Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Demos

Oleh

image-gnews
Iklan
ADA seorang termasyhur yang menentang demokrasi. Namanya Socrates. Pemikir Yunani kuno itu dihukum mati pada tahun 399 Sebelum Masehi. Alasannya, kata seorang penulis: ia tak berada di pihak demokrasi yang menang. Musuh besar orang-orang demokrat, Critias, memang murid Socrates. Dalam perang saudara yang mengoyak-ngoyak Athena antara pendukung oligarki dan demokrasi, Critias akhirnya kalah. Demokrasi pun dipulihkan. Memang, suatu pengampunan besar-besaran dimaklumkan - tapi tidak untuk Socrates. Kita tak tahu jelas, kenapa demikian. Tapi ini memang bukan cerita tentang satu bagian sejarah Yunani. Socrates adalah sekadar contoh bagaimana seorang pemikir, yang begitu setia kepada kemerdekaan berpikir dan menyatakan pendapat, justru hendak menunjukkan bahwa"demokrasi" tak dengan sendinnya berhubungan dengan kemerdekaan itu. Demokrasi adalah nonsens, kata Socrates. Suara rakyat sering kali suara gombal. Kebajikan (arete) yang terutama adalah pengetahuan. Memilih para pengelola pemenntahan dengan cara pungutan suara itu tak masuk di akal. Bukankah seorang nakoda juga tak dipilih dengan pemungutan suara? Socrates barangkali melucu, dengan sedikit sarkasme. Tapi para muridnya, terutama Plato, kemudian membuktikan betapa benarnya sang guru. Di sckitar tahun 400 SM, kaum demokrat yang menang menganggap perlu bahwa warga yang miskin harus hadir di ekklesia. Majelis permusyawaratan rakyat memang hendak dihindarkan dari kekuasaan para orang kaya. Maka, tiap warga yang hadir pun memperoleh imbalan uang, kurang lebih memadai sebagai pengganti pendapatan satu han. Tak ayal, majelis itu pun dengan segera dikuasai rakyat yang miskin. Yang kaya lebih baik tinggal di rumah. Kehadiran si melarat yang dibayar itu akhirnya yang dipersalahkan sebagai sebab merosotnya mutu majelis. Keputusan salah sering terjadi. Seorang filsuf bahkan pernah mengatakan, jangan-jangan majelis itu dibayar oleh musuh Athena untuk bersidang saking banyaknya kesalahan yang mereka buat. Demokrasi di Yunani kuno akhirnya berakhir, setelah sekitar satu abad turun naik. Di hari-hari menielang runtuhnya sistem itu Athena pun berkembang jadi sejenis "republik para advokat". Yang didengar khalayak adalah para orator. Sejumlah juru pidato yang pandai, penuh api, dan penuh aksi muncul. Mereka beradu pendapat, membakar rasa, dan gairah. Yang termasyhur di antaranya, Demosthenes, bahkan sanggup berbulan-bulan mengucilkan diri di gua, berlatih melontarkan kata-kata yang paling hebat dan gaya yang paling memikat, termasuk bila ia harus berdusta. Tak heran bila Plato - dan ia bukan pendukung pemerintahan oleh demos alias warga kebanyakan - mengernyitkan alis di hadapan kebisingan itu. Para orator, baginya, hanyalah pemberi racun yang akhirnya membunuh demokrasi sendiri. Sebab, sering yang diumbar adalah kebanggaan massa ataupun prasangka-prasangka mereka, bukan pikiran tenang yang bijaksana. Tapi Plato, seperti Socrates, hidup beratus-ratus tahun yang silam. Di abad ini kita bicara tentang "rakyat" (kadang disebut sebagai "massa") dengan lebih hormat. Yang menarik ialah, ditutupi atau tidak, orang sebenarnya tetap cemas dalam memandang "rakyat" yang terhormat itu. Baik di Uni Soviet maupun di Cina, para pemimpin "demokrasi rakyat" toh merasa bahwa "rakyat" itu tak bisa dibiarkan tanpa kediktatoran pucuk pimpinan partai. Di Iran yang Islam, baik Ayatullah Kho meini maupun Ali Shanati sama-sama menggarisbawahi "kepemimpinan", dengan asumsi bahwa para demos itu sering kali mirip anak-anak yang butuh bimbingan. Kerakyatan atau semangat populis tetap semangat yang memikat di abad ke-20, tapi rupanya orang memang harus berhati-hati dengan vox populi. Adolf Hitler dan Mussolini (kedua-duanya orator yang pandai) membuktikan bahwa suatu gerakan yang sangat merusak - bahkan ganas - dapat terjadi karena kepedihan, purbasangka, kecurigaan, dan cemburu rakyat banyak, yang telah dapat dikibarkan sebagai panji. Tapi salahkah para demos Salahkah kepedihan dan cemburu dan purbasangka mereka? Di abad ke-4 Sebelum Masehi, Athena mencicipi getah pahit dari pertumbuhannya sendiri. Industri berkembang pesat. Kekayaan dari tanah telah diganti oleh kekayaan dari perdagangan, dalam bentuk uang yang berjalan dari bank ke bank. Tragisnya, kelas menengah nyaris habis oleh perang-perang saudara. Maka, Plato pun bicara tentang "dua kota" yang bersengketa, yang satu milik si kaya dan yang lain si miskin. Yang tampak hanyalah dua ekstrem. Dalam situasi seperti itu, sang filsuf, yang menyerukan sikap moderat, yang sadar bahwa sebaik-baiknya perkara adalah di tengah-tengah, tak ada guna. Ia, dalam kata-kata Plato, ibarat "seorang manusia yang jatuh di antara hewan yang liar". Tak didengar, meskipun luka di hati yang dalam. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

4 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

45 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

50 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

50 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.