Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jahiliah Rasisme

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Azis Anwar Fachrudin, Santri di Jaringan GusDurian, Yogyakarta

Rasisme mulai mewarnai kampanye pilpres, terutama di jejaring sosial. Rasisme itu tidak hanya menyoal agama, tapi juga latar belakang keluarga (nasab). Yang memprihatinkan, sebagian dari kampanye rasis itu muncul dari mereka yang menisbahkan diri pada (organisasi) Islam.

Kepada mereka yang demikian, mari menengok kembali beberapa fragmen dalam sejarah Nabi (sirah nabawiyah).

Pertama, risalah Islam lahir sebagai, antara lain, antitesis era pra-Islam yang disebut "Jahiliah". Di antara ciri-ciri Jahiliah: fanatisme tribal ('ashabiyyah qabaliyyah). Gengsi suku, nasab, dan saudara-sedarah di atas segala. Di antara ungkapan yang menjadi peribahasa waktu itu:unshur akhaka zhaliman aw mazhluman(tolong saudaramu, baik ia yang berbuat zalim maupun dizalimi). Kebenaran, dalam dunia Jahiliah, bukan didasarkan pada keadilan dan moralitas, melainkan suku: "Benar atau salah, yang benar dan aku bela tetaplah anggota sukuku!" (Dalam konteks saat ini, "suku", dalam taraf tertentu, bisa dianalogikan dengan afiliasi politik)

Sejarah mencatat, terdapat sengketa cukup lama antara, misalnya, suku Quraisy versus suku Khuza'ah (di Mekah) dan suku Aus versus suku Khazraj (di Madinah). Sengketa itu pelan-pelan dikikis setelah Islam mereka terima. Islam mendasarkan persaudaraan (ukhuwah) pada iman, bahkan lebih luas lagi dalam level "negara" pada kontrak sosial Piagam Madinah, yang mengikat setara kepada segenap warga Madinah (muslim, Yahudi, dan sedikit penganut kepercayaan lain) untuk saling membela jika musuh dari luar menyerang.

Dalam Islam, kemuliaan tak lagi diukur dengan nasab, melainkan dengan ketakwaan dan moral. Sebagian orang yang masuk Islam mula-mula justru para budak, seperti Bilal dan Shuhaib. Narasi bangsawan musyrik Mekah lalu menyebut diri mereka kaum elite (mala') yang tak pantas mengikuti jalan para budak muslim yang-mereka sebut-kaum pandir (sufaha') itu.

Begitulah "pandangan dunia" Jahiliah. Maka, ketika ada muslim yang masih berpandangan bahwa seseorang benar semata karena ia dari ras A, dan seseorang salah semata karena ia dari ras B, hakikatnya muslim itu kembali ke alam Jahiliah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya hijrah ke Madinah, status mereka ialah para imigran (Muhajirin). Tapi kemudian Nabi menjadi pemimpin politik, "mengatasi" mereka yang pribumi.

Sejarah mencatat, perbedaan status ini sering dimanfaatkan oleh kaum munafik di Madinah, pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul. Sebagaimana direkam Al-Quran, narasi yang dikampanyekan kaum munafik itu: mestinya orang-orang pribumi-mulia (al-a'azz) tidak dikuasi oleh para imigran-hina (al-adzall). Kampanye itu ingin memecah-belah Madinah yang sebelumnya sudah bersatu (Muhajirin dan Anshar dipersaudarakan Nabi) dan sedang mempertahankan eksistensi politiknya.

Politik rasis-diskriminatif dengan narasi imigran-pribumi itu ialah manuver kaum munafik Madinah. Mestinya orang-orang Islam tak hendak mengulanginya, termasuk dalam kampanye menjelang pilpres kali ini.

Ketiga, satu dari tiga sikap Jahiliah yang dilarang Nabi, dan ini direkam dalam beberapa riwayat hadis sahih, ialah mencela nasab (at-tha'nu fil-ansab). Saya berharap para tokoh organisasi Islam yang berpengaruh di negeri ini masih menyadari sabda Nabi itu.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.