Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bumbu Statistik dalam Debat Capres

image-profil

image-gnews
Iklan

Kadir,
Bekerja di Badan Pusat Statistik

Penguasaan data statistik dan kemampuan menerjemahkannya dengan benar merupakan petunjuk bahwa seseorang menguasai permasalahan dengan baik. Itulah sebab dalam debat calon presiden (capres) atau calon perdana menteri di negara-negara maju, kemampuan kandidat dalam membedah masalah dengan data sangat menentukan performanya di mata publik.

Hal ini, misalnya, terlihat dalam debat antara John F. Kennedy dan Richard Nixon pada 26 September 1960. Dalam debat perdana yang menurut sejumlah kalangan merupakan faktor krusial penyebab kekalahan Nixon itu, Kennedy menunjukkan kemampuannya dalam membedah dan menyodorkan solusi atas berbagai persoalan sosial-ekonomi yang tengah dihadapi Amerika Serikat dengan dukungan penguasaan data statistik yang baik. Walhasil, Kennedy, yang semula tidak dijagokan, berhasil mengungguli Nixon (Tangguh dengan Statistik, 2013).

Sayangnya, dalam debat capres yang sudah dihelat sebanyak tiga kali antara Prabowo dan Jokowi, kita sama sekali tidak pernah disuguhi kemampuan keduanya dalam membedah persoalan dengan data. Dalam debat kedua yang mengusung tema pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial, misalnya, kedua capres seharusnya mengupas persoalan investasi, daya saing, kemiskinan, pengangguran, dan tingginya angka kematian ibu dengan data-data statistik. Faktanya, keduanya cenderung mengumbar bahasa-bahasa verbal yang terkesan normatif, konseptual, dan kurang terukur (kualitatif). Data-data statistik memang sesekali dilontarkan oleh kedua capres. Namun hal ini tanpa dibarengi dengan penguasaan yang dalam.

Prabowo, misalnya, berulang kali menyebut bahwa kebocoran anggaran negara mencapai Rp 1.000-1.200 triliun per tahun. Namun, alih-alih menunjukkan bahwa beliau mampu memberi solusi atas keterbatasan anggaran nasional untuk mendanai pembangunan, angka kebocoran tersebut justru dianggap tidak realistis dan dipertanyakan kesahihannya oleh para ekonom. Soalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya Rp 1.800 triliun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Begitu pula ketika Prabowo menyodorkan gagasan untuk membuka 4 juta hektare lahan pertanian baru dalam lima tahun mendatang sebagai solusi atas persoalan kemiskinan dan pengangguran. Secara konseptual, gagasan ini memang menarik. Namun secara teknis, hal ini sangat sulit untuk diwujudkan. Faktanya, dalam sepuluh tahun terakhir, pemerintah hanya mampu menambah 700 ribu hektare lahan pertanian baru, jauh dari target ambisius pemerintah, yang sebesar 6,15 juta hektare.

Sementara itu, Jokowi juga setali tiga uang. Meski solusi yang ditawarkannya lebih bersifat implementatif ketimbang Prabowo yang cenderung konseptual, Jokowi hampir sama sekali tidak menggunakan data statistik ketika membedah persoalan. Jokowi memang sempat menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen per tahun adalah sesuatu yang mudah untuk diwujudkan. Namun jawaban yang diberikan untuk mencapai target pertumbuhan tersebut cenderung normatif dan tidak terukur.

Karena itu, alangkah lebih elok bila bumbu statistik ditambah dan diperbanyak dalam dua debat yang tersisa. Hal ini penting karena, bukan hanya sebagai bukti bahwa para kandidat betul-betul menguasai persoalan yang membelit bangsa ini secara faktual, tapi juga bakal mendorong terwujudnya based evidence society, yakni masyarakat yang rasional, obyektif, dan fair ketika menentukan pilihan politik. *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.