Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Modernisasi

Oleh

image-gnews
Iklan
ADA satu kasus. Seorang kepala daerah mengeluh. "Saya sudah membangun jambanjamban untuk rakyat, tapi rakyat ternyata tak mempergunakannya," begitu ia berkata. Apa yang salah?, tanyanya kemudian, pelan-pelan. Yang salah jelas Bapak, jawab analisa A. Bapak membangun untuk rakyat, tapi berdasarkan konsepsi yang asing bagi rakyat. Bapak tidak menanyai terlebih dahulu benarkah rakyat memerlukan jamban itu. Bapak, dengan kesigapan seorang mertua yang mau menolong menantunya dari bahaya lontang-lantung, segera ambil keputusan untuk bangun ini dan bangun itu. Terang saja rakyat akhirnya bingung: buat siapa sih proyek ini? Buat kami atau buat ambisi pak kepala daerah? Atau malah buat pemborong? Ah, nanti dulu, jawab analisa B. Analisa anda kedengarannya populis, atau demokratis, tapi tunggu. Untuk terlebih dahulu menanyai rakyat tentang perkara jamban itu, kita harus ada cukup pegangan bahwa rakyat sendiri memang tahu betul yang mereka butuhkan. Coba. Apa gerangan jadinya bila setelah ditawari ternyata mereka minta gedung bioskop -- tempat nanti mereka menonton film-film tak bermutu? Rakyat tidak selamanya benar. Jangan terlalu romantis. Kita harus ikut mendidik. Di tahun 1921, Dr. W. Huender membuat satu survei tentang keadaan ekonomi rakyat Jawa dan Madura. Huender nampaknya tak cuma ingin berbicara tentang statistik. Ia menyalahkan anggapan -- yang berlaku selama 50 tahun sebelumnya -- bahwa pemerintah kolonial akan berhasil memperbaiki keadaan rakyat jajahan hanya lewat jalan perekonomian. Bagi Huender, dorongan utama orang Indonesia bukanlah motif ekonomi. Tugas pemerintah-lah "untuk mencoba mengubah mentalitas orang Timur itu." Salahkah Huender? Yang jelas, pendirian semacam itu biasanya tidak mengenakkan orang Timur. Ketika dalam Polemik Kebudaaan yang termashur di tahun 30-an S. Takdir Alisyahbana berseru agar kita menengok ke Barat (yang "materialistis" itu), reaksi pun menggeletar seperti geludug vulkanis. Tapi toh hampir separuh abad kemudian ada Dr. Kuntjaraningrat. Ia berbicara tentang rintangan mental dalam pembangunan. Ada Dr. Suparman. Ia tak putus-putusnya menyebarkan ajaran entrepeneurship -- dengan kisahkisah sukses mirip Horatio Alger di negeri sana. Tapi benarkah Huender? Ia memang tidak menganjurkan perubahan "mentalitas orang Timur" melalui paksa. Namun tidakkah ia sebenarnya sama saja dengan orang Barat lain -- yang punya semangat missioner yang mirip, dan tak jarang menimbulkan korban? Di Colombo, Sri Lanka, 15 Agustus 1979, Ivan Illich berbicara tentang The New Frontier for Arrogance Pastor ini mencatat, bahwa sejak berdirinya institusi Gereja sampai dengan kolonialisme, sejak kolonialisme sampai dengan masa modernisasi atau development, kini, Dunia Barat menganggap 'orang luar" sebagai "seseorang yang harus ditolong". Dengan kata lain, keunggulan Barat selalu dicoba dipertegas kembali. Di luar Gereja, orang bersifat "kafir". Di luar kekuasaan kolonial, orang adalah "inlander". Di luar negeri "maju", yang terhampar ialah masyarakat "terkebelakang". Tiap kali mereka harus diselamatkan. ***** Modernisasi memang menimbulkan banyak dilema, dan pengertian "rakyat" terkadang menyesatkan. Bahkan bagi partai semacam PKI. Partai ini memasang bendera populisnya antara lain dalam bentuk menulis "rakyat" dengan "R" tapi ia juga bicara soal modernisasi. "Kami adalah orang-orang yang memodernisasikan kehidupan di desa-desa," begitulah ucap Njoto di tahun 1965 kepada wartawan Trouw (Belanda) Huib Hendrikse. "Kamilah orang-orang yang memperkenalkan abad keduapuluh." Namun tak mudah untuk mewakili rakyat dan sekaligus untuk memodernisirnya. Kegagalan itukah agaknya yang menyebabkan akhirnya PKI tak bisa meniti buih di lautan dahsyat 1965?
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

17 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

22 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

22 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

55 hari lalu

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.