Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ke Universitas, Bukan Untuk Gelar

Oleh

image-gnews
Iklan
PAK Susman mengajar geometri untuk SMP Negeri yang dipimpinnya. Ia seorang guru yang akan dikenang para muridnya seumur hidup. Sebab pada suatu hari ia tiba-tiba bertanya: "Untuk apa kamu belajar ilmu ukur?". Adapun yang ditanyainya adalah murid-murid kelas satu yang kedinginan oleh angin. Waktu itu hari mendung. Dan seperti setiap hari mendung, kelas di gedung bekas kamar bola Belanda di kota P itu gelap. Dan Pak Susman, dengan mata yang mulai tua tapi berwibawa, nampak kian angker dengan pertanyaannya yang mustahil dijawab. Untuk apa belajar ilmu ukur? Tapi pak kepala sekolah itu rupanya tahu, bahwa anak-anak akan diam. Maka suaranya pun seperti bergumam, ketika ia menyelesaikan sendiri tanda-tanya yang ia lontarkan tadi: "Kamu semua belajar ilmu ukur bukan untuk jadi insinyur. Tapi supaya terlatih berfikir logis, yaitu teratur." Lalu, dengan antusiasme mengajar yang khas padanya, ia pun menjelaskan. Satu soal misalnya menyebutkan hal-hal yang sudah diketahui dari sebuah bangunan geometri. Ada rumus-rumus yang menyimpulkan pelbagai hubungan dalam bangunan seperti itu. Nah, jika anak-anak diminta membuktikan suatu hal dari dalam soal itu, maka mereka harus berfikir secara teratur: dari hal-hal yang sudah diketahui, sampai kesimpulan yang bisa ditarik. Yang menakjubkan bukan saja ia dapat menjelaskan proses berfikir logis itu dengan gamblang di hadapan sejumlah bocah kedinginan yang berumur 13 tahun. Yang juga mengagumkan ialah bahwa ia, seorang kepala sekolah yang tak dikenal, di sebuah SMP bergedung buruk, dalam sebuah kota yang tak penting, ternyata bisa menanamkan sesuatu yang sangat dalam. Yakni: apa sebenarnya tujuan pendidikan sekolah. Pak Susman meninggal kira-kira 20 tahun yang lalu. Seandainya ia masih hidup, dan bertemu dengan seorang bekas muridnya yang lagi lintang pukang menyiapkan diri untuk ujian SKALU, barangkali ia juga akan bertanya: "Untuk apa semua itu?" Ya, untuk apa? Ada sebuah sandiwara keagamaan TVRI beberapa waktu yang lalu. Seorang ayah menanyai ketiga anaknya, dengan pertanyaan yang mirip "Apa cita-citamu? Apa tujuanmu sekolah?" Yang pertama menjawab "Saya akan jadi pemilik pabrik paku." Yang kedua menyahut "Saya akan jadi rohaniawan." Yang ketiga berkata "Saya akan jadi sarjana." Jawaban yang pertama, "pemilik pabrik paku," adalah spesifik, jelas, terperinci. Jawaban yang kedua juga tak memerlukan tanda-tanya baru. Tapi jawaban "Saya akan jadi sarjana" terasa belum selesai. Diucapkan dalam bahasa Indonesia masa kini, kata "sarjana" adalah sebuah pengertian yang melayang-layang. Kita tak bisa menyama-artikannya dengan kata scholar. Atau scientist. Arti "sarjana" yang lazirm kini tak lain dan tak bukan hanyalah: "lulusan perguruan tinggi." Maka jika anda masuk sebuah perguruan tinggi, karena bercita-cita menjadi "sarjana", itu samalah kira-kira jika anda melangkah, karena ingin berjalan. Sudah semustinya. Kekaburan itu terjadi agaknya bukan cuma karena kacaunya pengertian "sarjana". Tapi juga karena sejumlah ilusi. Ilusi yang terpokok ialah ilusi tentang pendidikan sekolah serta tujuannya. Sudah tentu salah bahwa tujuan bersekolah di universitas adalah untuk mendapatkan gelar. Tapi tak kurang salahnya untuk mengira bahwa di universitas orang akan menemukan pusat ilmu, ataupun puncak pendidikan ketrampilan. Sebab bak kata Rasul Tuhan, orang harus mencari ilmu dari buaian sampai ke liang lahad. Dewasa ini paa pemikir pendidikan juga berbicara tentang "pendidikan seumur hidup". Dan dalam proses itu, universitas hanyalah sepotong kecil. Seorang doktorandus, seorang Ph.D., barulah mengambil bekal untuk perjalanan panjang yang sebenarnya. Mereka belum selesai -- juga belum selesai bodohnya. Karena itu seandainya Pak Susman masih hidup, ia pasti akan bilang "Kamu masuk universitas, itu supaya bisa terlatih berfikir ilmiah." Itu saja, kalau dapat.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

3 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

44 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

48 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

49 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.