Kompromi merupakan kata kunci buat menyelesaikan kisruh organisasi sepak bola kita. Tidaklah elok orang memaksakan kehendak untuk menguasai sepenuhnya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tanpa mau berbagi dengan kubu lain. Cara ini hanya akan mengundang konflik berlarut-larut.
Manuver pemaksaan kehendak itu dilakukan dengan cara memasukkan agenda lain dalam kongres luar biasa PSSI pada akhir pekan ini. Padahal, sesuai dengan statuta PSSI, agenda acara kongres luar biasa tidak dapat diubah. Otomatis kongres hanya bisa membahas poin-poin yang telah ditentukan Asosiasi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) dan Federasi Sepak Bola Asia (AFC).
Pengusung manuver itu adalah Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI), kubu yang berseberangan dengan PSSI pimpinan Djohar Arifin. Mereka menginginkan antara lain adanya kongres biasa setelah kongres luar biasa. Tujuannya tentu saja untuk merombak atau memilih pengurus baru PSSI. Anehnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo dan Djohar sendiri terkesan setuju dengan gagasan itu.
Dikhawatirkan, agenda baru itu justru membuka keributan baru. Kongres luar biasa seharusnya tetap berfokus pada agenda pokok yang digariskan FIFA. Di antaranya, pengembalian empat anggota Komite Eksekutif PSSI yang sudah dipecat, penyatuan kompetisi liga, dan revisi statuta PSSI agar sesuai dengan statuta FIFA.
Pengembalian anggota pengurus PSSI yang dipecat sudah dilakukan. Revisi statuta pun sudah disiapkan. Dua hal ini diperkirakan akan mudah disetujui oleh peserta kongres. Dengan begitu, kongres luar biasa semestinya tinggal bersepakat soal penyatuan dua liga. Selama ini kita memiliki dua liga utama yang bersaing, yakni Indonesian Premier League (IPL) yang berada di bawah naungan PSSI dan Indonesia Super League (ISL) yang disokong kalangan KPSI.
Penyatuan dua liga itu pun telah dibahas secara panjang-lebar dalam pertemuan antara PSSI dan KPSI yang digelar di kantor AFC, di Kuala Lumpur, Malaysia, September tahun lalu. Ada tiga opsi yang dibahas. Opsi A adalah penggabungan IPL dan ISL dengan penyaringan berdasarkan peringkat klub pada musim sebelumnya. Opsi B, penggabungan kedua liga dengan penyaringan berbasis wilayah timur dan barat.
Kedua opsi itu rupanya tidak mendapatkan respons positif dari KPSI. KPSI lebih tertarik pada opsi C, yang belakangan ditawarkan PSSI. Opsi ini memungkinkan liga berjalan seperti musim lalu, dan penggabungan baru dilakukan pada 2014. Dengan kata lain, PSSI sudah banyak mengalah kepada keinginan KPSI. Aneh bila kini PSSI dan Menteri Roy juga menampung keinginan KPSI soal kongres biasa untuk merombak susunan pengurus.
Itu sebabnya Menteri Roy dan PSSI perlu bersikap lebih tegas. Sungguh penting menjadikan kongres luar biasa kali ini sebagai ajang penentuan solusi permanen kisruh PSSI. Menunda-nunda penyatuan liga hanya akan meninggalkan bom waktu. Begitu pula membuka kemungkinan kongres lagi untuk merombak susunan pengurus PSSI. Semestinya semua masalah bisa dituntaskan dalam kongres luar biasa kali ini.