Kisah tragis Annisa Azwar mencerminkan buruknya persepsi publik terhadap layanan angkutan umum. Mahasiswi Universitas Indonesia ini nekat melompat dari angkutan kota alias angkot karena takut diculik. Ia akhirnya meninggal di rumah sakit. Tragedi seperti ini akan terus berulang jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak segera membenahi angkutan umum.
Polisi masih menyelidiki apakah korban benar-benar terancam suatu kejahatan atau sekadar panik. Yang pasti, pengemudi angkot U-10 yang ditumpangi Anissa bukanlah sopir tembak. Mahasiswi 20 tahun ini hendak menuju rumah tantenya di Pademangan, Jakarta Utara. Annisa, sebagai satu-satunya penumpang, mulai cemas ketika angkot itu berputar-putar dan melewati perkampungan dengan kencang.
Anissa sempat mengungkapkan rasa takut itu ke tantenya lewat telepon dan pesan pendek. Tak terlalu jelas penyebab sebenarnya sehingga ia akhirnya memutuskan melompat dari angkot. Tapi pengemudi angkot itu tak kabur, melainkan justru menolong Annisa dan membawanya ke rumah sakit.
Polisi mesti membongkar tuntas tragedi itu. Jika benar ada kejahatan yang mengancam Annisa, tentu tak cukup jika si pengemudi hanya dijerat dengan delik kelalaian. Tapi, apa pun hasil pengusutan, yang pasti pandangan Annisa terhadap angkot amat buruk. Ia merasa tidak aman dan akhirnya nekat. Persepsi ini juga dimiliki sebagian besar publik Jakarta, terutama kaum perempuan. Penyebabnya amat jelas: begitu sering terjadi kejahatan, dari pencopetan hingga pemerkosaan, di mobil angkutan.
Peristiwa penumpang yang nekat melompat dari angkot juga tak hanya sekali ini. Mahasiswi Institut Musik Indonesia pernah mengalami luka-luka setelah meloncat dari mikrolet pada Oktober 2011. Ia nekat lantaran ada penumpang yang akan memperkosanya. Sudah berulang kali pula pemerkosaan terjadi di angkot, bahkan hingga si korban dibunuh.
Tiada cara lain menghilangkan pandangan buruk itu kecuali membenahi angkutan umum, rencana yang sudah sering dilontarkan oleh Gubernur DKI Joko Widodo. Layanan dan keamanan angkutan umum, termasuk angkot, mesti ditingkatkan. Tak hanya meremajakan armada, pemerintah daerah mesti pula menertibkan sopir angkutan umum. Jika perlu, angkot juga mulai dikurangi di jalan-jalan utama, dan digantikan dengan bus.
Harus diakui, pembenahan itu tidak mudah karena sebagian besar angkutan umum di Jakarta dikuasai oleh swasta dan koperasi. Sopir angkutan umumnya mendapat komisi dari jumlah setoran dan bukan gaji tetap. Inilah yang membuat mereka sering tidak ramah, bahkan ugal-ugalan dalam mengemudi. Tapi pengawasan lebih ketat bisa dilakukan oleh pemerintah daerah lewat pemberian sanksi berat terhadap angkutan yang lalai menjaga keamanan bagi penumpang. Izin trayeknya bisa dicabut. Begitu pula izin mengemudi sopir yang terlibat kejahatan.
Buat meningkatkan keamanan di angkutan umum, pemerintah DKI juga bisa mengerahkan satuan polisi pamong praja atau minta bantuan polisi. Langkah nyata harus segera dilakukan Jokowi agar tragedi seperti Annisa tak terus berulang.