Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jangan Melepas tangan

Oleh

image-gnews
Iklan
MALAM seperti itu, hujan sering turun. Fred de Silva, editor dari Ceylon Daily News, memulai tulisannya. Ia berjalan sejak tadi. Ada kabut tipis dalam gelap, tumbuh dari udara panas. Kulit terasa lekat. Tapi hujan telah menunjukkan janjinya, untuk datang. Kaki-kaki telah bergegas. Orang mencari tempat dan atap. Di antara suara sandal itu ada sepasang kaki yang lain. Bukan lain karena telanjang dan tua, tapi karena ritmenya berbeda. Langkah itu mirip langkah seorang penari kavadi. Cekatan, bersemangat, meskipun yang empunya berambut putih meskipun seluruh tubuhnya jembel, meskipun ia seperti sendiri. Mungkin itulah sebabnya lelaki pengemis tua itu menarik perhatian. "Itulah sebabnya aku sampai bisa melihatnya di dalam arus umat manusia yang bergerak," kata de Silva. Itulah sebabnya detail sang sosok menjadi jelas. Wajahnya adalah wajah tersiksa seorang penari kavadi -- tersiksanya seorang kesurupan. Sebab orang tua itu jelas gila: setelah beberapa meter melangkah ke depan, ia pun akan berhenti. Lalu melangkah ke belakang, seakan-akan ia mencari seseorang atau terlupa akan sesuatu --kemudian berubah fikiran serta melanjutkan jalannya yang termangu. Tapi ia tak sendiri. Di salah satu tangannya tergantung bungkusan kertas. Di dalamnya mungkin tersembunyi makanannya buat malam itu. Di lengannya yang lain, seorang bocah kecil terguncang-guncang dalam irama jalan pak tua yang rudin itu. Terkadang ia nampak seperti terpuntir. Tapi tak menangis. Tapi tak ketawa Dari mana ia hingga sampai ke pelukan yang semacam itu? Apa yang kelak akan terjadi kepadanya? Bocah itu seakan meletakkan kepercayaannya, total, kepada tubuh aneh itu, sebagaimana ia kadang meletakkan kepalanya. Tapi orang-orang yang bersua dengan mereka di jalan terhenti sebentar untuk bertanya-tanya, dalam hati. Beranikah mereka bertanya kepada pak tua itu tentang si bocah? Apa yang akan terjadi, jika saja lelaki itu tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkan si anak, dan orang-orang yang terhenti menjelang hujan itu harus menggendongnya? Tidak, tidak. Itu tak akan terjadi. Tapi mungkin saja mendadak orang sinting itu meletakkan si anak di samping sebuah tempat sampah, atau di tangga sebuah rumah di depan pintu di tepi jalan itu. Apa kiranya yang akan terjadi? Bukankah bisa saja anak itu lari ketakutan ke jalan, melontarkan diri ke roda sebuah mobil yang kencang? "Aku memandang ke sekitar, ke arah orang-orang asing yang cemas itu, yang memandang drama yang lebih aneh daripada kehidupan nyata itu. Mereka cuma berdiri dan melihat. Tak seorang pun bergerak. Tak seorang pun bicara. "Tak seorangpun bertindak, atau bereaksi. Apa yang harus mereka lakukan? Pertolongan apa yang dapat mereka berikan, harapan apa yang mereka bisa ulurkan? Adakah rasa belas kasihan pribadi dan kemurahan hati relevan, di hadapan kemalangan yang sedemikian? Hati mungkin terluka tapi kepala menyurutkan langkah dalam ketidakmampuan yang merancukan fikiran itu. Jiwa yang merasa bersalah pun diamdiam menyisih dari adegan kejahatan ini -- kejahatan yang sebenarnya tak pernah mereka perbuat. "Tapi kesalahan mereka adalah karena hidup di sebuah dunia di mana hal seburuk itu bisa terjadi. Hanya pengemis tua itu yang bertindak dengan sikap pasti seorang yang tak bersalah. Ia menempuh jalannya sendiri, langkahnya sungguh mengherankan ringannya, langkah seorang penari kavadi . . . " Fred de Silva membacakan tulisan pendeknya ini di sebuah seminar di tahun 1975 di antara para wartawan Dunia Ketiga. Di bawah judul A Study of Social Guilt, ia sebenarnya menulis semacam puisi, menulis tentang kenyataan yang paling dasar. Dan ia pun sebenarnya bertanya, dalam air pembersih yang bagaimanakah kita bisa mencuci tangan, bila di luar hujan turun dan malam gelap dan beberapa orang anak tertidur di tepi jalan, tak berubah. Memang ada sesuatu yang sentimentil di situ. Tapi bisakah kita mengecamnya?
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

17 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

22 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

23 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

55 hari lalu

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.