrutalan mereka yang dihalalkan oleh ideologi itu". Di situ, teror tersendiri berlangsung. Dan teror, dalam kata-kata St. Just, "membuat hati jadi dingin". Dalam kedinginan itu orang yang di bawah mencoba membuat lelucon, mungkin dengan pahit, mungkin dengan seenaknya, untuk melawan beku. Dan di atas, para pembesar mencoba bikin hangat dengan retorika. Kian lama ucapan-ucapan kian diulang, kian lama kian melambung, dan para badut pun berbisik, "Ah, tong kosong nyaring bunyinya". Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

4 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

45 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

50 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

50 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.