Tindakan Direktur Utama TVRI Farhat Syukri memaksa redaksi menyiarkan dua jam acara konvensi calon presiden Partai Demokrat merupakan kemunduran. Hal itu kembali menjadikan TVRI sebagai corong partai tertentu. Kebiasaan buruk masa lalu tersebut tak pantas dihidupkan lagi.
Dalih Farhat Syukri menyiarkan acara partai milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu amat dangkal. Siaran yang berlangsung 15 September lalu itu untuk pendidikan politik? Mengapa hanya acara partai tertentu yang disiarkan? Acara partai politik lain, misalnya Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan awal September lalu yang mulai mengelus-elus calon presiden Partai Banteng, juga tak kalah menarik, namun tak ditayangkan utuh.
Sejak menyandang status televisi publik, kewajiban utama TVRI adalah melayani kepentingan publik, bukan melayani penguasa atau partai tertentu. Itulah amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam Pasal 14 undang-undang itu jelas disebutkan, lembaga penyiaran publik harus bersifat independen, netral, tidak komersial, dan memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Itulah sebabnya, Komisi Penyiaran Indonesia pun melayangkan teguran keras dan memanggil direksi TVRI.
Sebagai stasiun televisi publik, TVRI tak boleh sembarangan menayangkan program. Mereka juga dilarang meniru perilaku stasiun televisi swasta, yang mendewakan sisi komersial dan menyiarkan siapa saja yang mau membayar. Semua harus dipertanggungjawabkan kepada khalayak. Soalnya, sebagai stasiun televisi pelat merah, sebagian besar biaya operasionalnya dibiayai dengan duit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
TVRI semestinya meniru stasiun televisi publik seperti PBS di Amerika Serikat atau BBC di Inggris. Setiap sen uang yang dikeluarkan untuk siaran benar-benar demi kepentingan publik. Saat berlangsung pemilihan Presiden Amerika Serikat, PBS adalah stasiun televisi paling netral. Mereka memberi kesempatan yang sama kepada semua kandidat presiden.
Kalau benar direksi TVRI ingin memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, seharusnya mereka memberikan porsi yang sama kepada semua partai. Bahkan hal itu semestinya diberikan secara gratis, agar partai gurem pun bisa mendapat jatah blocking time yang sama dan menjual gagasan mereka. Agar masyarakat tak salah pilih, TVRI juga kudu membuat tayangan yang mengkritik program partai atau rekam jejak politikusnya.
Yang terjadi sekarang, TVRI seolah seperti mengistimewakan partai tertentu. Maret 2013, stasiun ini menayangkan acara yang sangat tak bermutu, ulang tahun ke-45 Fraksi Partai Golkar di Balai Kartini, Jakarta. September ini, mereka memberikan jam tayang kepada Partai Demokrat. Jangan salahkan publik bila mereka menuding direksi TVRI terkesan sedang menjilat partai penguasa atau mencari uang lewat iklan politik terselubung.
TVRI semestinya berada di barisan depan pemberi informasi paling netral. Mereka tak cuma harus bebas dari pengaruh politik, tapi juga kepentingan kelompok tertentu. Mereka harus menghapus total budaya lama, yakni menjadi pengeras suara penguasa. Keberanian awak redaksi TVRI menentang direksi yang berkukuh menayangkan konvensi Partai Demokrat, walau gagal, tetap harus diapresiasi. Begitulah seharusnya stasiun TV publik bekerja.