Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kuasa Angka

image-profil

image-gnews
Iklan

M. Nafiul Haris,
Peneliti

Survei dan hasil hitung cepat belakangan menjadi bisnis yang tumbuh subur menjelang dan saat pemilu. Keduanya menjadi penentu kebijakan dan terkadang menentukan nasib seorang calon presiden ataupun badan legislatif. Tak ayal, meski dibutuhkan, survei dan hitung cepat kerap menjadi momok menakutkan bagi partai dan para kadernya.

Membandingkan budaya politik yang terbangun di Indonesia, di negara demokrasi mapan seperti Amerika Serikat, survei bukanlah tolok ukur utama dalam menentukan kebijakan. Survei yang dilakukan lebih bersifat kualitatif, bukan persentase elektabilitas. Warga Amerika lebih percaya issues, telaah kualitatif.

Dalam Pemilu 1955, ketika parpol masih berpanglimakan ideologi, kemampuan berpidato serta menyusun propaganda dan mesin politik mobilisasi sangat menentukan. Tapi ini zaman kapitalisme mutakhir. Jadi, urusan politik pun menjadi urusan angka-angka. Kenyataan politik telah direduksi menjadi statistik, angka-angka hasil survei, dan jajak pendapat. Persepsi politik rakyat cukup dipandang sebagai "indeks kepuasan dan ketidakpuasan publik". Preferensi politik rakyat dituntun bukan lagi dengan program perjuangan, melainkan oleh survei dan politik pencitraan. Jangan merasa heran, orang lebih percaya kepada seorang artis tampan ketimbang aktivis partai yang sudah puluhan tahun bekerja di lapangan politik.

Sikap merakyat seorang calon pemimpin, misalnya, digambarkan dengan kedatangan calon pemimpin tersebut ke perkampungan kumuh dan berbincang-bincang dengan rakyat setempat, seraya memobilisasi media massa agar bisa meliput aksinya. Mungkin ini yang disebut oleh Jean Baudrillard sebagai simulacra: tiruan, imitasi, tidak nyata, tidak sesungguhnya. Selain media massa, lembaga survei banyak memainkan peran dalam membentuk "politik penuh kedangkalan ini".

Hal itu berkontribusi merusak demokrasi. Pertama, kecenderungan survei semacam itu berfungsi untuk menggiring opini rakyat mengenai kandidat terkuat. Dengan begitu, calon pemilih mengambang-yang jumlahnya sangat besar-cenderung memilih kandidat yang terkuat. Kedua, survei tersebut terkadang bias dan tidak sesuai dengan kenyataan di tengah-tengah rakyat, bahkan bergerak atas sponsor atau kelompok kepentingan yang mendanai surveinya. Dalam banyak kasus, metode dan teknik survei bisa dimodifikasi sesuai dengan kepentingan lembaga survei.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga, pertanyaan dan kategori yang dipergunakan lembaga survei mengerdilkan aspirasi dan sikap politik rakyat yang sangat beragam. Survei kandidat, misalnya, terkadang mengunci pilihan rakyat pada figur-figur yang ada. Padahal, belum tentu mereka mencerminkan atau sesuai dengan figur yang diinginkan oleh rakyat.

Terakhir, kecenderungan memunculkan "sosok pemenang" sebelum pemilu sangat membuka peluang terjadinya kecurangan masif dalam pemilu. Dengan adanya nama pemenang sebelum pemilu, pemilih pun tidak akan terlalu mempersoalkan kenapa dan bagaimana ia bisa menang. Padahal, bisa saja si pemenang ala lembaga survei ini menggunakan kecurangan dan memanipulasi hasil pemilu.

Akibatnya, politik semakin jauh dari realitas. Realitas politik makin tergantikan oleh indeks, statistik, dan angka-angka. Akibatnya, kebiasaan membaca persentase ini membuat seorang pemimpin mengabaikan rakyatnya. Kalau indeks ketidakpuasan masih di bawah 50 persen, hal itu dianggapnya masih normal. Padahal, sebagai negara ber-Pancasila dan ber-UUD 1945, tak seorang pun warga negara yang boleh diabaikan di negeri ini.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.