Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berbicara Tentang Generasi

Oleh

image-gnews
Iklan
LIHATLAH pohon-pohon. Mereka bercerita tentang generasi. Bahkan Homerus, penyair Yunani Kuno itu, dalam buku ke-VI cerita besar Iliad beratus-ratus tahun yang silam sudah bisa memetik amsal dari padanya: Sebagaimana generasi daun-daun, begitulah generasi manusia suatu ketika angin mengguncang daunan hingga rontok ke tanah, tapi kemudian hutan yang rimbun melahirkan, dan musim semi hadir. Begitulah generasi manusia, yang berganti-ganti datang dan pergi. Tapi Homerus hanya melihat daun. Padahal pohon selalu punya dua cerita-cerita daun dan cerita kulit. Kita, dari jauh, sering terpesona akan tamasya yang hijau dan rimbun, yang di negeri empat musim, bisa demikian mengasyikkan perubahannya. Suatu ketika merah dan kuning menumpuk. Suatu ketika segalanya runtuh. Suatu saat lain pupus terbit, dan burung menjemputnya kembali. Mungkin karena itu kita melupakan kulit, yang dengan kasar menutupi tubuh pepohonan. Lihatlah dari dekat. Rasanya ada cerita lain: bukan cerita perubahan, tapi cerita sesuatu yang menetap. Bahkan sesuatu yang bertimbun bersama waktu--satu jejak sejarah. Kadang ada tulisan ditorehkan dengan pisau ke sana. Kita tak selalu tahu apa: tapi yang jelas, itu pun sebuah percobaan untuk membikin kekal suatu peristiwa, biasanya indah, tapi sekaligus mungkin tak begitu penting. Pohon-pohon selalu punya dua cerita, cerita daun dan cerita kulit. Jika terlalu lama kita simak daun-daun, dan hanya teringat akan perubahan generasi ke generasi, ada baiknya kita saksikan kulit yang setidaknya memberikan ilusi tentang sesuatu yang permanen. Orang tua mati dan orang muda muncul, tapi barangkali tak segala hal menjadi baru. Mengapa kita harus tenggelam terus dalam pembedaan dan dikhotomi "baru" dan "lama" hanya karena sejumlah orang jadi tua dan meninggal dan sejumlah orang lahir dan jadi dewasa? CERITA seperti Ramayana dan Mahabarata yang kita kenal bukanlah cerita tentang suatu generasi baru dan generasi lama sebagai satuan yang saling terpisah. Bahkan dalam kedua cerita itu, terutama jika kita kenang kisah Pandawa Lima, yang pokok hanyalah satu generasi. Pada akhirnya semua anak para Pandawa gugur dalam perang. Dan sebelumnya tentu kakek mereka sudah pada almarhum. Tetapi toh kita berbicara tentang generasi lama dan baru, seperti Homerus dalam Iliad. Kita berbicara tentang pemuda. Barangkali karena hidup bukanlah cerita wayang: sesuatu yang bisa kita selesaikan sebelum siang hari Dengan kata lain, barangkali karena ternyata kita bukan para Pandawa. Anak kita tak mati. Justru kita yang berangkat mati. Dan juga karena peristiwa di tahun 1928, lalu revolusi di tahun 1945, kemudian perubahan besar di tahun 1965, tiba-tiba menunjukkan bahwa anak-anak itu bisa menutup suatu zaman, seperti merobek kalender. Lalu kita pun berbicara tentang generasi, tentang "angkatan". Yang menarik ialah bahwa pada dasarnya suatu "angkatan" merupakan suatu antithesis. Kata ini bagaimana pun lebih militan ketimbang "generasi". Dan jika kita berbicara tentang "angkatan" dalam sejarah kita, secara tersirat kita sebenarnya berbicara juga tentang sesuatu yang ditolak, didobrak, dijebol. Mungkin tak selamanya jelas, namun pasti masih lebih jelas dari apa yang tidak ditolak dan apa yang diharapkan. Suka atau tak suka kita kini, dengan demikian kita sebenarnya membayangkan sejarah kita sehagai berbagai peristiwa kontradiksi, malahan konflik. Antithesis lebih menojol daripada thesis. Dan karena "angkatan" kita samakan dengan "generasi", melalui suatu proses yang tak kita sadari, diam-diam kita pun membentuk konsep si sejarah yang mirip cerita Oedipus. Cerita Oedipus itu boleh ditafsirkan sebagaimana ditafsirkan oleh Freud: pemberontakan, bahkan pembinasaan sang ayah oleh sang putra. Tapi cerita Oedipus juga bisa diperpanjang, sesuai dengan naskah pujangganya, Sophocles: Oedipus bukan sebgai anak, tapi sebagai bapak. Di sana ia ditinggalkan para putranya, dan dalam keadaan buta mengutuki mereka. Semuanya adalah tragedi.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kampanye Kejayaan Soeharto, Pengamat: Sulit buat Dulang Suara  

13 Maret 2017

TEMPO/ Santirta M
Kampanye Kejayaan Soeharto, Pengamat: Sulit buat Dulang Suara  

Pengamat yang juga peneliti CSIS mengatakan nostalgia terhadap kejayaan Soeharto tak akan bisa digunakan untuk mendulang suara dalam pemilu.


Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Luhut: Lihat Peran Sejarah  

20 Mei 2016

Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan, saat coffee morning dengan sejumlah wartawan di kantor Menkopolhukam, Jakarta, 21 April 2016. Luhut menyampaikan harapannya agar Indonesia jangan mau didikte negara asing. TEMPO/Aditia Noviansyah
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Luhut: Lihat Peran Sejarah  

"Soeharto kan punya peran dalam sejarah pembangunan. Kalau diberikan gelar pahlawan ya kita hargai," ujar Luhut Binsar Pandjaitan.


Tiga Tahun Pak Harto Mangkat, Rumah Cendana Sepi

27 Januari 2011

Tiga Tahun Pak Harto Mangkat, Rumah Cendana Sepi

Rumah di Jalan Cendana yang ditinggali Pak Harto semasa hidupnya ini, memang sejak lama tidak pernah dijenguk oleh kerabat.


Kecewa Majelis Hakim, Korban Stigma PKI Lapor ke MA

20 Juli 2005

Kecewa Majelis Hakim, Korban Stigma PKI Lapor ke MA

Ratusan orang mantan napol/tapol korban stigma Gerakan 30 September- Partai Komunis Indonesia (PKI) Rabu siang (20/7), melapor ke Mahkamah Agung (MA). Mereka merasa dikecewakan oleh penundaan sepihak oleh Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


Fuad Bawawier Ditolak PAN Boyolali

26 Desember 2004

Fuad Bawawier Ditolak PAN Boyolali

Fuad Bawazier kandidat ketua Partai Amanat Nasional (PAN) ditolak DPD Boyolali. Citra pribadi Fuad dianggap kurang bagus bagi PAN.


Jusuf Kalla: Naskah Asli Super Semar Ada di Soeharto

9 September 2004

Jusuf Kalla: Naskah Asli Super Semar Ada di Soeharto

Masih banyak dokumen penting yang disimpan M Jusuf.


Soebandrio Tutup Usia

3 Juli 2004

Soebandrio Tutup Usia

Bekas Wakil Perdana Menteri I/Menteri Luar Negeri era Orde Lama, Soebandrio meninggal dunia, Sabtu (3/7) dinihari di usia 90 tahun.


Kontras Minta Tri Sutrisno Dijadikan Tersangka

3 Maret 2004

Kontras Minta Tri Sutrisno Dijadikan Tersangka

Menurut Kontras, berdasarkan keterangannya di persidangan dan bukti garis komando ketika peristiwa Tanjung Priok terjadi, hakim dan jaksa bisa menjadikan Tri Sutrisno sebagai tersangka.


1955

23 Maret 1999

1955


Mitterrand

23 November 1985

Mitterrand

Presiden prancis, Francois Mitterrand, menyebut nama Soeharto dalam catatan hariannya. Mitterrand lebih banyak berbicara soal kemerdekaan & hati nurani. (ctp)