Gubernur Joko Widodo alias Jokowi tak perlu ragu melebarkan trotoar di Jakarta. Jika memang ia harus membongkar pagar gedung di kawasan Jalan Thamrin dan Sudirman agar jalur pejalan kaki lebih lapang dan nyaman, kita perlu mendukungnya. Gagasan yang bagus ini bahkan telah muncul pada era Gubernur Sutiyoso, tapi hingga sekarang belum terlaksana.
Saat itu para pemilik gedung tidak berkeberatan pagar mereka dihilangkan asalkan pemerintah daerah menjamin keamanannya. Misalnya, mesti ada patroli satuan pamong praja atau polisi yang mengawasi kawasan tersebut. Syarat inilah yang belum bisa dipenuhi pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota ketika itu.
Kini seharusnya Jokowi lebih pintar bernegosiasi dengan para pemilik gedung. Soal keamanan bisa menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah DKI bisa memperketat keamanan, tapi pemilik gedung juga perlu dilibatkan. Toh setiap gedung memiliki satuan pengamanan. Keamanan kawasan itu bisa dipantau secara mudah dengan menggunakan closed circuit television yang terintegrasi. Tapi pemerintah mungkin tetap perlu memberi pengecualian bagi gedung yang memerlukan pengamanan ekstra, seperti kantor Bank Indonesia dan kedutaan asing.
Bukan hanya trotoar di Jalan Thamrin-Sudirman yang akan ditata oleh Jokowi, tapi juga di beberapa jalan lain. Di antaranya Jalan M.T. Haryono, Gatot Subroto, dan Casablanca. Diawali dengan penertiban galian kabel listrik dan pipa air, pembenahan trotoar itu akan dilakukan pada Januari 2014. Jalur pejalan kaki akan dilebarkan hingga 8 meter.
Orang tentu berharap rencana itu benar-benar terwujud. Penduduk Ibu Kota akan semakin banyak yang mau berjalan kaki karena sepanjang trotoar itu bakal ditanami pohon-pohon peneduh. Pemerintah DKI juga melengkapinya dengan jalur khusus bagi penyandang tunanetra. Di bagian itu ada paving block berwarna kuning dan bergerigi sehingga memudahkan penyandang tunanetra berjalan.
Trotoar yang nyaman selama ini benar-benar menjadi kebutuhan yang "mewah" bagi warga Jakarta. Di hampir semua kawasan, tak ada trotoar yang bebas dari masalah. Ada yang dibiarkan berlubang sehingga membahayakan pejalan kaki, ada pula trotoar yang "disandera" para pedagang kaki lima. Ketika jalanan macet, trotoar bahkan diserobot para pengendara sepeda motor.
Terbengkalainya jalur pejalan kaki merupakan sisi buruk wajah Jakarta. Dengan keadaan trotoar yang tak layak, orang semakin malas naik kendaraan umum karena harus sedikit berjalan kaki. Apalagi angkutan umum kita juga amburadul. Masyarakat akhirnya terus berlomba-lomba menggunakan kendaraan pribadi, entah mobil atau sepeda motor, yang membuat lalu lintas kian macet.
Mengatasi kemacetan Jakarta jelas butuh waktu. Begitu pula membenahi angkutan umum. Tapi langkah Jokowi menata trotoar perlu disambut baik demi memutus salah satu mata rantai kesemrawutan itu.