Tak sepantasnya politikus menekan Komisi Pemberantasan Korupsi yang sedang membongkar skandal impor daging sapi. Siapa pun yang mengetahui atau terlibat dalam urusan ini mesti diperiksa. Tidak ada alasan pula mengistimewakan Menteri Pertanian Suswono yang jelas berada di tengah pusaran impor daging.
Suswono akhirnya memang memenuhi panggilan KPK kemarin. Tapi keberatan atas pemeriksaan ini sempat disampaikan oleh politikus Partai Keadilan Sejahtera. Pemanggilan Pak Menteri sebagai saksi dianggap berlebihan. Kritik seperti inilah yang justru tak masuk akal karena semua orang sama kedudukannya di muka hukum.
Keterangan Suswono amat diperlukan untuk memperjelas peran para tersangka kasus impor daging. Mereka antara lain mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dan rekannya, Ahmad Fathanah, yang telah ditahan KPK. Fathanah ditangkap basah karena menerima duit Rp 1 miliar dari bos PT Indoguna-perusahaan importir daging sapi. Uang pelicin diduga akan diberikan kepada Luthfi Hasan.
Orang tentu bertanya-tanya, apa kaitan petinggi PKS tersebut dengan impor daging? Benar, saat itu Luthfi merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi ia duduk di Komisi VIII, yang tak ada sangkut-pautnya dengan Kementerian Pertanian, instansi yang mengelola impor daging.
Itulah pentingnya memeriksa Suswono, yang juga kader PKS. Jangan-jangan, aliran duit ke Luthfi berkaitan pula dengan penyalahgunaan wewenang yang mungkin dilakukan oleh Menteri Pertanian atau anak buahnya. Apalagi dikabarkan bahwa KPK memiliki rekaman percakapan antara Suswono dan Luthfi pada hari ketika Fathanah ditangkap. Sebulan sebelumnya, Sang Menteri juga bertemu dengan kalangan importir daging, termasuk PT Indoguna, di Medan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, impor daging memang menjadi urusan Menteri Pertanian. Diatur dalam Pasal 36, impor ternak atau produk ternak bisa dilakukan jika kebutuhan di dalam negeri tak mencukupi. Nah, ketentuan ini diatur lebih lanjut lewat Peraturan Menteri Pertanian.
Boleh saja Suswono berdalih bahwa penentuan kuota impor daging dibicarakan bersama menteri lain. Masalahnya, kemungkinan penyelewengan bukan terjadi saat penentuan total kuota, melainkan ketika membagi kuota itu kepada para importir. Pembagian jatah buat importir ini jelas dilakukan oleh Kementerian Pertanian melalui penerbitan Rekomendasi Persetujuan Pemasukan (RPP).
Surat izin impor hanya bisa dikeluarkan Kementerian Perdagangan setelah importir menyerahkan RPP. Di dalam surat rekomendasi itu sudah ditetapkan secara terperinci, dari jumlah daging hingga waktu impor. Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2011 bahkan ditegaskan bahwa RPP diterbitkan oleh Dirjen Peternakan atas nama Menteri Pertanian dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian.
Itu sebabnya Suswono layak diperiksa. Sudah lama pula orang mengeluhkan tingginya harga daging, yang boleh jadi akibat permainan kalangan importir rekanan Kementerian Pertanian. Publik justru akan mempertanyakan bila KPK tidak mengusut Menteri Pertanian.