Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ekstensialisme Dengan Marxisme

Oleh

image-gnews
Iklan
SARTRE meninggal dan tak mengejutkan. Tak seorang pun akan menulis seperti ia menulis di tahun 1960 ketika Albert Camus (lawan politiknya, bekas teman seperjuangannya) tiba-tiba mati dalam kecelakaan mobil: "Setiap hidup yang terputus .... adalah sekaligus sebuah piringan hitam yang pecah dan sebuah kehidupan yang lengkap." Dalam usia 74 tahun Sartre pergi sebagai hidup yang komplit tapi agaknya bukan piringan yang mendadak hancur. Gramopon tua itu masih punya suara, namun lirih, atau tak jelas, atau mengganggu. Ketika Camus mati, rekannya yang termasyhur ini mengatakan bahwa momen sejarah di saat itu justru menghendaki "agar seorang penulis hidup terus". Tapi ketika penulis yang satu ini mati bisakah kita bicara demikian? Banyak orang masih saja tak pasti, tanpa pedoman. Banyak orang masih berharap pemikir terbaik harus mencapai ujung terowongan. Tapi Jean-Paul Sartre agaknya tahu akhirnya di ujung terowongan itu kehidupan tetap membatalkan jawaban yang paling pintar. Setidaknya, kalau pun ia merasa menemukannya, ia tak kunjung meyakinkan. Ia tak lagi meyakinkan. Di tahun 1950-an, bersama Camus dialah pemikir Prancis yang hampir jadi bahan pemujaan para pemikir dan penulis yang lebih muda. Seantero rimba persilatan intelektual memandang, menyimak, mendatangi atau menyerempet-nyerempet "raja kaum eksistensialis" yang bermata juling ini. Barangkali karena Sartre adalah pemikir besar yang berkata "tidak" dengan cara yang besar pula, dan setiap "tidak" mengandung drama, dan setiap drama mengandung daya tarik yang aneh. Tapi tentu saja bukan karena untuk daya tarik itu Sartre tampil. Laki-laki yang bertampang jelek sejak kecil ini, yang kehilangan bapak, yang kesepian di ruang baca dalam asuhan kakeknya yang keras, yang mengenal nama dan kata lebih dulu ketimbang mengenal alam benda, bukanlah tipe yang memberontak demi sebuah atraksi. Dari balik kacamatanya yang tebal dan pandangannya yang setengah rusak ia melihat dunia dalam keadaan yang paling brengsek. Le neant hante l'etre, tulisnya. Tiada menghantui Ada: realitas dengan sendirinya terancam ketiadaan-yang terkandung dalam dasarnya sendiri bagaikan ulat. Dan manusia? Manusialah, dengan alam pikirannya, yang justru bisa menimbulkan ketiadaan itu: ia bisa menafikan hal-ihwal. Ia bukan saja menyebabkan realitas jadi rapuh, tapi juga menyebabkan manusia lain jadi objek. Hubungan antar manusia pun hanya berkisar pada sadisme, masokhisme dan kebencian. Maka seperti halnya cinta tak ada bagi Sartre, Tuhan juga baginya bukan cuma "telah mati", tapi tak pernah masuk hitungan. Atheisme yang sungguh radikal. Juga suatu humanisme. Sebab bagi Sartre, manusia tak ditentukan lebih dulu, tapi menciptakan dirinya sendiri, dan memilih dengan bebas kejadiannya. Pada mulanya adalah perbuatan. Mungkin itulah sebabnya Sartre sejak pagi mudah berada di sisi kaum komunis. Bukan saja dalam pendirian politik. Ia bahkan mencoba menggabungkan eksistensialismenya dengan Marxisme dan di hari tuanya ia kian bicara seperti seorang Maois. Cukup aneh, atau sia-sia-karena kaum Marxis-Leninis sendiri tak menganggap ikhtiarnya berarti. Mungkin itulah sebabnya ia tak lagi meyakinkan. Ia memang berkata "tidak" dan menafikan masyarakat kapitalis, tapi orang tak tahu apa yang ditawarkannya kemudian. Sartre terlampau suram buat komunisme yang menjanjikan surga di bumi. Tapi ia memang membentuk pikirannya dari suatu masa yang suram, meski juga heroik, ketika berkata "tidak" benar-benar merupakan akar dari eksistensi. Empat tahun Prancis dicengkeram Nazi-Jerman, dan rakyat dibisukan, dan siksaan serta kematian mengancam. Hidup rapuh, tapi manusia merdeka. Justru "karena suatu kepolisian yang maha kuat mencoba memaksa kita membisu, tiap kata pun memperoleh harga sebagai suatu pernyataan prinsip." Betapa bergetarnya kata-kata Sartre dalam Republik Kebisuan ini.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

18 November 2023

Calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan memberikan sambutan saat deklarasi relawan Garda Matahari di Jakarta, Jumat 17 November 2023. Relawan Garda Matahari mendeklarasikan dukungan terhadap calon presiden dan wakil presiden dari koalisi perubahan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

Anies Baswedan mengatakan, pihaknya memahami betul bahwa Indonesia adalah sebuah negeri yang berdasar Pancasila.


Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

28 September 2023

Patung 7 pahlawan di Monumen Lubang Buaya. Shutterstock
Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

Menjelang meletusnya G30S 1965, situasi politik sangat tegang. PKI dan TNI bersitegang soal angkatan kelima.


Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

5 Mei 2023

Monumen Karl Marx di London, Inggris Dirusak. [SKY NEWS]
Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

Pemikiran Karl Marx dituangkan pada sejumlah buku, dua di antaranya adalah Das Kapital dan Communist Manifesto.


Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

26 Februari 2023

Tan Malaka. ANTARA/Arief Priyono
Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

Tan Malaka salah satu pahlawan nasional, dengan banyak nama. Pemikirannya tentang konsep bangsa Indonesia diserap Sukarno - Hatta.


Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

7 Januari 2023

Perdana Menteri baru Malaysia Anwar Ibrahim melambai kepada fotografer saat ia tiba di Istana Nasional di Kuala Lumpur, Malaysia, 24 November 2022. Anwar resmi dilantik sebagai perdana menteri ke-10 Malaysia. Fazry Ismail/Pool via REUTERS
Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

PM Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan tak akan menerima LGBT, sekularisme, dan komunisme di pemerintahannya. Ia mengatakan telah difitnah.


Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

29 November 2022

Polisi membubarkan aktivis yang membentangkan spanduk saat aksi jalan pagi bersama tolak RKUHP dalam Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 27 Noveber 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan pasal 188 tidak akan mencederai kebebasan berpikir dan berpendapat.


Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

29 November 2022

Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Nasdem Taufik Basari ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2019. TEMPO/Putri.
Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

Anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, menilai perlu ada tafsir ketat terhadap pasal 188 RKUHP.


5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

26 September 2022

Diorama penyiksaan Pahlawan Revolusi oleh anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) di Kompleks Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, 29 September 2015. ANTARA FOTO
5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

G30S menjadi salah satu peristiwa kelam perjalanan bangsa ini. Berikut situasi-situasi menjadi penyebab peristiwa itu, termasuk dampak setelah G30S.


Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

11 Juli 2022

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (kanan) dan Pangeran Khairul Saleh (kedua kanan) usai menyerahkan draf RKUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

RKUHP juga menyebut penyebaran ideologi komunisme atau marxisme-leninisme juga diancam penjara, kecuali belajar untuk kepentingan ilmu pengetahuan.


Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

1 Juni 2022

Puluhan warga membawa poster bergambar Pancasila dan Bendera Merah Putih bersiap mengikuti kirab memperingati hari lahirnya Pancasila di Desa Wonorejo, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, 1 Juni 2017. Kirab Pancasila dilaksanakan untuk menumbuhkan rasa nasionalsme dan mengajarkan nilai-nilai Pancasila. TEMPO/Pius Erlangga
Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

Pemerintah belakangan menetapkan Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional. Sejak kapan hal tersebut berlaku?