Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Fitnah

image-profil

image-gnews
Iklan

Bandung Mawardi,
ESAIS

Hari-hari politik di Indonesia bergelimang fitnah. Tempo edisi 23-29 Juni 2014 memberi peringatan bagi pembaca: "Fitnah dan kebencian dihidangkan setiap hari." Kita lekas mengingat Obor Rakyat, yang berisi fitnah-fitnah untuk menghancurkan Joko Widodo. Fitnah terus berbiak, tak selesai mengotori niat berdemokrasi secara beradab.

Kita mulai menengok ke masa silam, saat demokrasi berisi fitnah-fitnah. Robert Harris, dalam novel berjudul Imperium, mengisahkan tokoh-tokoh politik yang saling menyebar fitnah dengan dalih jabatan dan otoritas kekuasaan. Fitnah membuat orang dipersalahkan dan disingkirkan dari  arena politik. Fitnah pun berlanjut dengan pembunuhan. Ironis! Sejarah berdemokrasi memang sulit mengelak dari fitnah sejak demokrasi bertumbuh di Yunani.

Fitnah bisa mengalahkan seribu panah dan pedang. Fitnah juga bisa bersaing dengan bedil, bom, dan ranjau. Olahan kata bermaksud jahat dalam fitnah memang bertujuan menghancurkan: kejam dan biadab. Fitnah selalu mengiringi idealitas berbangsa-bernegara, dari masa ke masa. Sebaran fitnah melalui omongan, koran, puisi, lagu, dan film mirip pelipatgandaan petaka. Di Indonesia, fitnah telah berbiak sejak ribuan tahun silam, mengiringi sejarah kerajaan dan kolonialisme. Fitnah menimbulkan suksesi, pemberontakan, perang, serta pembunuhan. Fitnah menggunakan simbol-simbol agama, gender, etnis, dan seks demi raihan kekuasaan. Sejarah Indonesia memiliki catatan berlimpah tentang fitnah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) mengartikan fitnah sebagai "perkataan jang bermaksud mendjelekkan orang, menodai nama baik, merugikan kehormatan orang". Konsekuensi fitnah perlahan merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Fitnah tak cuma pengertian dalam kamus. Sekarang, fitnah adalah "raksasa" atau "monster" penghancur etika politik dan demokrasi beradab. Goenawan Mohamad pun mengingatkan bahwa sebaran fitnah bisa melukai bangsa. Fitnah melukai akal sehat dan kejujuran (Koran Tempo, 25 Juni 2014). Peringatan mengacu pada pola serangan fitnah telah berlebihan mengarah ke calon presiden. Fitnah menciptakan narasi ketokohan agar mendapat kebencian, hujatan, dan kutukan.

Produksi fitnah menimbulkan rasa cemas dan kesedihan saat muncul berbarengan dengan resepsi publik atas iklan, debat capres, serta lagu. Sebaran fitnah semakin menambah daftar ironi berdemokrasi di Indonesia. Sukarno mengalami keruntuhan politik akibat fitnah. Soeharto tak terlalu mendapat serangan fitnah. Gus Dur, saat menjadi presiden, mesti "bertarung" melawan serbuan fitnah.  Demokrasi mengalami luka. Fitnah belum selesai. SBY adalah "korban" petaka dari fitnah sejak 2004. SBY, dalam buku berjudul, Selalu Ada Pilihan (2014), tanpa sungkan memberikan predikat kepada dirinya sebagai "korban".  Puluhan istilah fitnah hadir dalam buku, pembuktian bahwa SBY mendapat serangan fitnah. Kita tentu masih mengingat "ratapan" SBY saat berpidato mengenai fitnah.

Kemanjuran fitnah untuk penghancuran mulai mengarah ke Joko Widodo saat berkehendak menjadi presiden. Fitnah disebarkan melalui Obor Rakyat, yang bermaksud mempengaruhi kalangan pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur agar membenci Joko Widodo. Tanggapan-tanggapan atas fitnah sudah diajukan meski tak merampungkan ulah orang atau institusi yang bermaksud menghancurkan Joko Widodo. Fitnah telanjur bersebaran, mengusik dan melukai bangsa. Fitnah adalah "neraka" bagi Indonesia! *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.