Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wakil Presiden

image-profil

image-gnews
Iklan

Seno Gumira Ajidarma,
Wartawan

Tiada rebutan putri seperti Minakjinggo dari Blambangan ingin mengawini Kencanawungu dari Majapahit, sebagai kata ganti aneksasi dalam historiografi politik masa kini, tetapi putri yang diidamkan dalam pertarungan kekuasaan jelas bisa diganti sebuah kursi-tentu saja kursi kekuasaan. Jadi, dalam dunia politik kontemporer, bila orang berbicara tentang siapa pendamping presiden, maksudnya bukanlah istri atau suaminya, melainkan wakilnya, yakni wakil presiden.

Sebagai ganti peran sang putri dalam historiografi tradisional, calon wakil presiden tidak melamar, melainkan dilamar. Konteksnya memang bukan siapa calon wakil presiden yang melamar atau diajukan, melainkan siapa calon presiden yang mencari pendamping. Dalam konteks ini terlihat pola: calon presiden melamar sang pendamping itu, agar dirinyalah yang terpilih sebagai presiden; calon presiden yang keliru memilih akan merasa dirugikan, karena gara-gara pendamping yang tak disukai, calon presiden paling potensial bisa batal untuk menang.

Adapun hal sebaliknya tidak akan terjadi: pendamping paling favorit sekalipun tidak akan bisa mengkatrol perolehan calon presiden yang memble. Namun tidak ada calon presiden akan merasa dirinya memble, semuanya "pe-de"! : Sehingga masalahnya tinggal pendamping, yang jangan sampai justru mengurangi suara, sebaliknya syukur-syukur menambah!

Maka, kiranya adalah calon presiden yang akan berburu calon pendampingnya, dan bukan sebaliknya-kecuali bahwa memang ada para mak comblang politik, para agen, kaum perantara yang akan menawar-nawarkan calon wakil presiden terbaik sebagai barang dagangan. Tentu saja dengan bayaran, yang adalah bayaran politik! Namanya juga partai politik, bukan?

Dapat dibayangkan, bagaimana seseorang yang layak calon wakil presiden tak hanya berkemungkinan dilamar oleh beberapa calon presiden, tapi juga dilamar oleh sejumlah partai untuk ditawarkan, alias dijual dan diperdagangkan sebagai calon wakil presiden. Adapun yang paling absurd dalam situasi ini: ketua partai mencalonkan dirinya sendiri!

Ini justru mengukuhkan, ternyata posisi wakil presiden, dengan citra "enggak ada apa-apanya" selama Orde Baru, karena memang dicapai tanpa perjuangan, ternyata kini menjadi posisi yang sexy. Pertama, karena memang dibutuhkan dalam pembergandaan citra bagi pihak calon presiden; kedua, karena bagi pihak mak comblang akan juga berarti terdapatnya suatu konsesi politik di baliknya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Inilah yang berada di balik posisi calon wakil presiden sekarang. Semasa Orde Baru, wakil presiden hanyalah bermakna "yang tidak mengancam"; sebaliknya, komposisi Gus Dur-Megawati adalah representasi perimbang-tarungan politik, kiranya masih demikian dalam komposisi Megawati-Hamzah Haz maupun komposisi SBY-Jusuf Kalla, meskipun saya kira komposisi SBY-Boediono lebih teracu pada langgam politik Orde Baru.

Perhatikanlah para wakil presiden yang dipilih Soeharto, lantas bacalah autobiografi Soeharto itu dan perhatikan komentarnya soal Adam Malik. Jelas Soeharto merasa kecewa terhadap Adam Malik, yang kira-kira disebutnya "masih seorang wartawan" dalam konotasi "lupa" bahwa dirinya itu wakil presiden, yang ketika ceplas-ceplos di depan pers jangan berbeda pendapat dong dengan sang presiden. Adapun wartawan yang dimaksud Soeharto tentulah bukan "wartawan" semasa Orde Baru, yang bukan hanya tak mungkin beropini terbuka, tapi juga tak mungkin beropini dengan pendapat berbeda dari presiden!

Ini juga berarti bahwa Habibie, yang sebagai presiden jelas punya pendapat sendiri tentang Timor Timur, dapat disebut melepaskan diri dari sindrom kewakilan Soeharto.

Ketika sebagai Gubernur Jakarta yang disebut Jokowi bisa menerima karakter seperti Ahok sebagai wakil gubernur, dapat dilihat bahwa wacana tentang posisi wakil dalam lembaga eksekutif sudah cukup berubah.

Betapa pun, para calon presiden yang sedang mencari-cari pasangan sebaiknya menonton serial televisi House of Cards yang diproduksi dan dibintangi oleh Kevin Spacey, bukan sekadar sebagai hiburan, tapi juga sebagai pelajaran politik.

Dalam serial televisi ini, Frank J. Underwood, anggota Kongres dari Partai Demokrat yang telah berjasa mengumpulkan suara bagi sang presiden, tetapi sakit hati karena imbalan jabatannya di Gedung Putih tak pantas, membalas dengan permainan politik paling mengerikan. Dengan taktik penuh tipu daya, yang patut dipelajari tetapi tidak untuk ditiru para politikus Indonesia, ia berhasil menempatkan dirinya dalam posisi wakil presiden. Ujung-ujungnya, ia menggantikan Presiden Amerika Serikat, yang telah dijebaknya ke dalam situasi tak teratasi, sehingga harus mengundurkan diri. Waspadalah! *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.