Vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memutus bersalah Indar Atmanto, mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2), beserta PT Indosat, induk usaha IM2, sungguh tidak masuk akal. Majelis hakim mengabaikan fakta-fakta persidangan yang menunjukkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut. Tak juga dipertimbangkan bahwa kasus ini adalah aksi korporasi, bukan tindakan individu sang Direktur Utama. Sudah sepatutnya vonis ini dilawan dengan mengajukan banding.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin memvonis Indar dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Majelis juga memutuskan IM2 harus membayar kerugian negara sekitar Rp 1,3 triliun. Para terdakwa dinilai terbukti bersalah menyalahgunakan frekuensi 3G Indosat di 2,1 GHz sehingga negara dirugikan Rp 1,3 triliun. Angka ini hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Ada sejumlah kejanggalan dalam vonis itu. Soal hasil audit BPKP, misalnya, Pengadilan Tata Usaha Negara telah memutuskan bahwa laporan BPKP itu tidak sah dan cacat hukum. Kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun yang disebutkan oleh BPKP berasal dari biaya penggunaan frekuensi yang harus dibayar kepada negara. Indosat sudah membayar biaya ituterdiri atas upfront fee Rp 320 miliar dan biaya hak penggunaan frekuensi Rp 1,37 triliun. Di mana letak kerugian negara bila kewajiban itu telah dilunasi?
Kejanggalan lain adalah terjadinya perubahan isi dakwaan jaksa ketika proses persidangan telah berlangsung. Undang-undang mengizinkan jaksa mengubah dakwaan, tapi ini harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum sidang dimulai. Yang terjadi, jaksa mengubah dakwaan ketika sidang memasuki tahap pembacaan tuntutan. Yang berubah adalah dari dakwaan semula penggunaan bersama frekuensi menjadi penggunaan frekuensi tanpa izin menteri. Akibatnya, kata jaksa, negara dirugikan triliunan rupiah. Semestinya hakim menolak tuntutan jaksa karena dakwaan yang berubah secara tidak sah telah cacat hukum.
Tudingan jaksa pun mengada-ada. Surat Menteri Komunikasi kepada Kejaksaan pada 13 November 2012 jelas-jelas menyatakan bahwa kerja sama penyelenggaraan Internet 3G antara Indosat dan IM2 telah sesuai dengan aturan. Hak negara atas pembayaran pita frekuensi yang dipersoalkan pun sudah dipenuhi oleh pihak-pihak terkait.
Fakta-fakta hukum itulah yang harus dicermati majelis hakim banding nantinya. Jika vonis itu dibenarkan, dampaknya bukan hanya pada grup perusahaan PT Indosat atau Indar Atmanto, tapi juga pada seluruh pelaku industri telekomunikasi. Mengikuti logika hakim Tipikor, jika IM2 bersalah, artinya ratusan perusahaan telekomunikasi lain yang mengembangkan kerja sama serupa harus dikategorikan korupsi. Kerja sama SpeedyFlash dari Telkom Speedy menggunakan sinyal Telkomsel, atau Centrin yang menggunakan sinyal XL, sekadar contoh, harus dihentikan karena melawan hukum.
Logika vonis hakim Tipikor itu juga sangat merugikan konsumen. Bila logika itu dipakai, semua pengguna jaringan seluler harus membayar Biaya Hak Penggunaan frekuensi. Padahal biaya ini sudah dibayar oleh operator pemilik izin. Artinya, konsumen harus membayar biaya pemakaian Internet jauh lebih mahal daripada yang berlaku sekarang.