Tekad Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama untuk mati berkalang tanah dalam menertibkan pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang patut dipuji. Dalam sebuah rapat di kantornyaadegan ini direkam dan diunggah ke situs YouTube-Wakil Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan pilihannya: rela "dikubur di tanah kelahirannya, itu pun jika jasadnya masih utuh", untuk menegakkan aturan.
Aturan yang ia maksudkan adalah Peraturan Daerah DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Gara-gara tak ada keberanian menegakkan aturan inilah yang membuat Tanah Abang berpuluh tahun semrawut. Pedagang kaki lima menghampar di jalan raya, memacetkan lalu lintas. Pedagang sulit ditertibkan karena sudah tercipta hubungan saling menguntungkan antara mereka, para preman, dan beking. Pagi diusir, siang pedagang emperan itu menjamur lagi.
Satu kelompok yang tersengat oleh kritik keras Ahok adalah mereka yang berafiliasi dengan Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Haji Lulung. Lama menjadi "penguasa" Tanah Abang, Lulung adalah pemilik PT Putrajaya Perkasa, perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan parkir dan jasa pengamanan. Haji Lulung dipercaya sebagai salah satu pelindung kelompok berkuasa di pasar besar itu. Membentengi bisnisnya, ia mendirikan pula kantor pengacara Haji Lulung & Associates.
Patut disesalkan sikap Lulung yang tidak mencegah anak buahnya, yang beberapa hari lalu "menggeruduk" Balai Kota untuk memprotes sikap tegas Ahok. Lebih disesalkan lagi sikap Lulung yang tak mendukung Pemerintah Provinsi menegakkan Peraturan Daerah DKI Nomor 8 Tahun 2007aturan yang disahkan oleh DPRD, badan yang kini ia pimpin.
Pernyataan Ahok yang keras dan heroik itu penting untuk memberi pesan kepada publik bahwa ketertiban perlu ditegakkan dengan kepala tegak. Pernyataan itu dapat pula menggalang solidaritas orang ramai untuk tak gentar melawan preman. Tapi, lebih daripada sekadar statement, Ahok dan Gubernur Joko Widodo patut menyiapkan rencana yang sistematis dan perangkat yang terorganisasi.
Yang terpenting adalah membereskan aparat pemerintah daerah sendiri. Sudah jadi rahasia umum bahwa para preman punya koneksi dengan orang dalam. Duet Jokowi-Ahok harus waspada terhadap musuh dalam selimut. Jangan ragu memecat mereka yang tak sejalan.
Dialog dengan para pedagang diperlukan meski Pemerintah Provinsi tak perlu terpeleset menjadi permisif. Sikap dasarnya adalah menertibkan para pedagang. Jangan menuruti permintaan yang menginginkan pemerintah memberi ruang bagi preman dan tokoh masyarakat untuk ikut mengelola.
Rencana pemerintah memindahkan pedagang kaki lima ke Blok G harus dilanjutkan. Prinsip menata dan bukan menyingkirkan pedagang kaki lima menunjukkan niat pemerintah daerah untuk tidak menjadikan pasar itu cuma dimiliki pedagang berduit. Kebijakan pemerintah membebaskan sewa dalam enam bulan pertama buat pedagang di Blok G adalah insentif yang patut didukung.
Dibutuhkan keberanian dan kecerdasan ekstra untuk menata pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut. Memberikan stick and carrot-menghukum yang bersalah dan memberikan insentif bagi yang patuh-patut diterapkan dengan konsisten. Orang ramai berdiri di belakang pemimpin yang berani dan amanah. Karena itu, jangan pernah gentar melawan para preman.