Pemerintah semestinya berupaya sekuat tenaga membeli 7 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara. Membiarkan saham tambang emas ini jatuh ke tangan pemerintah daerah sama saja dengan melupakan kepentingan negara. Apalagi daerah jelas tak memiliki duit untuk membayar saham senilai Rp 2,3 triliun itu dan terkesan hanya dimanfaatkan oleh perusahaan swasta.
Sikap pasrah tersebut diperlihatkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang menyerukan agar saham Newmont diberikan kepada pemerintah daerah. Bila daerah tidak sanggup membeli, menurut Hatta, barulah badan usaha milik negara mengambilnya. Tapi opsi terakhir tampak basa-basi. Sudah pasti Provinsi Nusa Tenggara Barat bersedia membelinya kendati tak menggunakan duit sendiri.
Perebutan saham tersebut bermula dari kewajiban PT Newmont mendivestasikan sahamnya sehingga saham asing di perusahaan ini hanya 49 persen. Kini, Nusa Tenggara Partnership B.V. (Newmont-Sumitomo)--operator penambangan emas-- masih menguasai 56 persen saham. Porsi saham yang lain sudah dipegang perusahaan nasional, yakni PT Pukuafu Indah (17,8 persen), PT Indonesia Masbaga Investama (2,2 persen), dan PT Multi Daerah Bersaing (24 persen). Yang terakhir adalah perusahaan patungan pemerintah daerah dengan PT Multicapital dari Grup Bakrie.
Pada era Menteri Keuangan Agus Martowardojo, pemerintah sudah membeli 7 persen saham Newmont. Tapi upaya ini digagalkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Konflik Agus-DPR bahkan sampai ke Mahkamah Konstitusi, yang berakhir dengan kekalahan Menteri Keuangan. Putusan MK mensyaratkan bahwa pembelian saham itu harus seizin Dewan. Kepentingan yang bermain di balik sengketa ini sebetulnya simpel. Berbeda dengan sikap Agus yang mengutamakan kepentingan negara, kalangan politikus Senayan cenderung melepas saham itu ke "pemerintah daerah".
Kini sikap Hatta semakin menunjukkan kegagalan pemerintah membeli saham Newmont. Kesalahan yang sama akan terulang. Dalam divestasi saham Newmont sebelumnya, pemerintah daerah dibiarkan membeli saham dengan modal dengkul. Di atas kertas, daerah memiliki saham lewat PT Multi Daerah. Tapi posisi pemerintah daerah lemah karena hanya mengantongi 25 persen saham. Adapun porsi saham terbesar (75 persen) dipegang oleh perusahaan Grup Bakrie.
Ketika membeli 24 persen saham Newmont, PT Multi Daerah juga menggunakan utang berbunga tinggi dari PT Bumi Resources--salah satu perusahaan Grup Bakrie. Belakangan, saham PT Multi Daerah pun digadaikan. Praktis, dividen yang seharusnya dinikmati masyarakat Nusa Tenggara Barat habis untuk mencicil utang.
Pemerintah seharusnya berusaha lebih keras melobi DPR agar mengizinkan badan usaha milik negara membeli saham Newmont seperti harapan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Kalaupun ingin menambah porsi sahamnya, pemerintah daerah bisa saja bergandengan dengan BUMN, bukannya berpartner dengan swasta. Sikap menyerah Menteri Hatta hanya membuat negara kehilangan peluang untuk ikut mengontrol tambang emas itu--aset yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.