Rupanya, sulit menyadarkan orang akan prinsip berinvestasi: tak ada untung besar tanpa risiko yang juga besar. Nasabah PT Golden Traders Indonesia Syariah tidak akan gampang terkecoh andaikata mengutamakan patokan itu. Embel-embel syariah, bahkan keterlibatan Majelis Ulama Indonesia dalam bisnis ini, tak bisa menyingkirkan risiko untuk ditipu.
Lihatlah betapa gombal janji PT Golden Traders. Nasabah diiming-imingi keuntungan 1,5-5,4 persen per bulan, tergantung jenis investasi di perusahaan yang mulanya berjual-beli emas itu. Orang yang berpikiran jernih tentu tak percaya ada bisnis yang bisa menghasilkan untung sebesar itu.
Ada banyak kasus yang semestinya membuka mata siapa pun yang ingin berinvestasi. Barangkali masih bisa diingat pada 2002 ada PT Qurnia Subur Alam Raya, yang menghebohkan karena berhasil menghimpun hampir Rp 500 miliar dan menyeret-nyeret sejumlah petinggi negara. Lalu, PT Wahana Bersama Globalindo, yang menilap Rp 3 triliun uang nasabahnya pada 2007. Tahun lalu pun ada kasus Koperasi Langit Biru, yang menurut taksiran--berdasarkan perputaran uangnya--telah merugikan anggotanya hingga Rp 6 triliun.
Pada kasus-kasus itu, satu hal pasti: janji hasil selangit tak lebih dari siasat untuk menipu belaka. Bisnis investasi bodong itu bisa berjalan, sebelum akhirnya ambruk karena pemiliknya hanya memutar duit nasabah yang terkumpul untuk membayar keuntungan yang dijanjikan. Lalu, seperti yang terjadi pada PT Golden Traders, si pemilik perusahaan membawa kabur triliun rupiah duit nasabah.
Yang tak boleh luput dibuat terang-benderang adalah bagaimana perusahaan itu bisa beroperasi, sementara kini tak ada satu pun instansi yang merasa bertanggung jawab. Meski berinvestasi dengan memutar uang nasabahnya, PT Golden ternyata di luar naungan Badan Pengawas Pasar Modal, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, maupun Otoritas Jasa Keuangan.
Sebagai perusahaan yang mengklaim beroperasi secara syariah dengan kegiatan berupa perdagangan, PT Golden mengantongi sertifikat syariah dari Majelis Ulama Indonesia. Lembaga ini belakangan diketahui dijanjikan memperoleh bagian keuntungan 10 persen melalui Yayasan Dana Dakwah Pembangunan. Tapi MUI pun mengelak bertanggung jawab dengan menyatakan hanya menerbitkan sertifikat, bukan izin usaha.
Pemerintah semestinya bertindak tegas terhadap PT Golden dan perusahaan yang menjalankan praktek bisnis serupa. Jika memang tidak memiliki izin, seharusnya bisnis itu jauh hari dilarang. Membiarkan cara berbisnis di luar aturan main, apalagi berbau penipuan, bukanlah sikap yang bertanggung jawab. Kepolisian juga tak boleh berpangku tangan. Benar bahwa penipuan merupakan delik aduan. Tapi apakah tak aturan yang ditabrak oleh perusahaan itu?
Khalayak tentu mempertanyakan pula peran MUI. Kenapa lembaga ini memberikan sertifikat halal untuk bisnis ala PT Golden dan terlibat bisnis dengannya. Semestinya, pengurus MUI sadar bahwa lembaga ini hanya dimanfaatkan untuk memikat, bahkan akhirnya menipu investor.