Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mempersoalkan hak azasi

Oleh

image-gnews
Iklan
PROF. Soepomo pastilah orang yang luhur. Ahli hukum yang mendapat gelar sarjana lengkapnya di Leiden di tahun 1927 ini luhur bukan karena bergelar "Raden" dan sekaligus "Doktor", tapi karena ia nampak selalu punya sangka baik, ketika orang lain tidak. Ia misalnya tak hendak mencaci-maki pemerintah kolonial Belanda. Ia jadi hakim di masa itu. Ia juga tak mencurigai pemerintahan Jepang. Ia bersedia jadi penasihat pada departemen kehakiman. Bukan karena Soepomo seorang oportunis. Ia bukan tipe pembangkang. Ia seorang priayi, kelahiran Sukoharjo, Surakarta. Seorang priayi punya sejarah lain yang tak dimiliki seorang petani desa, wong cilik itu. Sang priayi tak terbiasa mengalami pahitnya penindasan. Itu semua agaknya ada hubungannya dengan pandangan Soepomo tentang negara. Seperti ternyata dari pidato-pidatonya yang berpengaruh dalam sejumlah rapat menyusun konstitusi kita di pertengahan 1945, ia nampak yakin akan cita-citanya yang satu ini: untuk melihat kehidupan bernegara sebagai kehidupan suatu keluarga besar yang rukun. Cobalah kita baca catatan yang terkumpul dalam buku Muh. Yamin hampir seperempat abad yang lalu, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Di sana Soepomo nampak yakin, bahwa menurut "sifat tatanegara Indonesia asli," para pejabat negara adalah "pemimpin yang bersatujiwa dengan rakyat." Para pejabat negara, kata Prof. Soepomo, "senantiasa berwajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya." Soepomo tak membedakan, apakah persatuan jiwa antara rakyat dan pemimpin itu suatu kenyataan yang umumnya telah terjadi, ataukah cuma harapan dan basa-basi. Pokoknya: semangat gotong-royong, semangat kekeluargaan -- itulah Inti pandangannya. Karena itulah ia menolak dicantumkannya pasal tentang hak asasi manusia dan hak warganegara dalam rancangan konstitusi. Hal itu, bagi Soepomo, akan bertentangan dengan dasar kekeluargaan. Mempersoalkan hak adalah individualisme. Maka Prof. Soepomo pun, bertabrakan dengan Bung Hatta -- yang bukan priayi Jawa dan yang pernah ditangkap pemerintah Belanda. Bung Hatta, dalam diskusi persiapan konstitusi itu bertanya, bagaimana halnya kalau hak seseorang dilanggar oleh pemerintah. Tidakkah perlu hak itu dijamin dengan pasal-pasal yang jelas? Jawab Soepomo: pertanyaan semacam itu berdasar "atas kecurigaan terhadap negara." Dengan kata lain, "itu suatu pertanyaan yang individualistis." Sebab bagi Soepomo yang penting bukanlah bertanya soal hak. Melainkan soal kewajiban. Betapa luhurnya Prof. Soepomo dan cita-citanya. Tapi, serentak dengan itu, betapa perlunya pandangan itu diberi catatan tambahan. Memang kita layak gentar akan individualisme. Kita terbiasa hidup di sebuah masyarakat yang tak biasa dengan kaum entrepreneur yang suka bikin gelombang, seperti yang tumbuh di kelas menengah Eropa. Sejarah Barat maju, tapi memang bukan sejarah yang tenteram. Soepomo baik untuk mencari alternatif. Namun benarkah dugaan, bahwa dalam "tatanegara Indonesia asli" para penguasa adalah "pemimpin yang bersatu jiwa dengan rakyat"? DENGAI "bersatu jiwa" mungkin yang terjadi justru penyedotan jiwa habis-habisan. Sejarah Melayu dan Babad Tanah Jawi cuma sibuk dengan kisah para raja. Rakyat di sana-sini dikisahkan menderita, tapi tak pernah ditampilkan. Amangkurat I mengunci Mataram dengan kekuasaan yang mencengkam total. Ia pasti tak melihat rakyat sebagai "anggota keluarga". Mungkin Soepomo tak dengan baik membaca sejarah. Atau mungkin belum sempat. Ia bicara di pertengahan 1945. Ia masih memuji sifat totaliter Nazi Jerman dan Dai Nippon yang punya "Yang Maha Mulia Tennoo Heika" sebagai "pusat rokhani". Ia merasa Indonesia cocok dengan itu. Aneh memang. Tapi bukankah keluhuran pun punya keanehan dan kekhilafan sendiri?
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Warga Kota Isfahan Iran Tidak Dengar Apa pun soal Serangan Israel

4 menit lalu

Bendera Iran terlihat berkibar di atas sebuah jalan di Teheran, Iran, 1 Februari 2023. Majid Asgaripour/WANA (Kantor Berita Asia Barat) via REUTERS
Warga Kota Isfahan Iran Tidak Dengar Apa pun soal Serangan Israel

Warga di Kota Isfahan, Iran, mengatakan mereka tidak mendengar apa pun di tengah laporan serangan Israel ke daerah tersebut.


Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

5 menit lalu

Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2023. Bank Indonesia (BI) menyebutkan utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat dari 396,8 miliar dolar AS pada kuartal IV 2022 menjadi 404,9 miliar dolar AS pada Januari 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

BI mencatat jumlah utang luar negeri Indonesia jumlahnya naik 1,4 persen secara tahunan.


11 Rekomendasi Tas Tangan yang Cocok untuk Aktivitas Sehari-hari

5 menit lalu

Ilustrasi Tas Tangan. isitimewa
11 Rekomendasi Tas Tangan yang Cocok untuk Aktivitas Sehari-hari

Tas jinjing alias tas tangan sehari-hari ini membantu memenuhi kebutuhan penyimpanan saat bepergian.


Higgs Domino, Permainan yang Cocok untuk Pemula

7 menit lalu

Higgs Domino, Permainan yang Cocok untuk Pemula

Terdapat permainan lainnya seperti Ludo, Cangkulan, Kamar 5 Kartu, Kartu 41, Dam, Congklak, Puzzle, Jagoan Ayam, Susun Kata, hingga Wood Blast.


Penyelamatan Ernando Ari Gagalkan Tendangan Penalti Australia Jadi Momen Penting Kemenangan Timnas U-23 Indonesia

8 menit lalu

Kiper Timnas Indonesia U-23 Ernando Ari. Instagram
Penyelamatan Ernando Ari Gagalkan Tendangan Penalti Australia Jadi Momen Penting Kemenangan Timnas U-23 Indonesia

Pelatih Australia U-23 mengatakan jalannya laga akan berbeda jika kiper timnas U-23 Indonesia Ernando Ari tidak mampu menggagalkan penalti itu.


Vivo Y200i Muncul di Situs Operator China, Ini Spesifikasi yang Terungkap

12 menit lalu

vivo ekspansi bisnis ke 6 negara Eropa.
Vivo Y200i Muncul di Situs Operator China, Ini Spesifikasi yang Terungkap

Ponsel Vivo Y200i ditenagai chipset Snapdragon 4 Gen 2 yang merupakan peningkatan dari 4 Gen 1 pada Y200.


Guru Besar UI Sebut Putusan MK Jadi Ujian Indonesia sebagai Negara Hukum

13 menit lalu

Peneliti Pusat Studi Politik Hukum Kepemiluan dan Demokrasi atau PoshDem Universitas Andalas, Feri Amsari, bersama Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, dalam dalam Diskusi Media: Landmark Decision MK yang digelar MMD Initiative di Gado-Gado Boplo Cikini, Jumat, 19 April 2024. TEMPO/Defara
Guru Besar UI Sebut Putusan MK Jadi Ujian Indonesia sebagai Negara Hukum

Guru Besar Antropologi Hukum UI , Sulistyowati Irianto, mengatakan putusan MK soal sengketa pilpres 2024 akan menjadi landmark decision.


Pemilu India Dimulai, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga yang Bersejarah

16 menit lalu

Seorang pria memberikan suaranya di tempat pemungutan suara di desa Nongriat, selama tahap pertama pemilu, di Shillong di negara bagian Meghalaya, India, 19 April 2024. REUTERS/Adnan Abidi
Pemilu India Dimulai, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga yang Bersejarah

Jika menang, Narendra Modi akan menjadi perdana menteri kedua yang terpilih tiga kali berturut-turut, setelah Jawaharlal Nehru.


Ragam 'Sentilan' Pendukung Prabowo-Gibran Lewat Karangan Bunga di MK

18 menit lalu

Belasan karangan bunga dikirim ke Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pagi ini, 19 April 2024. Karangan bunga tersebut menyatakan dukungannya terhadap paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam sengketa hasil Pilpres yang tengah bergulir. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Ragam 'Sentilan' Pendukung Prabowo-Gibran Lewat Karangan Bunga di MK

H-3 putusan sidang sengketa pilpres, pendukung Prabowo-Gibran mengirim karangan bunga ke MK yang berisikan 'sentilan'.


Sidang Promosi Doktor Ignatius Haryanto, Teliti Transformasi Digital Kompas dan Tempo

21 menit lalu

Sidang promosi doktor Ignatius Haryanto Djoewanto atas disertasi berjudul Disrupsi Digital, Journalistic Field (Arena Jurnalistik), dan Transformative Capital Kompas dan Tempo (1995-2020), di FISIP UI, Jumat, 20 April 2024. TEMPO/Intan Setiawanty
Sidang Promosi Doktor Ignatius Haryanto, Teliti Transformasi Digital Kompas dan Tempo

Ignatius Haryanto berharap disertasinya ini dapat memberikan masukan kepada para jurnalis dan media.