Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Proses Diri

Oleh

image-gnews
Iklan
NASIONALISME adalah sebuah ikhtiar yang tak mudah selesai. Pada suatu hari, pekan lalu, seorang anak di Lampung bertanya kepada ibunya: "Ibu, apakah saya bukan seorang Indonesia?". Ibunya kaget. Ada sesuatu yang menusuk hatinya dan ia seperti sudah mafhum itu apa. Anak itu adalah anaknya, ia seorang keturunan asing, begitu pula suaminya. Tapi tak terfikir olehnya pertanyaan demikian akan sampai terlontar dari mulut si Yom yang baru 9 tahun. Adakah anak itu tak diterima oleh kawannya? Kebangsaan adalah sesuatu hal yang abstrak bagi anak-anak. Tapi terasing dari pergaulan adalah pengalaman yang kongkrit. Ibu itu sebentar teringat akan masa kecilnya (ia lahir di sebuah kota di Jawa Barat) dan akan kawan-kawannya sendiri. Dulu yang seperti pertanyaan si Yom tak pernah muncul dari, atau ke dalam kepalanya. Seandainya pun muncul ia mungkin tak akan merasa apa-apa. Namun kini, aneh, ada sesuatu yang mirip dengan rasa kehilangan. . . Orang, apalagi anak-anak, membutuhkan rasa diterima. "Kenapa kau bertanya begitu?" "Pak Rustam di sebelah berkata bahwa papi dan mami dan saya masih perlu membuktikan diri jadi bangsa Indonesia. " Ibu itu diam. Tapi barangkali Pak Rustam tidak salah sama sekali, dan tidak bermaksud menyakitkan hati. Setiap warganegara pada hakikatnya selalu perlu memproses diri jadi seorang Indonesia. Nasionalisme adalah sebuah ikhtiar yang tak mudah selesai. +++ NASIONALISME adalah suatu ikhtiar yang tak mudah selesai, karena ia bukanlah cuma sikap melawan penjajahan asing. Ia adalah juga kehendak menciptakan sesuatu yang baru: suatu ikatan yang dulu belum ada. Dan itu misalnya terjadi ketika tanggal 28 Oktober 1928. Yang bergerak waktu itu adalah suatu proses pengindonesiaan. Proses itu mengenai siapa saja. Dan kapan saja. Sebab "orang Indonesia" pada dasarnya adalah sebuah idea, bukan sebuah sosok tubuh. Sementara itu masing-masing kita adalah sebuah sosok tubuh kongkrit -- berpijak pada sebuah tempat dan terkait akan di sebuah lingkungan. Masing-masing kita karena itu tak bisa sepenuhnya merupakan pengejawantahan konsep "Indonesia". Masing-masing kita hanya berusaha mengindonesia. Tiap kali. Kadang bahkan dengan langkah nyaris surut. Kadang memang menyedihkan. Sejarah Indonesia apa boleh buat tidak merupakan meja putih, di atas mana bisa diteriakkan sim-salabim lalu perkara kebangsaan kita beres. Banyak hal tidak enak karena itu terjadi, terutama dalam hubungan keindonesiaan dengan mereka yang "keturunan asing". Buku seperti The Policy and Administration of the Dutch in Java dari Clive Day, yang terbit 1904, mengutip dengan pedas keluhan penduduk pribumi terhadap "orang Cina" dan "Indo-Arab". Dan ternyata kita tak mudah memungkiri itu, sampai sekarang. Kita tak bisa meremehkannya. Di situ nasionalisme menjadi suatu ikhtiar yang lebih sulit. Tapi bangsa Indonesia barang kali ditakdirkan lain dari bangsa Jepang atau Yahudi yang homogen. Kita mungkin lebih dekat dengan keaneka-warnaan, yang terbayang jika kita bicara tentang bangsa Amerika. Keaneka-warnaan itu bukanlah sekedar keaneka-warnaan rumah adat dan pakaian daerah. Keaneka-warnaan itu kini minta ditafsirkan sebagai harkat orang per orang. Sayang, bahwa kita nampaknya belum terbiasa dengan ini. Kita masih cenderung melihat "bangsa" sebagai sebuah abstraksi moral, kesatuan mulia, dan karena itu bersedia menerima perbedaan pada bagian-bagiannya. Tak mengherankan, bila seringkali jarak ke arah totalitarianisme sering dekat. Sebab pada saat rakat atau bangsa tidak kita lihat sebagai sesuatu yang pada akhirnya terdiri atas individu-individu, dengan takdir masing-masing, pada saat itu seorang Yom atau seorang yang lain praktis tak ada lagi: Ia tak punya senyum atau kesedihan. Ia cuma eksemplar dari sebuah kaum yang seragam-seperti petani tertindas di Kamboja
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

18 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

22 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

23 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

49 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

55 hari lalu

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.