Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bung Pram

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Anton Kurnia, penulis esai dan cerpen

Lewat tengah malam itu, berkemeja batik lengan panjang, tampak berbinar-binar di antara anak-anak muda penuh semangat, lelaki tua itu menyanyikan Internationale dengan berapi-api. Setelahnya dia berorasi.

Salah satu pokok gagasannya ialah agar anak-anak muda berani percaya akan kekuatan individu, bukan hanya larut dalam kerumunan seperti binatang ternak. Dia juga mengakui bahwa generasinya adalah generasi yang gagal, karena tidak berhasil mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yakni keadilan dan kemakmuran untuk semua.

Itulah salah satu kenangan saya dari sejumlah perjumpaan pribadi dengan Bung Pram-begitu kami memanggilnya. Peristiwa itu terjadi pada malam tahun baru 2002 di rumahnya yang megah dan berlahan luas di pinggiran Bogor. Dia menyebut hacienda-nya itu tonggak perlawanan terhadap rezim Soeharto yang telah menindas hak-haknya, bukan monumen seorang pemuja harta. Sebab, kendati dihalangi berkarya, dia tetap sanggup bertahan hidup, bahkan berhasil meraih perhatian dunia. Dan, melalui royalti karya-karyanya yang diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa, ia dan keluarganya mampu membangun tempat tinggal yang nyaman dan bermanfaat bagi banyak orang.

Pramoedya Ananta Toer (1925-2006), yang dikenang sebagai salah seorang sastrawan terdepan kita sepanjang sejarah, disemangati oleh gagasan-gagasan nasionalisme sejak belia. Tumbuh dalam bayang-bayang ayahnya, Imam Mastoer, seorang pendidik berhaluan nasionalis kiri yang mengajarinya sikap gandrung akan kemerdekaan, Pramoedya menjelma anak muda patriotis yang ikut andil dalam revolusi kemerdekaan negerinya sekitar 1945.

Pramoedya ikut bertempur sebagai perwira militer nasionalis melawan pasukan Belanda di pinggiran Jakarta. Ia bahkan sempat dipenjarakan selama 2 tahun pada 1947-1949 karena kedapatan membawa pamflet perlawanan terhadap agresi militer Belanda. Namun di penjara itulah Pramoedya menemukan momen yang tepat untuk menulis karya-karya awalnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Buku-buku Pram-novel, kumpulan cerpen, dan beragam karya nonfiksinya-tak bisa dipisahkan dari Indonesia. "Setiap orang yang hendak memahami Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, harus membaca buku-bukunya," tulis Jamie James (The New Yorker, 27 Mei 1996).

Tak beda jauh, menanggapi wafatnya Pramoedya, novelis Inggris asal Pakistan yang juga editor jurnal New Left Review, Tariq Ali, menulis dalam Counter Punch, "Wafatnya Pramoedya adalah kehilangan besar bagi kesusasteraan dunia. Dialah intelektual Indonesia terkemuka, sekaligus penulis fiksi yang jenius..."

Sampai akhir hayatnya, Pramoedya terus memikirkan Indonesia yang amat dicintainya. Namun ia kecewa terhadap realitas yang disaksikannya. Ia muak melihat maraknya pembusukan, pembodohan, keterbelakangan, dan korupsi di negeri ini.

Bung Pram kini telah pergi meninggalkan pusaka yang tak ternilai: buah pikiran dan karya-karyanya, termasuk Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) yang dianggap sebagai adikaryanya, serta karya-karya terjemahan semacam Tikus dan Manusia (dari novel John Steinbeck). Selebihnya, berpulang kepada kita untuk memaknai perjuangannya, terutama angkatan muda yang selalu diharapkannya sebagai pelopor perubahan, aktor revolusi total yang disebutnya sebagai jalan tunggal untuk menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Reza Rahadian Mengaku tertarik Perankan Leluhurnya, Siapa Thomas Matulessy?

4 hari lalu

Ketua Komite Festival Film Indonesia atau FFI 2021, Reza Rahadian saat menghadiri peluncuran FFI 2021 secara virtual pada Kamis, 15 Juli 2021. Dok. FFI 2021.
Reza Rahadian Mengaku tertarik Perankan Leluhurnya, Siapa Thomas Matulessy?

Dalam YouTube Reza Rahadian mengaku tertarik memerankan Thomas Matulessy jika ada yang menawarkan kepadanya dalam film. Apa hubungan dengannya?


Legenda Lagu Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Begini Lirik Lengkapnya

12 hari lalu

Komponis Ismail Marzuki. Wikipedia
Legenda Lagu Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Begini Lirik Lengkapnya

Ismail Marzuki menciptakan lagu tentang Hari Lebaran yang melegenda. Begini lirik dan profil pencipta lagu tentang Lebaran ini?


Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional

25 hari lalu

Usmar Ismail. Dok.Kemendikbud
Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional

Usmar Ismail dikenal sebagai bapak film nasional karena peran penting dalam perfilman Indonesia, Diberi gelar pahlawan nasional oleh Jokowi.


Jika Prabowo Jadi Presiden, Butet Kertaradjasa Cemas Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional

17 Februari 2024

Seniman monolog Butet Kartaredjasa menanggapi pelaporan dirinya ke polisi oleh relawan Presiden Jokowi. Tempo/Pribadi Wicaksono.
Jika Prabowo Jadi Presiden, Butet Kertaradjasa Cemas Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional

Seniman Butet Kertaradjasa cemas bila Prabowo Subianto menjadi presiden menghidupkan kembali Orde Baru


Anies Baswedan Sebut Nama John Lie Saat Bertemu Komunitas Indonesia Tionghoa, Siapa Dia?

4 Februari 2024

John Lie.
Anies Baswedan Sebut Nama John Lie Saat Bertemu Komunitas Indonesia Tionghoa, Siapa Dia?

Anies Baswedan menyebut nama John Lie saat acara Desak Anies bersama Komunitas Indonesia Tionghoa, di Glodok, Jakarta. Siapa John Lie?


Kisah Lafran Pane Pendiri HMI dalam Film Lafran Akan Tayang Februari 2024, Begini Perjuangannya

1 Desember 2023

Lafran Pane. wikipedia.com
Kisah Lafran Pane Pendiri HMI dalam Film Lafran Akan Tayang Februari 2024, Begini Perjuangannya

Lafran Pane merupakan pendiri organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Film Lafran tayang pada Februari 2024. Berikut biografinya.


Siapa Lafran Pane yang Kisah Hidupnya Ditampilkan dalam Film Lafran?

1 Desember 2023

Film Lafran. Facebook
Siapa Lafran Pane yang Kisah Hidupnya Ditampilkan dalam Film Lafran?

Film Lafran dibintangi Dimas Anggara sebagai Lafran Pane akan tayang pada Februari 2024. Siapa dia, apa hubungannya dengan HMI?


Profil Prof Mochtar Kusumaatmadja, Belum Juga Ditetapkan Jokowi sebagai Pahlawan Nasional

13 November 2023

Suasana Jalan Layang Prof Mochtar Kusumaatmadja di Bandung, Jawa Barat, Selasa, 1 Maret 2022. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Profil Prof Mochtar Kusumaatmadja, Belum Juga Ditetapkan Jokowi sebagai Pahlawan Nasional

Prof Mochtar Kusumaatmadja beberapa tahun terakhir diusulkan menjadi pahlawan nasional. Jasanya sangat besar sebagai konseptor Deklarasi Djuanda.


47 Pahlawan Nasional Ditetapkan Jokowi Sejak 2014, Termasuk Kakek Anies Baswedan hingga Ratu Kalinyamat

13 November 2023

Presiden Jokowi berjabat tangan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat pemberian gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 8 November 2018. Salah satu di antaranya adalah kakek dari Anies Baswedan, Abdurrahman Baswedan. TEMPO/Subekti.
47 Pahlawan Nasional Ditetapkan Jokowi Sejak 2014, Termasuk Kakek Anies Baswedan hingga Ratu Kalinyamat

Siapa saja pahlawan nasional yang ditetapkan pemerintah Jokowi sejak 2014? Berikut daftar 47 tokoh pahlawan nasional, termasuk kakek Anies Baswedan.


Pahlawan Nasional Ida Dewa Agung Jambe, Teladan Raja Klungkung Kobarkan Perang Puputan 1908

12 November 2023

Ida Dewa Agung Jambe merupakan Raja Klungkung kedua. Ia gugur saat melawan Belanda dalam perang puputan pada 28 April 1908. Peristiwa itu dikenang sebagai Hari Puputan Klungkung dan Hari Ulang Tahun Kota Semarapura, ibu kota Kabupaten Klungkung.  Foto: Istimewa
Pahlawan Nasional Ida Dewa Agung Jambe, Teladan Raja Klungkung Kobarkan Perang Puputan 1908

Raja Klungkung Ida Dewa Agung Jambe dari Bali dianugerahi gelar pahlawan nasional. Tak mau tunduk Belanda, ia kobarkan perang Puputan Klungkung 1908.