Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pemilihan Presiden dan Ramadan

image-profil

image-gnews
Iklan

Zaim Uchrowi,
Kolumnis Senior

Bagaimana suasana Ramadan berbalut pemilihan presiden? Tepat di puasa hari ke-12, Indonesia akan memilih presiden untuk masa lima tahun mendatang. Bukan hanya salat tarawih saban malam dan tadarus Al-Quran yang susul-menyusul menyemarakkan Ramadan, kampanye serta debat calon presiden ikut pula mewarnai suasananya.

Bagi umat Islam, peristiwa ini sungguh penting. Pemilihan presiden atau pilpres bukan semata akan menentukan sosok pemimpin Indonesia ke depan. Pilpres kali ini juga menguji bagaimana umat Islam akan berperan dalam kehidupan bernegara pada masa mendatang. Apakah akan lebih mengedepankan "politik" atau "dakwah nyata". Atau malah terbelah antar-keduanya.

Sosok yang harus dipilih sebagai presiden pun--kebetulan atau tidak--begitu bertolak belakang. Dari latar keluarga, karier dan pengalaman hidup, orientasi, hingga postur tubuh. Prabowo Subianto, "anak kota" dari keluarga Nasrani-muslim kaya, berbadan gempal. Joko Widodo, "anak daerah" dari keluarga muslim sederhana, bertubuh kerempeng. Dalam berkeluarga, Prabowo gagal dan Jokowi harmonis. Dalam karier, Prabowo jenderal dan Jokowi eksportir mebel yang lalu menjadi pejabat publik. Prabowo gemar berkuda, Jokowi suka blusukan.

Kecenderungan keagamaannya pun berbeda. Prabowo lebih dekat dengan para "pemimpin Islam' dibanding menjalankan ritual. Sedangkan Jokowi lebih taat dalam ritual--seperti salat dan puasa--ketimbang dekat dengan "pemimpin Islam". Maka. Prabowo lebih didukung oleh kalangan "Islam politik" dan Jokowi disokong oleh kelompok "Islam kultural". Prabowo dipandang akan lebih membela "syariah", sedangkan Jokowi diyakini lebih mengedepankan "akhlak' lewat Revolusi Mental-nya. Kecenderungan itu selaras dengan pendekatan masing-masing yang juga berbeda. Prabowo dengan pendekatan maskulin, sedangkan Jokowi cenderung pada pendekatan feminin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keterbelahan dukungan umat Islam itu tak terlepas dari perbedaan sosiologis pendukung keduanya. Kalangan tradisionalis merasa lebih terwakili oleh figur Jokowi. Itu yang menjelaskan mengapa PKB di belakang Jokowi. Kalangan modernis yang lebih politis merasa lebih srek dengan sosok Prabowo, seperti tecermin lewat dukungan PKS, PAN, dan PPP.  Berbagai argumen dipakai untuk menguatkan dukungan itu.

Di luar mereka, masih ada kalangan lain yakni "kalangan posmo atau madani". Mereka cenderung memilih Jokowi yang "pekerja" dibanding Prabowo yang "retoris nasionalis". Indonesia dinilai lebih memerlukan "presiden pekerja" dibanding "presiden retoris". Selain itu, bila Jokowi jadi presiden, akan mematahkan paradigma lama, bahwa hanya keluarga "terhormat" yang bisa jadi presiden. Anak "orang biasa" seperti Jokowi--atau siapa pun--bisa juga menjadi presiden hebat sepanjang mampu dan dipilih rakyat seperti Obama di Amerika.

Di Indonesia, kalangan posmo atau madani itu sangat sedikit. Mereka praktis tak berperan signifikan dalam penentuan presiden. Maka, pertarungan yang terjadi adalah pertarungan antara kalangan tradisionalis dan modernis yang hampir pasti seru dan berpotensi memecah umat. Maraknya kampanye hitam adalah cermin sengit pertarungan tersebut. Termasuk fitnah--yang ironisnya mengatasnamakan Islam--yang juga terus-menerus menghajar Jokowi.

Syukurlah, Pilpres 2014 ini berlangsung pada saat Ramadan, sehingga ketegangan yang ada dapat teredam.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.