Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dilema tentara

Oleh

image-gnews
Iklan
BANYAK kata-kata yang bagus di tahun 1966. Sederetan kalimat yang seolah-olah ajaib misalnya terdengar dari Bandung--dari Graha Wiyata Yudha. Gedung ini adalah tempat perwira-perwira Angkatan Darat Indonesia dididik ke taraf yang lebih tinggi. Enam hari menjelang akhir Agustus, para perwira berseminar. Dan kalimat yang terdengar dari sana mungkin agak ganjil untuk kuping kita 13 tahun kemudian. Sebab di sana dikatakan antar lain, bahwa warga TNI-Angkatan Darat pertama-tama, "pembela keadilan dan kebenaran, perisai rakyat terhadap berhagai ancaman penindasan, penghisapan dan tirani . . . " Bahwa, "TNI-AD yang lahir dari kancah revolusi, tidak pernah merupakan suatu alat pemerintah yang mati." Benarkah itu? Mungkinkah sebuah tntara "tidak dapat bersikap netral terhadap jurusan haluan Negara, terhadap baik-buruknya pemerintah"? Tentu saja mungkin. Banyak hal-hal yang istimewa di tahun 1966, sebagaimana banyak kata-kata yang menghanllan di waktu itu. Namun bagi yang 13 tahun yang lalu itu belum tahu, atau bagi yang kini sudah lupa, baik juga barangkali diceritakan kenapa kalimat seperti itu--yang dikutin oleh sejarawan ABRI Nugroho Notsusanto dalam majalah Prisma Agustus 1979 yang lalu--bukan kalimat yang mustahil di tahun 1966. Waktu itu masa delapan tahun "demokrasi terpimpin" tengah berakhir. Kaum cendekiawan yang bukan komunis di kalangan tentara atau sipil, yang menginginkan keleluasaan lebih besar, berfikir, bicara dan bertindak, demam semangat. Mereka merau saja lepas dari suatu situasi kendali bebasan, penuh intrik, intimidasi itu mata-mata. Mereka merasa tengah berdiri di ambang kesempatan, untuk masuk ke dalam usaha memperbaiki keadaan -- dengan gagasan dan kehadiran mereka. Seminar Angkatan Darat ke-II berada di tengah semangat itu. Kata "tirani" an muncul di sana, muncul pula hampir berbareng dalam kumpulan sajak penyair Taufiq Ismail. Ia menyuarakan protes terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan serba mengekang. Kata "keadilan dan kebenaran" di sana, dipergunakan juga sebagai motto Harian Kami, sebuah koran mahasiswa yang dengan berani menyuarakan kritik tajam dan fikiran baru. Itu tidak berarti bahwa para pemikir dalam Seminar Angkatan Darat ke-2 itu hanya menompang kepada keramaian di luar. Tanyailah para perwira dari angkatan manapun, terutama bila ia dari Angkatan 45. Mereka juga pasti akan menjawab bahwa jadi TNI pertama-tama adalah "jadi pejuang", dan sama sekali bukan "alat mati". Tetapi barangkali tidak mudah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimajukan oleh sejarah, setelah pergolakan perjuangan mereda dan semua pihak dihadapkan kepada tugas rutin serta soal-soal yang harus stabil dan melembaga. Pada masa seperti itu sebuah tentara yang melihat dirinya bukan "alat mati" dari pemerintah, bahkan yang "tidak dapat berdiri netral terhadap baik-buruknya pemerintah" -- bisa terdengar seakan-akan menghalalkan insubordinasi. Tidakkah itu agak mencemaskan?, Tidak dengan sendirinya mencemaskan, memang. Namun tentu saia setiap kali seorang prajurit yang bukan "alat mati" harus selalu siap dengan dilema. Di satu pihak ia tidak netral terhadap baik-buruknya pemerintah. Di lain pihak ia harus patuh, sesuai dengan keharusan tentara untuk utuh dan ampuh, kepada apa yang diperintah atasan --dan atasan itu dalam wujudnya yang biasa adalah orang pemerintah. Tak ayal lagi, ia seakan-akan contoh tentang kontradiksi yang terkandung dalam istilah "prajurit revolusioner". Prajurit merupakan unsur dari tertib, si revolusioner merupakan unsur pembangkangan. Mungkin itulah sebabnya, seperti ditulis oleh Amos Perlmutter dalam The Military and Politics in Modern Times ( 1977), "prajurit revolusioner bukanlah satu tipe yang permanen." Yang revolusioner kemarin, memang tak mesti selalu revolusioner di hari nanti.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

2 Mei 2020

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pesan kepada warga muslim memasuki bulan suci Ramadan ini. Pesan yang disampaikan dalam video pendek ini diunggah di YouTube, Jumat dini hari, 24 April 2020. Youtube Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI
Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memilih bertugas sebagai tentara ketimbang menteri.


Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

7 Februari 2018

Pasukan TNI juga ikut mengamankan proses penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo, di Jakarta, 29 Februari 2016. TEMPO/Subekti
Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

Sejumlah kalangan menilai reformasi di tubuh TNI mengalami langkah mundur di masa Presiden Jokowi.


Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

4 Februari 2018

Dari kiri: Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih, Host Ichan Loulembah, pakar hukum Bivitri Susanti dan mantan Dirjen Otda Djohermansyah Djohan dalam diskusi Perkara Nonaktif Kepala Daerah di Gondangdia, Jakarta. Sabtu, 18 Februari 2017. TEMPO/Ahmad Faiz.
Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

Pengamat hukum Bivitri Susanti meminta nota kesepahaman Polri dan TNI soal pemeliharaan keamanan dan ketertiban dibatalkan.


YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

16 Desember 2017

Ilustrasi TNI AD. Tempo/Suryo Wibowo
YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Julius Ibrani mengatakan reformasi sektor militer di Indonesia masih belum mencapai targetnya.


Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

7 Oktober 2017

Para anggota TNI mengikuti upacara peringatan hari jadi ke- 72 TNI, di lapangan Jasdam Palembang, Sumsel, 5 Oktober 2017. Peringatan HUT TNI di Palembang dimeriahkan sejumlah atraksi, pertunjukkan kolosal, serta panggung hiburan. ANTARA
Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

Topik mengenai TNI di lini masa merupakan salah satu isu yang selalu "in" di mata Netizen, terutama marak dibicarakan saat merayakan HUT TNI kali ini


Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

5 Oktober 2017

Tank medium Kaplan merupakan produk bersama antara FNSS (Turki) dan PT Pindad (Indonesia).Tank Kaplan dilengkapi dengan turet CMI Cockerill 3105 i dengan meriam bertekanan tinggi Cockerill 105mm. Sistem pemuatan amunisi otomatis yang canggih membuat Kapla
Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

Peringatan HUT TNI ke-72 dilaksanakan di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Banten, Kamis 5 Oktober 2017. Acara ini dimulai pukul 08.00.


Kodim Brebes Gelar Nobar Film G30S PKI di Desa dan Sekolah

22 September 2017

Adegan film Penumpasan Penghiatan G30S/PKI. journalbali.com
Kodim Brebes Gelar Nobar Film G30S PKI di Desa dan Sekolah

Komando Distrik Militer 0713/Brebes akan menggelar nonton bareng film G 30S PKI di setiap desa dan beberapa sekolah.


Wiranto: TNI Tak Bisa Dinilai dari Kinerjanya di Masa Lalu  

22 September 2017

Menko Polhukam Wiranto menjawab pertanyaan awak media usai menggelar pertemuan tertutup dengan Duta Besar Spanyol untuk Indonesia Jose Maria Matres Manso, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, 21 Juni 2017.  TEMPO/Imam Sukamto
Wiranto: TNI Tak Bisa Dinilai dari Kinerjanya di Masa Lalu  

Wiranto beralasan tidak adil bila ada pihak yang menilai kinerja TNI di masa lalu dengan situasi saat ini yang sudah berbeda.


Sejarawan Sebut TNI Tak Ingin Ada Tafsir Ulang Peristiwa 1965  

19 September 2017

Film Pengkhianatan G 30 S-PKI
Sejarawan Sebut TNI Tak Ingin Ada Tafsir Ulang Peristiwa 1965  

Dengan memutar kembali film Pengkhianatan G 30 S PKI, TNI tidak membiarkan sejengkal pun peristiwa 1965 ditafsirkan berbeda.


Nobar Film G30S/PKI, Panglima TNI: Kalau Perintah Saya, Kenapa?

18 September 2017

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo . ANTARA
Nobar Film G30S/PKI, Panglima TNI: Kalau Perintah Saya, Kenapa?

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan instruksi pemutaran film G30S/PKI merupakan perintahnya.