Komisi Pemberantasan Korupsi mesti mengusut bocornya rencana penggeledahan rumah Olly Dondokambey di Manado. Si pembocor bisa diadili karena merintangi penyidikan. Peristiwa ini juga memberikan pelajaran penting: perlunya memangkas prosedur penggeledahan yang selama ini bertele-tele.
Jauh hari sebelum petugas KPK bergerak, rencana penggeledahan rumah Bendahara Umum Partai PDI Perjuangan itu telah muncul di media massa lokal. Di Internet, sejak Senin lalu juga beredar foto surat permohonan penerbitan Surat Penetapan Penggeledahan. Surat tertanggal 11 September 2013 yang dikirim oleh KPK ini ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Manado.
Kendati rencana itu bocor, petugas KPK tetap menggeledah rumah Olly. Hasilnya, petugas hanya bisa menyita dua set meja makan yang diperkirakan merupakan gratifikasi. Olly belum dijadikan tersangka oleh KPK, tapi ia sering dikaitkan dengan kasus proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang di Sentul, Bogor.
Bekas Wakil Ketua Badan Anggaran DPR ini juga telah diperiksa sebagai saksi kasus Hambalang. KPK telah menjerat empat tersangka kasus ini, yakni Deddy Kusdinar (pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga), Teuku Bagus Mukhamad Noor (PT Adhi Karya), bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, serta bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Bocornya rencana penggeledahan itu jelas mengganggu penyidikan kasus Hambalang. Pelaku yang menyebarkan informasi tersebut bisa dijerat dengan delik merintangi atau menggagalkan penyidikan seperti diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang tentang KPK. Si pembocor bahkan bisa diancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Langkah KPK yang akan membentuk tim pengusut masalah itu sudah tepat. Tim ini bisa menelusuri di mana kebocoran itu terjadi: apakah di lingkup internal KPK atau di Pengadilan Negeri Manado. Perlu juga dijelaskan kepada publik, kenapa terdapat tenggang waktu yang lama antara tanggal permohonan surat penetapan dan eksekusi penggeledahan sehingga semakin rawan bocor. Apakah hal ini disebabkan oleh pengadilan yang lamban memberikan izin atau petugas KPK yang belum siap.
Kasus ini juga menjadi pelajaran penting dalam proses penegakan hukum. Tata cara penggeledahan yang kaku justru akan menghambat pemberantasan korupsi. Perlunya izin dari ketua pengadilan sebelum penyidik KPK melakukan penggeledahan mungkin harus dipertimbangkan lagi. Upaya mencegah penyalahgunaan wewenang toh bisa dilakukan dengan memperketat ketentuan menggeledah di lingkup internal lembaga ini, dan bukan lewat perizinan yang panjang.
Syarat formal seperti itu hanya membuat penyidik KPK tidak bisa bertindak dengan cepat. Bayangkan pula bila penyidik mesti meminta izin pengadilan sebelum melakukan penyadapan seperti yang diusulkan kalangan politikus. Tentu rencana menyadap akan mudah bocor seperti halnya rencana penggeledahan rumah Olly.