Kebakaran yang menewaskan lima orang di Jakarta Selatan merupakan lampu kuning. Permukiman yang padat, ditambah minimnya fasilitas pemadam kebakaran, selalu menjadi kendala mencegah dan mengatasi musibah semacam ini. Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota bersama masyarakat harus segera mencari solusi.
Tragedi mengenaskan itu menimpa sebuah bangunan milik keluarga Tjong Dju Tjhin alias Suyanto di Kelurahan Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, beberapa waktu yang lalu. Bangunan bertingkat itu berdiri di lahan sewaan. Lantai satu digunakan untuk toko bahan bangunan, lantai dua sebagai tempat tinggal.
Api memercik dari bagian belakang bangunan, lalu membesar dengan cepat. Kebetulan toko itu menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar. Mobil pemadam kebakaran yang datang memang mampu menaklukkan amukan api dalam satu jam, tapi sudah terlambat. Seluruh bangunan telah ludes. Lima orang meninggal, termasuk seorang bayi berusia dua bulan.
Jika di lingkungan itu tersedia alat pemadam kebakaran darurat yang lebih praktis, korban jiwa mungkin bisa dihindarkan. Gubernur DKI Joko Widodo alias Jokowi pernah menyatakan akan menyediakan alat pemadam praktis yang disebutnya Pawang Geni. Sayang, hingga kini perangkat itu belum tersedia.
Ketidaksiapan menghadapi serangan si jago merah itu sudah sering terulang. Sehari setelah peristiwa di Pancoran itu, kebakaran juga melanda permukiman di Kampung Kebun Tebu, Penjaringan, Jakarta Utara. Dalam kejadian ini, 52 rumah ludes.
Sempitnya jalan di permukiman di Jakarta membuat mobil pemadam kebakaran sering kesulitan mencapai lokasi kebakaran. Jangan heran bila angka kebakaran di Ibu Kota cukup tinggi dari tahun ke tahun. Pada 2011, misalnya, terjadi 953 kebakaran. Tahun berikutnya, 1.013 kejadian. Dan hingga Juli pada 2013 ini, sudah tercatat 486 kasus kebakaran.
Urgensi masalah itu sebetulnya telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Intinya, di sana ditekankan bahwa kelengkapan prasarana dan sarana pencegahan kebakaran menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Sedangkan di lingkungan permukiman yang tertata, hal itu menjadi tanggung jawab pengembang.
Hanya, persoalannya memang bukan terletak pada peraturan, melainkan pada pelaksanaannya. Tidak sedikit rumah atau bangunan yang didirikan secara sembarangan tanpa mempertimbangkan perlunya akses untuk mobil pemadam kebakaran. Masih banyak pula pabrik atau industri yang rawan kebakaran dibiarkan berimpitan dengan hunian.
Penertiban bangunan dan rumah-rumah yang rawan kebakaran jelas memerlukan waktu. Tak mudah pula memperlebar jalan-jalan lingkungan. Apalagi menata hunian kumuh di Ibu Kota agar lebih layak sekaligus aman dengan konsep rumah susun. Itu sebabnya, perlu solusi jangka pendek seperti mempercepat pengadaan alat pemadam kebakaran praktis yang pernah diusulkan Jokowi.