Ada urusan yang bisa diselesaikan alon-alon di atas meja makan, ada yang harus cepat dan tegas. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo perlu memilih yang terakhir dalam menertibkan angkutan umum metromini. Gubernur bisa memulainya dengan memaksa pemilik metromini bergabung lagi dalam sebuah badan hukum. Ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga bus-bus sedang ini terawasi dan bisa diurus.
Gara-gara kurang urus itulah, Selasa lalu, sebuah metromini menyeruduk tiga siswi dan menewaskan satu orang di antaranya. Belakangan diketahui, bus ini sudah begitu bobrok. Pedal rem dan koplingnya diikat dengan karet untuk mengganti daya pegasnya. Dengan kondisi separah itu pun, bus tetap memiliki surat laik jalan. Jelas, surat tersebut diperoleh dengan cara tak wajar. Pengemudi pun tak memiliki izin mengemudi.
Dalam operasi penertiban setelah kecelakaan itu, Dinas Perhubungan menahan 84 bus metromini karena tidak layak jalan dan membahayakan. Seharusnya operasi penertiban rutin digelar, tak hanya setelah ada kecelakaan. Saat ini terdaftar 3.000-an unit metromini di Jakarta, namun yang beroperasi hanya sekitar 1.000 unit. Ini pun sebagian besar tak laik jalan.
Tawaran Gubernur Joko Widodo kepada pemilik metromini untuk ikut memiliki bus-bus baru berukuran sedang hingga besar yang akan dioperasikan di Jakarta sepatutnya disambut. Dengan penyelesaian ini, para pemilik metromini tidak kehilangan sumber pendapatan. Mereka pun bisa disyaratkan untuk membentuk badan usaha sehingga pengoperasian armadanya lebih mudah diawasi dan ditertibkan.
Pengusaha metromini seharusnya tidak menolak ajakan ini. Saat ini jumlah perjalanan di Ibu Kota mencapai 21,9 juta perjalanan per hari. Dari angka itu, 15,3 juta perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sebanyak 56 persen perjalanan dilakukan dengan kendaraan umum, yang jumlahnya hanya 1,2 persen dari jumlah kendaraan bermotor. Ini artinya angkutan umum sangat dibutuhkan. Apalagi masa depan angkutan umum diperkirakan cerah, karena pada 2020 nanti jumlah perjalanan di Jakarta mencapai 64 juta perjalanan.
Dengan mengorganisasikan pengelola metromini dalam badan usaha, pemerintah akan lebih mudah menyalurkan subsidi pembelian bus. Skema inilah yang sudah berlaku untuk armada angkutan Kopaja. Pengusaha Kopaja mendapat bantuan pemerintah provinsi karena berbentuk badan usaha.
Memakai pola badan usaha, pemerintah juga lebih mudah melakukan rekayasa lalu lintas. Dalam hal Kopaja, misalnya, sekitar 40 unit Kopaja baru langsung terintegrasi dengan jalur Transjakarta di Koridor VI dan Koridor VIII.
Dengan sejumlah pertimbangan itulah, sebetulnya tak ada alasan bagi pemilik metromini untuk bergabung membentuk badan usaha. Jika mereka tetap menolak, Gubernur berhak mencabut izin operasi metromini. Pemerintah provinsi memiliki landasan hukum yang jelas soal ini. Pasal 138 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa pemerintahlah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum. Pasal 139 bahkan lebih tegas lagi menyatakan bahwa penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha atau badan hukum lain yang sesuai.