Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pergerakan Di Indonesia

Oleh

image-gnews
Iklan
BANDUNG, 1926 Sukarno, beberapa saat sebelum ia lulus dalam usia 25 dari Technische Hoogeschool (kini: ITB), mendirikan sebuah kelompok diskusi. Algemeene Studieclub. Dari sinilah ia mulai memasak dan menyajikan fikiran-fikirannya, terutama melalui penerbitan Indonesia Muda. Dari sinilah, melalui gaya bahasanya yang memikat, dengan dasar bacaan yang luas serta sentuhan yang tajam, Bung Karno tampil. Sebenarnya pemuda Sukarno bukan seorang yang luar biasa di zamannya. Bahkan ia agak "terlambat" memasuki kegiatan politik secara aktif, jika dibandingkan dengan sementara pemuda lain. Semaun misalnya dalam usia 16 sudah jadi sekretaris cabang Sarekat Islam di Surabaya. Tan Malaka bergerak di awal usia 20-an, sehingga sebelum 30 tahun ia sudah dibuang ke Holland. Hatta dalam usia 23 sudah jadi Ketua Perhimpunan Mahasiswa di Negeri Belanda. Tapi kita toh tetap tidak bisa mengatakan bahwa Bung Karno waktu itu sudah keliwat tua. Meskipun sementara itu kita juga tak bisa menilai dia -- bersama pejoang lain yang belum berumur 30 -- masih "mentah". Generasi itu sajalah generasi yang mengagumkan, bukan saja karena terpelajar, tapi juga karena bisa memilih jalan hidup yang tak mudah -- ketika mereka sebenarnya bisa diam dan hidup enak jadi pegawai pemerintah. Zaman itu memang zaman yang menggelisahkan. Terutama bagi orang-orang tua. Para priyayi kecil ini telah berkorban begitu banyak untuk menyekolahkan anak mereka, agar dapat posisi penting di gubernemen. Tapi para anak itu ternyata hanya keranjingan oleh perjuangan, dan terbakar oleh amarah. Lulus dari pendidikan yang sebanding dengan bangsa kulit putih, mereka jadi kian peka oleh ketidak-adilan yang diberlakukan terhadap diri mereka sebagai bagian dari bangsa terjajah yang, menurut orang Belanda, mirip kerbau. Dan begitulah mereka menceburkan diri, penuh-penuh, ke dalam "pergerakan". Hanya kadang-kadang saja mereka surut. Ternyata memang tak terelakkan. Indonesia di pertengahan kedua tahun 20-an itu memang bergolak sudah. Bukan karena digolakkan oleh orang-orang muda dalam grup studi seperti Algemeene Studieclub. Bukan karena satu persekongkolan cendekiawan. Tapi zaman memang menimbulkan demam. Sukarno hanyalah satu gejala, biarpun ternyata ia bisa lebih dari sekedar nomor dalam lis kaum pembangkang. Ia pun bukan pemula. Lihatlah riwayatnya. Pada umurnya yang ke-15, ketika ia indekos di rumah tokoh pergerakan H.O.S. Tjokroaminoto, Sarekat Islam sudah berumur 4 tahun. Dan sedang pesat tumbuh. Organisasi ini menjangkau massa di kota kecil sampai dengan desa-desa. Di pelosok itu, di mana rakyat miskin dan terjepit, S.I. bisa menampung arus yang sejak dulu belum juga hilang: kekuatan yang pernah meledakkan pemberontakan-pemberontakan petani di abad yang silam. Agaknya J.D. Legge benar ketika dalam Sukarno: A Political Biography (1972) ia menyimpulkan tentang S.I. ini: "Ia memberi jawab kepada kebutuhan para petani, tak teramat berbeda dengan yang 100 tahun sebelumnya diberikan oleh Diponegoro, atau oleh pemberontakan petani Banten di tahun 1888 .... " Pada usia Bung Karno yang ke-25, Sarekat Islam pecah, menjadi yang membawa bendera "Islam" dengan yang mengibarkan bendera "Marxis". Perpecahan itu memang memasgulkan seorang seperti Sukarno, yang dibesarkan justru dalam suasana membubung ketika kedua sayap itu masih berkaitan. Dan tulisannya yang termasuk awal dalam Indonesia Muda, "Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme" menunjukkan ikhtiarnya menghubungkan kedua arus pergerakan itu kembali. Mungkin ia keliru. Tapi persepsinya belum tentu meleset, dan jelas cita-citanya berharga. Dalam suasana seperti di masa itu, kalangan rakyat yang cenderung berwarna "Islam" dan yang responsif terhadap warna "Marxis", memang bisa bersemangat protes yang sama. Bukan cuma karena ismenya bukan karena Tjokroaminoto -- tapi karena kenyataan sosial. Selama kenyataan itu belum berubah, amarah yang sama cenderung kembali. Diponegoro atau Bung Karno dalam hal itu hanyalah pertanda.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

4 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

4 hari lalu

Raden Ajeng Kartini. Wikipedia/Tropenmuseum
25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

Pemerintah Sukarno memilih hari Kartini untuk diperingati sebagai momentum khusus emansipasi wanita


Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

23 hari lalu

Sejumlah anggota Pramuka melakukan atraksi tongkat pada upacara pembukaaan Jambore Nasional Gerakan Pramuka di Buperta Cibubur, Jakarta, Minggu, 14 Agustus 2022. Jambore Nasional Gerakan Pramuka yang berlangsung pada 14 hingga 21 Agustus 2022 ini digelar dengan tema Ceria, Berdedikasi dan Berprestasi bertujuan membentuk sikap, perilaku, keterampilan, dan pengalaman kode kehormatan Pramuka Satya dan Darma Pramuka. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

Ekskul Pramuka di sekolah bakal bersifat sukarela seiring dengan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Berikut sejarah panjang Pramuka di Indonesia.


Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

29 hari lalu

Letjen Soeharto (kiri), Soekarno, Sultang Hamengku Buwono IX, dan Adam Malik pada rapat Kabinet Ampera1, 25 Juli 1966. Dok. Rusdi Husein
Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Sukarno berawal dari kemelut politik yang rumit pasca peristiwa G30S


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

45 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

50 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

50 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

7 Februari 2024

Mohammad Natsir. Dok.TEMPO/Ali Said
Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

Mohammad Natsir merupakan pemikir, politikus, sekaligus pendakwah.