Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Janda

image-profil

image-gnews
Iklan

Purnawan Andra,
Penulis

Beberapa waktu lalu, Komunitas Janda Indonesia (Kojaindo) mendeklarasikan dukungan untuk calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla di Bandung (4 Juni 2014). Harapannya, jika terpilih, keduanya dapat lebih memperhatikan dan memperjuangkan kaum perempuan, terutama para janda yang berjuang sendiri tanpa ada dukungan suami. Komunitas ini juga bermaksud menghilangkan konotasi janda yang selama ini dinilai negatif (Liputan6.com).

Menarik mencermati penyebutan janda dalam niatan ini dalam hajatan politik bangsa nanti. Apakah kumpulan janda tersebut akan menjadi suatu kekuatan politik yang menambah suara bagi kubu calonnya?

Penyebutan janda menjadi wacana yang mengusik perhatian. Janda adalah status perempuan yang sudah tidak bersuami, entah karena perceraian atau kematian suami. Status ini kerap menciptakan persepsi dan tendensi tertentu dalam konstruksi sosial masyarakat. Muncul pelbagai idiom lanjutan yang mengandung bermacam maksud definitif terkait dengan status janda, seperti janda kembang, janda muda, atau randa kempling.

Bandung Mawardi (2009) mensinyalir selama ini sebutan janda "difasilitasi" di acara-acara gosip. Acara infotainmen menjadi rumus mujarab untuk menciptakan isu mengenai para artis yang menjanda, akan menjadi janda ataupun tidak lagi menjanda. Perceraian para artis menjadi isu penting, dan para pelakunya dikenai sebutan janda dalam berbagai nada persepsi: ada yang sumbang, simpati, sedih, atau menghujat. Publik terlibat secara emosional terhadap para artis yang menjanda. Infotainmen juga menampilkan efek janda bagi para artis. Ada yang tampak lega dan memancarkan spirit untuk menata hidup tanpa suami. Ada yang tampak memelas dengan konstruksi diri sebagai korban atau pihak terkalahkan. Media mengolah wacana janda menjadi lakon menggemaskan dan mengenaskan. Pengarahan pada tendensi-tendensi tertentu menjadi permainan otoritas untuk membuat publik mendukung. Wacana tentang janda di(re)produksi dalam sistem pemaknaan kontemporer.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejak awal, identitas perempuan memang selalu terbelah. Rohima (2010) menjelaskan bahwa lingkungan telah memilihkan nama untuk perempuan. Ketika pulang ke rumah, perempuan telah menjadi ibunya si A, B, C, sampai Z anak-anaknya. Di lingkungan terdekat rumahnya pun, perempuan akan lebih dikenal sebagai bu Nama Suaminya, bukan bu Namanya Sendiri. Perempuan tidak ikut menamai diri sendiri di dalam pertumbuhan dan perkembangan kehidupannya, serta tidak menamai dunia di sekitarnya.

Perempuan harus menegosiasikan kuasa masyarakat yang didasarkan pada agama, pasar, dan politik. Perempuan di Indonesia ditarik dalam dua arah: di satu sisi mereka ditarik pada peranan yang diterapkan kepada mereka oleh lingkungan sosial, keluarga, biologi (peran yang digariskan sebagai ibu dan istri), dan seksualitasnya (kekuatan mereka untuk menggoda laki-laki), termasuk peranan perempuan sebagai pelestari tradisi, moralitas, dan identitas nasional. Di sisi lain, mereka ditarik meneruskan kehidupan kreatif pribadinya (Lindsay, 2009: 15).

Wacana mengenai perempuan (apalagi janda) direproduksi dalam pelbagai konteks, tanpa batas. Masyarakat perlu memaknai ulang wacana janda secara lebih proporsional, kontekstual, dan tidak reaksioner. Peranan perempuan perlu direpresentasikan sebagai ruang pembacaan yang lebih kritis tentang dinamika sosial, modernitas, dan identitas Indonesia itu sendiri. *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.