Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh semestinya tak mengizinkan anak buahnya mengundurkan diri. Raibnya uang negara miliaran rupiah karena penyimpangan pelaksanaan ujian nasional adalah kasus serius. Hal seperti ini tak bisa hanya diserahkan ke mekanisme internal kementerian. Justru langkah tepat Menteri Nuh meminta kasus ini diaudit perlu diikuti tindakan lebih tegas: laporkan para terduga penyimpangan ke penegak hukum. Karena menyangkut uang negara dalam jumlah besar, selayaknya juga Komisi Pemberantasan Korupsi turun tangan.
Dugaan penyimpangan itu tertuang dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Dari analisis terhadap penggunaan anggaran sepanjang periode 2011 sampai April 2013, Badan Pemeriksa menemukan potensi kerugian negara total sebesar Rp 118 miliar.
Dugaan penyimpangan itu tersebar dalam berbagai bentuk. Ada yang berupa pengadaan paket pencetakan dan distribusi ujian nasional SMP/SMA, penggunaan dana ujian di luar mekanisme APBN, penyusunan anggaran yang tidak cermat, hingga pembayaran pekerjaan yang tidak meyakinkan kewajarannya. Penyimpangan anggaran ini pun ada kemungkinan tak hanya terjadi di tingkat pusat, tapi juga bisa sampai tingkat daerah.
Menteri Nuh sudah bertindak dengan mengusut kasus ini. Audit yang dilakukan Badan Pemeriksa adalah atas permintaan Menteri. Rekomendasi tindakan bagi mereka yang bertanggung jawab juga sudah ditindaklanjuti. Tiga orang yang diduga berperan dalam penyimpangan adalah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Khairil Anwar Notodiputro, Pejabat Pembuat Komitmen Ujian Nasional Chandra, serta Direktur Pusat Pendidikan dan Penilaian Hari Setiadi.
Anehnya, Menteri Nuh membiarkan ketiga orang itu mengajukan pengunduran diri sebagai pegawai negeri. Pengunduran diri bahkan sudah diproses ke tingkat presiden, dan satu orang sudah disetujui permintaannya.
Sebagai pejabat tertinggi yang bertanggung jawab atas penyelewengan anggaran di kementerian, Nuh semestinya menahan pengajuan pengunduran diri mereka. Tentu saja adalah hak pegawai negeri untuk mundur, tapi hal ini hanya berlaku dalam kondisi normal. Dalam situasi adanya kemungkinan penyalahgunaan anggaran seperti sekarang, pejabat yang bertanggung jawab semestinya dilarang mengundurkan diri.
Pejabat itu bisa saja dibebastugaskan selama penyelidikan berlangsung, namun tidak untuk keluar dari posisinya sebagai pegawai negeri. Apalagi Khairil Anwar, pejabat yang pengunduran dirinya telah disetujui Presiden, mengaku belum menerima hasil audit Badan Pemeriksa yang semestinya ia tanggapi. Menanggapi hasil audit adalah bagian dari tanggung jawab pejabat yang wajib ditunaikan.
Mengizinkan pejabat yang diduga bertanggung jawab untuk mundur juga terkesan menempatkan kasus ini semata sebagai persoalan administrasi internal. Jelaslah ini kasus pidana. Ada dugaan terjadi korupsi anggaran pemerintah dalam skala cukup besar. Ada kemungkinan pula pelakunya tak terbatas hanya pada ketiga pejabat itu. Maka, semestinya Menteri Nuh segera memproses kasus ini dengan melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi pun layak turun tangan, mengingat besarnya potensi kerugian negara.