Denny Sakrie,
Pengamat Musik
Indonesia bukan negeri jazz, bahkan juga tak memiliki keterkaitan dengan akar jazz yang berkembang di Amerika Serikat. Tapi seorang anak lelaki Indonesia berusia 10 tahun mampu membuat sejumlah pemusik jazz dan penggemar musik ini terpukau dan melakukan standing ovation. Itulah peristiwa seusai Joey Alexander, pianis jazz kelahiran Bali, memainkan mahakarya jazz Round Midnight, yang ditulis pianis Thelonius Monk pada era 1940-an.
Semua mata yang berada di ruangan Frederick P. Rose Hall "The House Of Swing" yang berlokasi di Broadway 60th Street, New York, terarah ke Joey saat menjentikkan jari-jemarinya yang mungil di atas tuts grand piano dalam acara gala dinner yang digagas trumpetis jazz peraih sembilan Grammy Award, Wynton Marsalis, di Jazz At Lincoln Center pada 1 Mei lalu.
Acara bertajuk Love, Loss and Laughter: The Story of Jazz itu merupakan pergelaran tahunan dari Jazz At Lincoln Center yang digagas oleh Wynton Marsalis. Acara ini berbentuk musical review yang menampilkan karya-karya penting dalam sejarah musik jazz yang berkembang dari New Orleans dan menjalar ke New York hingga menyeruak dalam budaya global.
Joey Alexander diundang ke New York setelah Marsalis terpukau melihat permainan pianonya membawakan Round Midnight di kanal YouTube.
Marsalis terpana dengan interpretasi Joey yang belajar piano secara otodidak terhadap karya Monk yang telah dimainkan para pemusik jazz dari era ke era dalam berbagai versi.
Joey Alexander sendiri adalah satu-satunya pemusik yang datang dari luar Amerika Serikat. Musik jazz pada akhirnya menjadi musik global, bukan lagi musik ras seperti yang sering menjadi nukilan sejarah. Joey dari Indonesia justru memainkan musik jazz di negara tempat berkembangnya musik jazz, di hadapan para pemusik jazz dan penggemar musik jazz.
Sejumlah media, seperti Wall Street Journal, Down Beat Magazine, dan CBS News menulis serta meliput penampilan pianis Joey Alexander. Wall Street Journal menulis, hadirin tak henti-hentinya memperbincangkan penampilan Joey yang dianggap luar biasa.
Adapun Down Beat menulis: "Pianis muda berusia 10 tahun ini berhasil mencuri perhatian penonton. Bukan hanya penonton yang berdiri melakukan penghormatan pada Joey, tapi seluruh pendukung Jazz At Lincoln Center Orchestra." Ini sebuah momen yang membanggakan. Sambutan penonton jazz Amerika bukan hanya kebanggaan Joey Alexander, tapi juga telah menjadi kebanggaan kita orang Indonesia.
Bagi saya, ini merupakan momen tepat memperkenalkan Indonesia di mata dunia dalam bidang seni, terutama musik. Selama ini Indonesia hanya diwartakan dalam bingkai berita-berita seperti gonjang-ganjing politik yang tak tentu arah dan korupsi yang kian merajalela. Hal-hal yang terasa busuk seperti mendapat embusan cerah dan wangi lewat peristiwa budaya ini. Jika Presiden John F. Kennedy pernah berucap: "Kalau politik kotor, puisilah yang membersihkannya". Maka tak berlebihan jika saya menyebut: "Jika politik kotor, musiklah yang membersihkannya."