Kekisruhan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang berlarut-larut selama lebih dari sepuluh tahun ini kini saatnya diakhiri. Banyaknya pihak yang berkepentingan telah membahayakan kelangsungan hidup kebun binatang itu. Mereka adalah dua bekas pengurus yang bersengketa memperebutkan pengelolaannya, yakni kelompok Stany Soebakir dan Basuki Rekso Wibowo, Pemerintah Kota Surabaya, serta Kementerian Kehutanan.
Akibat kekisruhan tersebut, pengelola yang sekarang juga tak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki pengelolaan kebun binatang. Selain karena dana yang terbatas, bantuan dari pihak luar tersendat lantaran terhalang konflik ini. Korbannya adalah binatang. Banyak contoh yang diungkap berbagai media massa perihal korban-korban yang berjatuhan di kebun binatang yang sudah berusia 97 tahun ini. Yang terakhir adalah Melani. Harimau Sumatera ini kurus kering tak terurus.
Sudah semestinya para pengelola dan pemangku kepentingan bahu-membahu membenahi salah satu kebun binatang terbesar di Indonesia ini. Mereka seharusnya bisa duduk bersama membicarakan solusi, bukannya membiarkan persoalan ini berkepanjangan. Toh, mereka memiliki niat baik yang sama, yakni menyelamatkan koleksi kebun binatang dan memperbaiki pengelolaannya. Jika tujuannya sama, semestinya mereka bisa mengesampingkan kepentingan sendiri.
Kini ada momentum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini secara terbuka sudah menyatakan akan mengambil alih pengelolaan KBS. Persoalan ini memang tak bisa dibiarkan terus seperti saat ini. Situasi yang ada sekarang hanya akan membuat kebun binatang semakin buruk, bukan hanya bagi hewan, tapi juga bagi para karyawan. Pengunjung tempat wisata ini juga akan kecewa menyaksikan kebun binatang yang dikelola seadanya.
Niat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengambil alih pengelolaan kebun binatang yang terletak di pusat kota Surabaya ini semestinya bisa menjadi titik tolak untuk penyelesaian yang tuntas. Langkah ini diyakini dapat memutus sengketa berkepanjangan tersebut. Risma sudah menyatakan bahwa pemerintah kota akan membayar ganti rugi aset yang sebelumnya dibangun oleh pengelola lama, termasuk juga satwa yang mereka sumbangkan ke KBS.
Dilihat dari hak atas aset kebun binatang ini, Pemerintah Kota Surabaya memang yang paling berhak mengelolanya. Risma sudah menyiapkan anggaran kota sebesar Rp 4 miliar untuk memperbaiki pengelolaan KBS. Risma hanya memerlukan izin lembaga konservasi bagi Pemerintah Kota Surabaya agar sah menjadi pengelola kebun binatang ini. Untuk itu, pemerintah kota membentuk Perusahaan Daerah Taman Satwa untuk mengelola KBS.
Sayangnya, Kementerian Kehutanan tak kunjung memberi restu. Alasan Kementerian Kehutanan bahwa semua pihak yang berkepentingan harus menyelesaikan konflik terlebih dulu sebelum izin diberikan tidaklah keliru sepenuhnya. Namun Kementerian Kehutanan semestinya bisa duduk bersama dengan Pemerintah Kota Surabaya untuk mencapai kesepakatan sebelum mengancik berbicara dengan kubu yang berkonflik. Tanpa ada pihak yang berani memulai memutus mata rantai yang pelik ini, persoalan KBS tidak akan pernah selesai.