Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kerukunan Semu

image-profil

image-gnews
Iklan

Achmad Fauzi,
Aktivis Multikulturalisme

Mungkinkah kerukunan sejati antarumat beragama pada masa mendatang sekonyong-konyong bisa tercipta melalui peranti regulasi formal? Saya katakan, tidak! Sebab, muatan regulasi, entah berbentuk undang-undang maupun perda, berpotensi menciptakan sekat yang menghambat ruang interaksi kultural umat beragama. Alih-alih melahirkan suasana kerukunan yang berbasis kejujuran dan kesadaran sejati, kerangka filosofis dari istilah kerukunan justru semakin sumir karena masyarakat terfragmentasi oleh formalitas yang stagnan. Pola hubungan antarumat beragama hanya akan bersumbu pada pasal-pasal mati, bukan pada etika, ajaran, dan kearifan lokal.

Ini berarti kita sedang bicara kesadaran yang tumbuh. Sesuatu yang lebih sulit diciptakan daripada sekadar merumuskan draf hukum. Padahal, watak kerukunan yang lahir dari proses regulasi formal cenderung menghasilkan kesadaran koersif dan semu. Proses akomodasi kerukunan koersif dilaksanakan melalui beleid dengan kekuatan daya paksanya, sehingga salah satu pihak (baca: minoritas) yang berinteraksi berada dalam keadaan lemah dibanding pihak mayoritas.

Salah satu ancaman yang menghambat agenda kerukunan adalah soal regulasi pendirian rumah ibadah. Di banyak tempat, terdapat temuan belied pendirian tempat ibadah yang harus disetujui, salah satunya oleh pemuka agama setempat. Aturan ini menyulitkan kelompok minoritas karena pemberi stempel izin pendirian adalah tokoh agama mayoritas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, menciptakan kerukunan secara organik dalam aturan diskriminatif hanya akan melahirkan persoalan baru. Ruang masyarakat sipil untuk turut serta  membangun interaksi antarumat beragama semakin sempit, sehingga mereka kehilangan kapasitas yang dalam jangka panjang akan melemahkan tingkat keberdayaannya. Umat beragama juga semakin jauh dari spirit persatuan karena  terfragmentasi oleh batasan-batasan peraturan yang kaku. Karena itu, lebih baik negara memberikan mandat kepercayaan kepada para pemuka agama dan tokoh masyarakat untuk menggunakan kapasitasnya meretas budaya kerukunan yang berbasis pada kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini tergerus oleh mesin modernisasi perlu dihidupkan kembali dalam tata pergaulan masyarakat. Di Maluku, misalnya, ada budaya Pela Gandong.    

Tanpa aturan berkedok kerukunan pun secara kultural masyarakat bisa membangun titik temu sumbu-sumbu kesadaran bersama. Pemerintah cukup memberikan ruang ekspresi kepada entitas masyarakat sipil untuk membangun secara otonom kehidupan umat beragama yang lebih baik dan harmonis.

Pemerintah juga sebaiknya berfokus memberikan jaminan ketenangan dan keamanan kepada warganya dalam menjalankan ibadah. Akar intoleransi di Indonesia sejatinya tumbuh dalam situasi penegakan hukum yang lemah. Praktek kekerasan dengan modus operandi yang berbeda-beda terus membuka ruang baru karena terjadi pembiaran negara. Akibatnya, jaminan keamanan ruang publik dan hak privat warga negara berada dalam situasi rentan. Seandainya organ negara yang memiliki otoritas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat berfungsi maksimal, sungguhpun potensi alamiah naluri tribalisme dimiliki setiap orang, kecenderungan untuk berbuat kecamuk bisa dikendalikan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

18 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.


Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

35 hari lalu

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbicara dalam Sidang ke-55 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Senin 26 Februari 2024. ANTARA/HO-akun X @Menlu_RI
Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.


Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Suasana Terowongan Silaturahim yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral, Senin, 25 Oktober 2021. Terowongan yang dibangun dengan panjang tunnel 28,3 meter, tinggi 3 meter, lebar 4,1 meter dengan total luas terowongan area tunnel 136 m2 dengan total luas shelter dan tunnel 226 m2 menelan dana sebesar Rp 37,3 miliar. TEMPO/Syara Putri
Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.


Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Wali Kota Tangerang Selatan bersama Pangdam Jaya Mayjen TNI Mohamad Hasan meresmikan dua Markas Koramil, Selasa 30 Mei 2023. Foto TEMPO/Muhammad Iqbal
Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.


Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.


Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

1 April 2023

Menikmati pemandangan indah di pinggir danau venue dayung, Jakabaring Sport City. Disini pengunjung dapat pula olahraga jogging sore sembari ngabuburit. TEMPO/Parliza Hendrawan
Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.


Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

16 Februari 2023

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berfoto bersama dengan pengurus BEM PTNU Se-Nusantara di Jakarta, Rabu (15/2/23).
Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.


Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

2 Februari 2023

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.


Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

16 November 2022

Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum menghadiri Pengukuhan Pengurus Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu, (16/11).
Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.


Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

28 Oktober 2022

Sejarah Pertama di SMAK St. Fransiskus, Siswi Muslim Menjadi Ketua OSIS. Instagram/smakstfransiskusrutengntt
Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

Aprilia Inka Prasasti terpilih sebagai ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng Nusa Tenggara Timur.