Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Petani Jawa Yang Menyedihkan

Oleh

image-gnews
Iklan
"Semoga Tuhan menyelamatkan kita dari pemberontakan baru." KALIMAT itu menutup sebuah surat bertanggal 16 September 1831. Pengirimnya dari Jawa. Penerimanya di Negeri Belanda. Di kedua tempat yang sangat berjauhan itu, orang baru saja selesai menyaksikan pemberontakan Diponegoro yang dahsyat .... Siapa penulis surat itu dirahasiakan. Yang pasti, ia seorang Belanda penting di tanah jajahan, yang ingin menumpahkan keluhannya kepada temannya, mungkin seorang yang berpengaruh di dekat pusat kekuasaan di Den Haag. Hampir 100% isi surat itu adalah cercaan kepada Sistem Tanam Paksa di Pulau Jawa -- dan kepada tokoh besar yang menerapkan sistem itu, Gubernur-Jenderal J. van den Bosch. "Belum pernah sebelumnya di Jawa berkuasa seorang despot yang sekeras-kepala dan mau menang sendiri seperti J. van den Bosch," sembur surat itu. Van den Bosch mungkin bukan tiran terbengis dalam sejarah Jawa, tapi pasti ia orang yang percaya bahwa orang Jawa goblok dan bahwa Sistem Tanam Paksa adalah jalan yang baik. Van den Bosch mungkin bukan Iblis, tapi pasti bahwa sistem yang dilaksanakannya dengan gemuruh itu telah banyak menimbulkan kesengsaraan. Tentu, bukan maksud van den Bosch untuk membuat rakyat Jawa sengsara. Ia bahkan bicara bersedia berkorban untuk membahagiakan mereka. Ia hanya tak setuju dengan "impian filantropik" yang ingin membahagiakan orang Jawa dengan cara memberi rakyat berkulit coklat itu hak asasi yang aneh-aneh bagi mereka sendiri. Bahwa kemudian ada ekses .... "Memang pedih untuk mengakui, bahwa keadaan rakyat Jawa sedemikian mengejutkan." Itu adalah sepotong kalimat yang ditulis oleh L. Vitalis, seorang bekas inspektur Tanam Paksa, di tahun 1851 --dengan ilustrasi yang memang muram: laporannya dari awal 1835 dari daerah Priangan. Di sanalah mayat petani bergelimpangan karena capek dan lapar, disepanjang jalan antara Tasikmalaya dan Garut, Arjawinangun dan Galo. Dan bila mereka dibiarkan saja, tak dikuburkan, itu karena alasan Bupati yang kalem: "Di waktu malam, harimau akan menyeret mereka." Bersama dengan itu, sistem van den Bosch menyeret pertanian Jawa ke dalam suatu impasse. Sejak inilah apa yang terkenal sebagai "involusi pertanian" sesedikit demi sedikit mengakar di Jawa. Ahli anthropologi Clifford Geertz telah melukiskan keadaan itu dan kata "involusi" telah jadi buah bibir di kalangan ahli ilmu sosial Indonesia, namun barangkali ada gunanya melihat kembali cirinya. Inti dari kebuntuan itu adalah kemiskinan, yang dibagi-bagi. Hidup bersama diatur ke dalam suatu harmoni di permukaan, ketika penduduk kian bertambah dan tanah yang jadi keropos itu kian menyempit. Risiko dihindari, konflik ditelan, karena dalam etika hidup yang pas-pasan itu (seorang penulis menyebutnya sebagai "subsislence ethic") satu langkah yang salah bisa menenggelamkan habis. "Semoga Tuhan menyelamatkan kita dari pemberontakan baru," tulis seorang Belanda di tanah jajahan tahun l831 Tapi bahkan pemberontakan pun tak bisa mengguncang, sebab tenaga terbatas, tujuan terlalu bersahaja, sementara bahaya demikian besar hingga pak tani harus sekaligus menangis seraya bermimpi. Ahli sejarah Sartono Kartodirdjo dengan sangat bagus telah melukiskan pergolakan-pergolakan petani di Jawa itu: teruncam dari tanah, mereka angkat senjata, kemudian kalah, mati, sementara Ratu Adil tak kunjung tiba. Bahkan PKI pun, di tahun 1948 dan 1965, gagal. Tak cukup kekuatan terbina di sela-sela pematang dan padi. Tapi yang tak bersuara bukanlah berarti orang yang mati. Atau yang tak berubah. Terutama bila kemiskinan, yang dulu dibagi, sekarang hanya dijejalkan kepada yang terlemah, dan desa-desa tak bisa lagi menampung, dan kota jadi sumpek "Saya sadar saya telah bersikap pahit," tulis Multatuli. Tapi bisakah ia sebaliknya?
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

8 hari lalu

Warga melihat kondisi bangunan yang terseret banjir lahar dingin di Nagari Bukik Batabuah, Agam, Sumatera Barat, Sabtu, 6 April 2024. Data Nagari Bukik Batabuah menyebutkan  banjir lahar dingin  yang terjadi pada Jumat (5/4) itu menerjang 17 unit mobil dan sejumlah motor dan 40 rumah, tiga di antaranya rusak berat, serta areal pesawahan dan memutus sementara jalan alternatif mudik Pekanbaru - Padang.   ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat telah merusak hingga ribuan hektare lahan pertanian di sekitar wilayah tersebut.


Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

20 hari lalu

Pemandangan sawah teras siring di Jatipurno Wonogiri. Maps.Google/Novi Ardianto
Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

Google berupaya untuk mengimplementasikan teknologi Google AI AnthroKrishi ini untuk skala global, termasuk Indonesia.


Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

23 hari lalu

Presiden RI Jokowi (tengah mimbar) didampingi Menteri Pertanian, Bupati Sigi dan Gubernur Sulawesi Tengah meresmikan rehabilitasi dan rekonstruksi Bendung D.I Gumbasa dengan membunyikan sirene secara bersama-sama. (ANTARA/Moh Salam)
Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

Jokowi pada hari ini meresmikan bendungan dan daerah irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi, Sulteng yang telah direhabilitasi dan direkonstruksi.


Guru Besar Unpad Ajarkan Empat Metode Pemberantasan Gulma Tani, Mana yang Paling Efektif?

23 hari lalu

Petani memanen padi di Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis 7 Maret 2024. Sekitar 20 hektare lahan pertanian di kawasan itu terdampak banjir akibat tanggul waduk jebol. ANTARA FOTO/Muhammad Mada
Guru Besar Unpad Ajarkan Empat Metode Pemberantasan Gulma Tani, Mana yang Paling Efektif?

Guru Besar Unpad memaparkan sejumlah metode pemberantasan gulma di lahan tani. Pemakaian hebrisida efektif, namun berisiko.


Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

31 hari lalu

Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

Kukar merupakan daerah lumbung pangan bagi Provinsi Kalimantan Timur


Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

35 hari lalu

Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

Program pengairan dan alsintan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kukar.


Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

44 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

Isu soal pertanian dan subsidi perikanan belum disetujui dalam KTM13 WTO di Abu Dhabi lalu. Meski demikian, sudah disetujui sekitar 80 member WTO.


Studi Demokrasi Rakyat Lapor ke KPK soal Korupsi Dana Hibah Pertanian yang Diduga Libatkan Anggota DPR

55 hari lalu

Logo KPK. Dok Tempo
Studi Demokrasi Rakyat Lapor ke KPK soal Korupsi Dana Hibah Pertanian yang Diduga Libatkan Anggota DPR

Pelaporan ke KPK terkait dugaan korupsi pemotongan dana bantuan hibah pertanian yang berasal dari Dana Aspirasi DPR yang mencapai Rp 2 miliar.


Menteri Hadi Tjahjanto Serahkan Sertifikat Hasil Program Konsolidasi Tanah Non Pertanian

17 Februari 2024

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN Hadi Tjahjanto (keenam kiri) berdialog dengan warga saat menyerahkan sertifikat tanah di Desa Muktisari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kamis 12 Oktober 2023. Sebanyak 405 sertifikat tanah dibagikan kepada warga secara gratis pada proses redistribusi tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Maloya yang telah ditetapkan menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Menteri Hadi Tjahjanto Serahkan Sertifikat Hasil Program Konsolidasi Tanah Non Pertanian

Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto menyerahkan 205 sertifikat tanah hasil program Konsolidasi Tanah Non Pertanian.


Beras Langka, Mengapa Pegiat Lingkungan Menilai Ada Masalah Tata Kelola Lahan Pertanian?

15 Februari 2024

Pemandangan sawah daerah Rorotan di tengah ibu kota, Jakarta, Rabu, 1 November 2023.  Lahan tersebut merupakan lahan beberapa perusahaan salah satunya yaitu PT. NUSA Kirana. RE dan beberapa lahan milik warga setempat. TEMPO/Magang/Joseph.
Beras Langka, Mengapa Pegiat Lingkungan Menilai Ada Masalah Tata Kelola Lahan Pertanian?

Seretnya produksi beras diduga akibat kebijakan regulator yang condong mengutamakan ekstensifikasi lahan pertanian, misalnya food estate.