Tertangkapnya sejumlah terduga teroris menunjukkan bahwa kejahatan berbahaya ini belum punah. Kelompok teroris seolah tak pernah kekurangan kader. Inilah pentingnya membenahi strategi pemberantasan terorisme. Tak cukup mengandalkan kekuatan senjata, memerangi terorisme juga perlu melibatkan masyarakat.
Kampanye bahaya kejahatan kemanusiaan itu perlu digencarkan lagi lantaran publik terkesan semakin kurang peduli. Hal ini terlihat dari reaksi masyarakat yang agak dingin atas penyergapan terduga teroris. Padahal Detasemen Khusus 88 melakukan serangkaian penangkapan yang cukup besar di sejumlah daerah. Setidaknya 24 terduga teroris dibekuk. Bahkan tujuh di antara mereka ditembak mati.
Kepolisian menyebutkan jaringan teroris itu dipimpin oleh Abu Roban, yang tewas ditembak. Kelompok ini mula-mula berkembang di Poso, Sulawesi Tengah, tapi kemudian beraktivitas di banyak tempat. Jangan heran bila Densus 88 menangkap anggota kelompok itu di berbagai daerah, seperti Tangerang Selatan, Bandung, Kebumen, dan Lampung.
Jaringan mereka cukup kuat, terutama di Sulawesi Tengah. Hingga sekarang beberapa pentolan kelompok itu, seperti Autat Rawa dan Santoso, juga belum tertangkap. Menurut polisi, mereka kerap merampok bank dan toko emas. Duit rampokan itulah yang kemudian dipakai untuk membiayai pelatihan, merencanakan, dan melakukan teror.
Merajalelanya terorisme amat mencengangkan karena begitu banyak teroris yang telah ditangkap. Sejak kasus Bom Bali I pada 2002, Densus 88 sudah menangkap sekitar 800 teroris dan menembak mati 60 orang. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme memperkirakan saat ini masih ada sekitar 100 orang terduga teroris yang berkeliaran. Jumlah itu dikhawatirkan akan bertambah karena rekrutmen terus berlangsung.
Pemerintah selama ini cukup berhasil dalam memburu terduga teroris, bahkan mencegah sebelum teror terjadi, seperti operasi besar-besaran kali ini. Hanya, diperlukan kebijakan jangka panjang untuk menangkal terorisme. Hal itu bisa dilakukan lewat pendidikan dan kampanye antiterorisme secara nasional dengan melibatkan para guru dan ulama.
Lewat kampanye, masyarakat diharapkan juga bisa membantu menangkap teroris. Setidaknya penduduk menjadi waspada dan tidak mudah, misalnya, menyewakan rumah kepada orang yang mencurigakan. Kampanye ini akan berhasil bila polisi juga bersikap terbuka kepada publik, terutama dalam menangani para pelaku teroris. Misalnya, kenapa sejumlah terduga teroris sampai ditembak mati, seperti yang terjadi dalam operasi penyergapan baru-baru ini. Polisi mesti memberi penjelasan dan argumen yang kuat.
Terorisme bukanlah kejahatan biasa, melainkan berkaitan dengan keyakinan dan ideologi. Bahkan mungkin ada sebagian masyarakat yang justru bersimpati kepada mereka. Karena itu, memerangi terorisme akan lebih mudah bila orang mendapat pemahaman yang cukup tentang bahaya kejahatan ini bagi masyarakat dan negara.