Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Terlambat

image-profil

image-gnews
Iklan

Wahyu Dhyatmika
wahyu.dhyatmika@gmail.com

Mengapa orang Indonesia cenderung tak bisa tepat waktu? Mengapa kita kerap menganggap remeh keharusan untuk hadir pada suatu acara persis pada jam yang tertera dalam undangan sang tuan rumah? Kecuali untuk urusan yang teramat penting dan terkait dengan orang yang amat kita hargai-atau takuti-biasanya kita datang terlambat. Lima menit, sepuluh menit, bahkan sampai setengah jam.

Saya pernah mengundang seseorang untuk membicarakan sebuah proyek kerja sama yang teramat penting untuk lembaga kami. Saya harus menunggu sekitar 20 menit, sebelum batang hidungnya muncul dengan permintaan maaf panjang-lebar. Hujan deras, banjir, lalu macet: serangkaian alasan yang sudah amat biasa kita dengar sebagai biang kerok keterlambatan. Tapi, anehnya, saya memaafkan dia. Begitu saja, dengan ringan, dengan penuh pemakluman, maaf saya berikan.

Setelah itu, saya jadi berpikir. Mengapa kekesalan saya menguap dengan begitu cepat? Mengapa saya tidak murka sampai ke ubun-ubun karena dia tak berusaha lebih keras-tak berangkat lebih cepat, misalnya-untuk tepat waktu memenuhi undangan saya?

Jawaban untuk pertanyaan retorika itu menyambar cepat di dalam kepala saya: karena saya juga tak bisa memastikan saya akan selalu datang tepat waktu. Sesederhana itu. Bila saya berada di posisinya, belum tentu saya tidak terlambat. Karena itulah, saya memaafkan keterlambatannya karena saya yakin saya juga berpotensi terlambat bila harus datang ke kantornya.

Kalau begitu, ini seperti lingkaran setan. Sebuah keterlambatan jadi dimaklumi karena semua orang sadar mereka pun berpeluang tidak tepat waktu. Akhirnya, lambat-laun, keterlambatan diterima sebagai budaya, sebagai bagian dari kebiasaan kita.

Perhatikan surat undangan untuk acara apa pun di negeri ini: panitia pasti mencantumkan jam dimulainya acara lebih awal 30 menit sampai 1 jam. Soalnya, panitia yakin hadirin pasti datang terlambat sehingga acara pasti tertunda, setidaknya 30 menit. Akibatnya, mereka yang hadir persis pada jam yang diminta jadi kecele. Sementara mereka yang terlambat malah beruntung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kecenderungan ini amat mengganggu. Mengapa kita bisa menenggang rasa untuk jam karet? Mengapa kita permisif soal keterlambatan? Dalam rangka mencari jawaban, saya melakukan studi perbandingan dengan bertanya pada seorang kawan dari Jerman, sebuah negeri yang warganya dikenal disiplin dan amat tepat waktu. "Mengapa orang Jerman jarang terlambat? Apa rahasianya?" saya bertanya.

Jawabannya membuat saya tertohok. Dia bilang, orang Jerman menganggap terlambat adalah sebuah tindakan yang amat kasar dan tidak sopan. Jika Anda datang terlambat memenuhi sebuah janji, mau tak mau, Anda membuat seseorang atau beberapa orang menunggu. "Apa hubungannya menunggu dan sopan santun?" saya mengejar.

Menurut kawan saya: orang yang dipaksa menunggu hanya bisa berpangku tangan, tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak bisa mengerjakan sesuatu yang seharusnya dia kerjakan jika dia punya waktu. Dia tidak bisa menemui klien lain, atau pergi ke toko untuk membeli buku pesanan anaknya. Pendeknya, dia kehilangan sepotong waktu gara-gara menunggu Anda. "Dengan datang terlambat, Anda merampok sepotong waktu dari kehidupannya."

Saya terenyak. Ketika terlambat disamakan dengan sebuah pencurian, mendadak dia jadi punya makna baru. Tepat waktu bukan hanya soal disiplin semata, tapi juga soal menghargai orang lain. Kalau kita mengakui keberadaan orang lain dan mengapresiasinya sepenuh hati, maka datang terlambat sama saja dengan membuang relasi itu ke tempat sampah.

Dengan perspektif macam itu, mereka yang terlambat memang melakukan perbuatan tak sopan, yang tak bisa diampuni begitu mudah. Tak ada lagi maaf bagimu. *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

2 hari lalu

Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

Bamsoet mendukung rencana touring kebudayaan bertajuk "Borobudur to Berlin. Global Cultural Journey: Spreading Tolerance and Peace".


Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

6 hari lalu

Wan Chai, Hong Kong. Unsplash.com/Letian Zhang
Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni


Indonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya

41 hari lalu

 Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI Siti Nugraha Mauludiah (kedua dari kiri) dan Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia Ina Lepel (kedua dari kanan) menandatangani Pernyataan Kehendak Bersama tentang operasional Goethe-Institut di Indonesia di Goethe-Institut Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024. Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Dr Stefan Dreyer (kanan) dan Direktur Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI Ani Nigeriawati (kiri) menyaksikan penandatanganan ini. Sumber: dokumen Kedutaan Besar Jerman di Jakarta
Indonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya

Indonesia dan Jerman menandatangani Pernyataan Kehendak Bersama untuk meningkatkan dan mempromosikan hubungan budaya kedua negara.


3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta

48 hari lalu

Sejumlah warga mengikuti tradisi keramas bersama di bantaran Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Banten, Selasa, 21 Maret 2023. Tradisi keramas bersama tersebut sebagai simbol membersihkan diri menjelang Ramadan. ANTARA FOTO/Fauzan
3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta

Menjelang Ramadan, masyarakat di sejumlah daerah kerap melakukan berbagai tradisi unik.


Terkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir

5 Februari 2024

Terkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir

Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan kompak menyindir politisasi bantuan sosial atau Bansos di depan Prabowo Subianto dalam debat Capres terakhir.


Prabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN

5 Februari 2024

Prabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN

Segini besar anggaran dana abadi budaya yang sudah dikantongi Kementerian Keuangan sebelumnya.


Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

2 Februari 2024

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat mengikuti debat ketiga Calon Presiden 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, 7 January 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

Debat capres terakhir, 4 Februari 2024 salah satunya mengusung tema kebudayaan. Begini harapan budayawan, pekerja seni, dan sastrawan?


Anies Baswedan Janjikan Yogyakarta sebagai Kancah Baur Budaya dalam Desak Anies, Ini Artinya

24 Januari 2024

Gubernur DIY Sri Sultan HB X menemui capres 01 Anies Baswedan di Yogyakarta Rabu (24/1). Tempo/Pribadi Wicaksono
Anies Baswedan Janjikan Yogyakarta sebagai Kancah Baur Budaya dalam Desak Anies, Ini Artinya

Anies Baswedan janji kepada warga Desak Anies di Rocket Convention Hall, Sleman, Yogyakarta. Anies menjanjikan Yogyakarta menjadi Kancah Baur Budaya.


Mengenal Apa Itu Globalisasi, Penyebab, hingga Dampaknya

23 Januari 2024

Globalisasi adalah proses integrasi dan interaksi antar negara. Ketahui pengertian globalisasi, penyebab, hingga dampaknya di artikel ini. Foto: Canva
Mengenal Apa Itu Globalisasi, Penyebab, hingga Dampaknya

Globalisasi adalah proses integrasi dan interaksi antar negara. Ketahui pengertian globalisasi, penyebab, hingga dampaknya di artikel ini.


Indonesia Terpilih Jadi Ketua Pokja Budaya dan Pariwisata ASEAN Korea Centre

18 Januari 2024

Indonesia terpilih memimpin Kelompok Kerja Pariwisata dan Budaya ASEAN Korea Centre periode 2024. Sumber: dokumen KBRI Seoul
Indonesia Terpilih Jadi Ketua Pokja Budaya dan Pariwisata ASEAN Korea Centre

Indonesia terpilih untuk menjadi Ketua Pokja Budaya dan Pariwisata ASEAN Korea Centre dari 11 perwakilan negara anggota ASEAN di Seoul