Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tidak Ada Sistem Yang Benar

Oleh

image-gnews
Iklan
KARTASURA, menjelang pertengahan abad ke-17. Sebuah iring-iringan pengantin bangsawan lewat sore itu. Tapi bila para wanita yang menonton di tepi jalan pada berbisik atau mendesah, itu bukanlah karena keindahan prosesi. Sesuatu yang lain memukau mereka: di depan iringan itu, di atas kuda yang ranggi, seorang pemuda tegak, rupawan .... Syahdan. Di antara penonton itu diam-diam menyeliplah putera mahkota, Pangeran Adipati Anom. Laki-laki gemuk yang berkaki cacat ini bagai tersengat. Ia bertanya kepada salah seorang pengiringnya, siapa gerangan Si pemuda tampan itu. "Dia adalah Raden Sukra, tuanku. Putera Raden Adipati Sindu Reja." Zaman memang aneh, dan nasib memang buruk. Malam itu putera mahkota menyuruh agar Sukra dipanggil. "Suruh dia menghadapku, dan ikat tangannya." Dan malam itu, di hadapan putera mahkota, Sukra pun disiksa. Ia beramai-ramai dipukuli oleh para prajurit. Setelah itu: ke dalam matanya dimasukkan semut hitam. Mata itu berdarah. Anak muda itu pingsan. Tubuhnya diusung, ditaruhkan di tengah jalan besar, untuk kemudian ditemukan dan dibawa pulang oleh para abdi Sindu Reja. Si bapak, bangsawan tua itu, menangis. Untuk beberapa saat darah menggelegak di dalam diri Raden Adipati Sindu Reja, buat menuntut balas. Tapi bukankah dia cuma abdi raja? Teringat akan hal ini, marahnya segera lilih. Tapi hati Sukra tidak lilih. Seminggu setelah kejadian itu, ia sehat kembali-dengan dendam. Ia bertekad untuk menghadapi putera mahkota di mana saja. Ia mengumpulkan 70 prajurit Bugis pilihan, yang akan ia ajak mengamuk. Ia kini tinggal mencari alasan. Alasan pun kemudian datang dalam kisah tragis yang diungkapkan kembali dalam Babad Tanab Jawi ini. Alasan itu datang dalam bentuk seorang perempuan: isteri pertama sang putera mahkota. Wanita muda itu bernama Lembah. Ia puteri Patih kerajaan, Pangeran Puger. Ia dipersunting oleh sang putera mahkota, tapi disia-siakan: Pangeran Adipati Anom kemudian lebih asyik dengan perempuan baru. Sakit hati, Lembah pun pulang ke rumah ayahnya. Tiap sore ia duduk di panggung petamanan, dan sebagaimana nampak dari Jalanan, wajahnya murung. Sukra tahu hal ini. Segera pula ia bermaksud menggoda sang raden ayu, untuk memancing suatu bentrokan dengan putera mahkota. Maka suatu sore ia pun menaiki kudanya yang putih, Nirwati, yang telah disuruhnya bersihkan hingga mengkilap dan telah disuruhnya hiasi dengan beledu hijau hingga memikat. Ia sendiri berpakaian sebagus-bagusnya. Bolak-balik di bawah panggung petamanan istana kepugeran itu, wajahnya yang tampan mencari pandang ke tempat sang puteri. Tak lama kemudian, pertemuan pandang pun terjadi .... Tapi apa yang dilihat Sukra ternyata mengubah maksudnya -- meskipun tak mengubah nasibnya. Wanita itu menyentakkan hatinya. Di luar niatnya terdahulu, ia jatuh cinta kepada Lembah. Dan Lembah, dalam kesedihannya, tak urung berbahagia menerima surat dan isyarat lelaki di atas kuda putih itu .... Kita tak tahu persis detail dari affair ini selanjutnya. Yang jelas, Pangeran Adipati Anom pun mendengarnya. Tentu saja dengan rasa tersinggung -- meskipun mungkin karena sekedar soal gengsi. Ayah Lembah, Pangeran Puger pun, didesak buat ambil tindakan. Dan tindakan memang tak tanggung-tanggung diambil oleh Patih yang sangat loyal ini: ia menyuruh agar puterinya sendiri dibunuh. Dan Raja yang kaget mendengar semua kejadian ini pun mengambil keputusan. Tapi baginda bukan menegur Pangeran Puger, bukan pula mengoreksi Putera Mahkota, melainkan mengirimkan pasukan buat menangkap Sukra, agar dihukum mati. Akhir hidup Sukra yang muda pun tak tercegah. Setelah terbujuk untuk menyerah dan diminumi racun, tapi belum mati, lehernya pun diinjak dan dipatahkan oleh pamannya sendiri, seorang pengabdi Raja. Di Kartasura, menjelang pertengahan abad ke-17, bukannya tak ada kemarahan terhadap kesewenang-wenangan. Tapi waktu itu tak ada sistim, untuk memperdengarkan yang adil dan yang benar. Dan Sukra yang marah, kemudian jadi bisu.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

4 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

45 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

50 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

50 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.