Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Karna, Kresna, Pilpres

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sujiwo Tejo, dalang

Siapa "Kresna" dalam Pilpres tahun ini? Siapa "Karna"?

Bharatayuda, yang dimenangi Pandawa, pecah setidaknya atas dua hal. Pertama, Prabu Kresna sebagai penasihat Pandawa harus mengemban skenario dewata. Perang Pandawa-Kurawa di Kuru Setra itu, suka atau tidak, harus terjadi seperti tertulis dalam Jitapsara. Kedua, Adipati Karna, pembelot Pandawa ke pihak Kurawa, terus-menerus membakar semangat Kurawa agar berani bertempur melawan Pandawa.

Tapi misi ilahiah Jitapsara itu disamarkan dalam bahasa manusia agar mudah dimengerti. Berkatalah Kresna dalam bahasa awam, bahwa Bharatayuda harus terjadi karena di situlah kancah pelunasan segala kaul. Ibu Puntadewa, Kunti, dulu bersumpah tak akan menyanggul rambutnya sebelum berkeramas darah Dursasana. Istrinya, Drupadi, dulu bersumpah tak akan mengenakan kemben sebelum berstagen kulit Sengkuni.

Tapi, menjelang pilpres, eh, menjelang Bharatayuda, Puntadewa selaku pemimpin Pandawa tiba-tiba seolah lupa pada seluruh kaul tersebut. Ia ingin mengalah dan membatalkan Bharatayuda. Puntadewa tak berminat lagi menagih pengembalian negeri Astina dan Indraprasta yang dikukuhi Kurawa. Di sinilah Kresna menandaskan kata-katanya yang tadi.

"Sekilas niatmu terpandang mulia, Dinda Puntadewa," ujarnya, "namun sejatinya itu pandangan yang mengecoh. Coba kamu ingat-ingat lakon Pandawa Dadu, lelakon ketika Pandawa kalah judi oleh Kurawa dan harus kehilangan negeri kalian. Kala itu Kurawa yang dipelopori Dursasana dan Sengkuni menjambaki rambut Kunti dan menelanjangi tubuh Drupadi. Masih juga kalian harus menebus kekalahan taruhan dengan bersembunyi selama 13 tahun. Kini tahun-tahun pengucilan dan mendiamkan segala peristiwa mutakhir itu sudah tuntas kalian jalani. Terus? Astina dan Indraprasta akan tetap kalian ikhlaskan pada Kurawa?"

Demikianlah salah satu versi yang tumbuh di Nusantara dari babon Mahabharata India. Siapa "Kresna" dalam pilpres tahun ini? Siapa tokoh yang demi memelihara harmoni di Nusantara sampai-sampai harus menyederhanakan bahasanya agar mudah dipahami manusia, yaitu bahasa yang mengungkit dan membarukan kembali luka-luka lama dari kalangan yang selama ini menahan diri, kalangan yang sesungguhnya akan lebih baik bila bersedia tampil memimpin?

Dalam salah satu versi yang juga tumbuh di Nusantara dari babon Mahabharata India, Karna adalah kesatria yang ingin betul agar kepemimpinan tak lagi berada di tampuk Kurawa, yang menurutnya korup. Ia mendambakan Pandawa yang gantian memimpin. Satu-satunya cara mencapai angan-angannya adalah menghancurkan Kurawa melalui perang dengan Pandawa. Agar mudah diterima oleh awam, alasan politik Karna adalah bahwa right or wrong is my country. Ia memang Pandawa, tapi sejak kecil dibuang oleh Kunti, ibu Pandawa, dan dibesarkan oleh Kurawa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lalu, siapakah "Karna" dalam pemilu tahun ini, tahun ketika semakin diyakini bakal muncul Sabdo Palon-Noyo Genggong sebagai perlambang datangnya keadilan? Dalam tahun yang diyakini bakal kembali muncul spirit abdi batin Majapahit itu, siapakah singa yang rela dan sengaja mengembikkan dirinya di kandang kambing sehingga kambing bangkit lalu berani melawan singa lain?

Luka Kunti dan Drupadi bisa menganga dalam wujud lain di era sekarang. Ia, di antaranya, bisa tampil dalam wujud dendam tak sudah dari para keturunan korban ataupun keturunan saksi orang-orang PKI atau terduga PKI yang dulu dibantai. Luka itu pun bisa tampil bagai bara dalam sekam dari kelompok-kelompok agama yang dipinggirkan ataupun setidaknya penganut 200-an lebih "aliran kepercayaan" yang didiskriminasikan dari pemeluk agama. Belum lagi, luka itu bisa tampil dalam wujud rasa tak diperlakukan adil dalam distribusi hasil pengelolaan sumber daya alam.

Bila puisi bisa dijadikan salah satu tolok ukur, cukup mengagetkan bahwa tema-tema luka kini hingga luka lama itu masih terus berdenyut dalam napas puisi-esai kita belakangan, walau penulisnya sudah merupakan generasi ketiga dari korban maupun saksi sejarah.

Dalam konteks itulah kita perlu tahu persis siapa "Kresna" kini. Kita perlu tahu persis mana tokoh yang mengungkit-ungkit luka lama sekadar untuk memancing perseteruan dan popularitas murahan dan mana pula tokoh yang terpaksa harus menggunakan bahasa yang mudah menyentuh emosi khalayak namun demi tujuan yang agung.

Ciri tokoh terakhir itu tahu persis aib Karna tapi tidak membeberkannya kepada siapa pun. Ia tahu persis bahwa sesungguhnya, sesaat menjelang Bharatayuda, pusaka andalan Karna, yakni Anting-anting Sesotya Maniking Toya dan Kotang Kawaca Kusuma, sudah diambil kembali oleh para dewa melalui utusannya, Dewa Indra, yang menyamar sebagai Pengemis Agung dari Asia.

Blakblakan Karna mengakui itu kepada Kresna. Ia yakin Kresna tak bakal menceritakannya kepada Duryudana, sehingga Duryudana miris kepada Pandawa lalu membatalkan Bharatayuda. Bahkan Karna yakin Kresna tak akan membabarkan itu kepada Pandawa sehingga Pandawa telah merasa unggul sebelum Pilpres, eh, sebelum pertempuran Kuru Setra.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.