Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dari Sebuah Pemberontakan Pajak

Oleh

image-gnews
Iklan
ADALAH seorang ahli ekonomi Amerika yang masih muda yang gemar memelihara burung beo. Rambutnya agak gondrong dan perutnya agak buncit. Pada suatu hari di tahun 1981 ia mengungkapkan inti pandangan ekonominya ke khalayak ramai: "Orang tak bekerja untuk membayar pajak. Orang pada dasarnya bekerja agar memperoleh yang dapat mereka peroleh setelah pajak." Tak luar biasa memang pandangan seperti itu. Namun, sang ahli ekonomi - seperti telah Anda dengar, namanya Arthur Laffer - punya kesaksian yang cukup kuat. Tanggal 6 Juni 1978, di Negara Bagian California, terjadilah sebuah pemberontakan yang kemudian disebut "pemberontakan pajak". Hari itu sejumlah besar pemilih mencetuskan suatu aksi yang disebut sebagai Proposition 13: mereka menurunkan pajak kekayaan secara drastis, lebih dari separuh. Dengan itu, gerundelan yang selama ini terdengar mereka bikin jadi letupan: getarannya menyebar ke seantero negeri. Tak heran bila Arthur Laffer, yang sudah agak lama menyerukan teorinya tentang perlunya pajak diturunkan, jadi tokoh yang populer. Konon suatu hari di bandar udara La Guardia, New York, seorang polisi mengenalinya. Pak Polisi dengan bersemangat menyalaminya. "Saya setuju dengan semua yang Tuan ucapkan," katanya. "Terus saja, biar ada harapan bagi orang kecil." Orang kecil? Polisi itu, yang kena pajak Rp 3 juta buat rumah miliknya, mungkin "orang kecil" dalam ukuran Amerika yang umum. Tapi tak banyak kolega Arthur Laffer yang setuju bahwa anak muda pintar ini juru bicara orang-orang melarat. Para "pemberontak" di berakang Proposition 13 adalah kelas menengah dalam kategorisasi Amerika: punya rumah di daerah bersih, punya mobil satu dua, dan punya wajah putih seperti yang kita lihat dalam film seri TVRI. Mereka tak ingin kekayaan mereka terganggu. Mereka merasa telah banyak memberi. Pajak telah mereka bayar. Tentu, pajak itu digunakan pemerintah untuk membantu si penganggur, si jompo, si miskin, si hitam. Tentu, dengan cara itu pemerintah bukan sekadar hendak melipur rasa risi si kaya yang terdampar di tengah kemelaratan pemerintah juga ingin meningkatkan daya beli, merangsang permintaan, menciptakan aggregate demand dalam sim-salabim John Maynard Keynes. Singkatnya, pemerintah ingin, pada akhirnya, menghidupkan perekonomian dan menyenangkan semuanya.... Tapi lihat: pajak telah dibayar, toh kemiskinan tak kunjung kikis. Uang pada akhirnya lebih terhisap oleh birokrasi yang mau menolong orang-orang miskin itu. Di ujung keran, si miskin cuma dapat tetesan terakhir. Uang juga pada akhirnya hanya memanjakan si pemalas: bukankah para penganggur itu sebetulnya orang-orang yang enggan bekerja? Dan bukankah semua itu telah memandekkan ekonomi? Demikianlah, akhirnya, orang-orang berada itu berontak. Kami kapok, kata mereka. Kami tak punya gairah lagi bekerja, berproduksi, tanam modal, dan seterusnya, kata mereka. Kami tahu, di ujung sana Bapak Pemerintah akan mengambil uang kami. Kami tahu karena Presiden Reagan juga tahu. "Menaikkan pajak," kata presiden itu, akhir Januari 1984, "berarti menimbuni rakyat dengan beban yang tak sepatutnya, memedihkan penyusunan modal dan merusakkan rangsangan untuk tumbuh." Lalu, Amerika pun mencoba, dengan setengah gagah setengah bingung, berdiri di depan defisit. Dulu juga, sehabis Proposition 13, pendapatan pemerintah setempat dari pajak kekayaan merosot, dari US$ 12 milyar jadi US$ 5 milyar. Perpustakaan rakyat, taman-taman kota, museum, rumah jompo, barisan pemadam kebakaran, sekolah negeri, lembaga bantuan orang miskin - semua itu dengan sendirinya terancam kekurangan anggaran. Itu tentu bukan soal besar bagi seorang yang kaya. Ia masih bisa menikmati buku di perpustakaannya sendiri, atau terbang ke suatu tempat untuk menikmati kebun Jepang dan membeli barang antik Mesir. Ia punya mobilitas dan alternatif. Si miskin tidak. Tapi dengan semua itu, salahkah Laffer? Salahkah para "pemberontak pajak" dari California? Mungkin tidak 100%. Orang memang tak bekerja untuk membayar pajak. Dan sepanjang perpajakan adalah manajemen dana-dana di masyarakat, orang memang perlu yakin lebih dulu: berhakkah dia bicara tentang manajemen itu? Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Intip Promo Lebaran Package Richeese Factory dan KFC Bucket Hampers

8 hari lalu

Restoran cepat saji Richeese Factory terkenal dengan ayam goreng pedas dengan tambahan saus kejunya. Ini profil pemilik Richeese Factory. Foto: Nabati Group
Intip Promo Lebaran Package Richeese Factory dan KFC Bucket Hampers

Dalam rangka semarak Lebaran, Richeese Factory mengeluarkan promo Lebaran Package, sedangkan KFC punya paket KFC Bucket Hampers.


Per Maret 2024, Setoran Pajak Ekonomi Digital Mencapai Rp 23,04 Triliun

9 hari lalu

Gedung Dirjen Pajak. kemenkeu.go.id
Per Maret 2024, Setoran Pajak Ekonomi Digital Mencapai Rp 23,04 Triliun

Ditjen Pajak Kemenkeu mencatat penerimaan negara dari sektor usaha ekonomi digital hingga 31 Maret 2024 mencapai Rp 23,04 triliun.


Dugaan Korupsi Uang Pajak Rp 8 Miliar, Mantan Direktur Keuangan dan Bendahara RS Haji Adam Malik Medan Ditahan

16 hari lalu

Kejaksaan Negeri Medan menahan mantan Direktur Keuangan RSUP Haji Adam Malik Medan, Mangapul Bakara sebagai tersangka korupsi pengelolaan keuangan negara sebesar Rp8 miliar lebih pada 2018. Foto: TEMPO/Mei Leandha
Dugaan Korupsi Uang Pajak Rp 8 Miliar, Mantan Direktur Keuangan dan Bendahara RS Haji Adam Malik Medan Ditahan

Kejaksaan Negeri Medan menahan dan menetapkan dua mantan pejabat RSUP Adam Malik sebagai tersangka korupsi


Ditjen Pajak Klaim Skema Baru Potongan THR Sudah Sesuai Standar Internasional

17 hari lalu

Ilustarsi uang THR. Dokumentasi Disnaker)
Ditjen Pajak Klaim Skema Baru Potongan THR Sudah Sesuai Standar Internasional

Ditjen Pajak atau DJP mengklaim pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dengan skema terbaru telah sesuai dengan standar internasional.


Terkini: Begini Penjelasan Lengkap Jubir Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, soal Restitusi Pajak; Bandara Dhoho Kediri 100 Persen Siap Layani Penerbangan

18 hari lalu

Suasana pelayanan pelaporan SPT Tahunan yang digelar  DJP Kanwil Jawa Tengah 1 di Ciputra Mall, Senin, 25 Maret 2024. Hingga pekan kemarin data dari Kanwil DJP Jateng 1, sebanyak 480.347 wajib pajak dari 873.281 wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunannya.  Tempo/Budi Purwanto
Terkini: Begini Penjelasan Lengkap Jubir Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, soal Restitusi Pajak; Bandara Dhoho Kediri 100 Persen Siap Layani Penerbangan

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengatakan proses pemeriksaan restitusi pajak merupakan proses lazim.


Ramai soal Keluhan Restitusi Pajak, Begini Penjelasan Lengkap Jubir Sri Mulyani

18 hari lalu

Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk
Ramai soal Keluhan Restitusi Pajak, Begini Penjelasan Lengkap Jubir Sri Mulyani

Yustinus Prastowo mengatakan proses pemeriksaan saat restitusi pajak merupakan proses yang lazim sesuai standar dan prosedur pemeriksaan.


DJP Ingatkan Wajib Pajak Sampaikan Realisasi PPS, Hari Ini Batas Terakhir

18 hari lalu

Suasana pelayanan pelaporan SPT Tahunan yang digelar  DJP Kanwil Jawa Tengah 1 di Ciputra Mall, Senin, 25 Maret 2024. Hingga pekan kemarin data dari Kanwil DJP Jateng 1, sebanyak 480.347 wajib pajak dari 873.281 wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunannya.  Tempo/Budi Purwanto
DJP Ingatkan Wajib Pajak Sampaikan Realisasi PPS, Hari Ini Batas Terakhir

DJP mengatakan Wajib Pajak orang pribadi yang mengikuti Program Pengungkkapan Sukarela (PPS) wajib menyampaikan realisasi PPS.


Hari Ini Terakhir Lapor SPT Tahunan, Ditjen Pajak Buka Layanan di Luar Kantor

19 hari lalu

Menjelang batas akhir pelaporan SPT Tahunan  perorangan DJP Kanwil Jawa Tengah 1 membuka pelayanan pelaporan di Ciputra Mall, Senin, 25 Maret 2024. Hingga pekan kemarin data dari Kanwil DJP Jateng 1, sebanyak 480.347 wajib pajak dari 873.281 wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunannya. Tempo/Budi Purwanto
Hari Ini Terakhir Lapor SPT Tahunan, Ditjen Pajak Buka Layanan di Luar Kantor

Kantor Pajak akan tetap buka pada hari ini, Ahad, 31 Maret 2024, untuk melayani masyarakat melapor SPT Tahunan.


Terpopuler: Manajemen Garuda Indonesia Buka Suara soal Merger dengan InJourney, Perbandingan Hitungan Lama dan Baru Pajak THR 2024

20 hari lalu

Ilustrasi Garuda Indonesia. TEMPO/Tony Hartawa
Terpopuler: Manajemen Garuda Indonesia Buka Suara soal Merger dengan InJourney, Perbandingan Hitungan Lama dan Baru Pajak THR 2024

Direktur Layanan dan Niaga Garuda Indonesia, Ade Susardi, mengatakan rencana merger antara Garuda Indonesia dan InJourney bisa tahun ini asal....


Potongan Pajak THR 2024 Naik, Begini Perbandingan Hitungan Lama dan Baru

20 hari lalu

Ilustrasi pekerja menerima THR. Pexels
Potongan Pajak THR 2024 Naik, Begini Perbandingan Hitungan Lama dan Baru

Potongan pajak atas tunjangan hari raya (THR) dan bonus ramai dikeluhkan oleh masyarakat. Pasalnya, potongan pajak keduanya lebih besar dari tahun lalu.