Rencana Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengguyurkan dana besar untuk menata Taman Margasatwa Ragunan akan percuma bila tak disertai rencana yang komprehensif. Jika tak hati-hati, hal itu akan mengulang penyakit yang sekarang ada. Sudah diberi bantuan Rp 40 miliar, namun kondisinya masih amburadul.
Berdiri di area seluas 120 hektare sejak 1864, pengelolaan Ragunan terkesan sangat amatir. Banyak binatang yang mati lantaran tak terurus. Juni lalu, misalnya, seekor jerapah mati. Pengunjung juga tak disuguhi atraksi menarik walaupun kebun binatang ini punya koleksi hebat, seperti Pusat Primata Schmutzer. Segala macam kera, lutung, sampai gorila hidup bebas seperti di alam.
Jokowi semestinya melihat kegagalan itu serta tak sembarangan mengucurkan bantuan Rp 500 miliar untuk Ragunan. Duit jumbo itu bakal sia-sia jika revitalisasi kebun binatang tersebut tidak dirancang secara sungguh-sungguh.
Tak ada salahnya Jokowi belajar dari pengelolaan taman modern, seperti Taman Safari atau Taman Impian Jaya Ancol. Ancol, misalnya, yang hidup tanpa subsidi dan dikelola secara profesional, tahun ini ditargetkan bisa mengundang 15,5 juta pengunjung. Bandingkan dengan Ragunan, yang menikmati subsidi miliaran rupiah tapi tahun lalu hanya bisa mendatangkan 4,3 juta pengunjung.
Melihat fakta itu, Jokowi harus pintar memilih orang yang bakal mengurus Ragunan. Rencana menggandeng Hashim Djojohadikusumo sebagai Ketua Pengawas Taman Margasatwa Ragunan sudah tepat. Di bawah kepemimpinan pengusaha itu, siapa tahu profesionalisme bisa tumbuh.
Dengan dana besar, pengelola kebun binatang tidak perlu bingung mencari investor. Mereka hanya perlu membuat karyawan di sana bekerja lebih baik lagi. Namun juga harus dijaga agar sisi komersialisasi Ragunan tak merugikan warga Jakarta. Soalnya, selama ini Ragunan adalah salah satu taman rekreasi murah yang tersisa di Jakarta.
Yang juga tak boleh dilupakan adalah menjaga peran penting Ragunan sebagai taman margasatwa yang digunakan untuk menangkar dan merehabilitasi hewan maupun tanaman langka. Fungsi ini jangan dihilangkan. Sangat menyedihkan bila taman yang dikucuri begitu banyak uang itu sekarang hidup segan, mati tak mau.
Jika ingin lebih berkembang, selayaknya penataan Ragunan harus dibuat satu paket dengan taman-taman rekreasi lainnya. Jakarta punya banyak tempat tetirah tapi tak terurus, seperti Kampung Betawi di Srengseng, Jakarta Selatan, atau museum-museum yang selalu sepi. Di banyak kota maju seperti Singapura atau New York, pemerintah menjual tiket secara paket, satu tiket untuk empat sampai lima tujuan wisata. Di Jakarta, hal ini bisa diterapkan dengan membuat paket tiket, misalnya, Ragunan, Ancol, Kampung Betawi, museum, Monumen Nasional. Dengan cara itu, tempat-tempat rekreasi wisata yang sepi juga ikut kecipratan berkah pengunjung.
Sarana pendukung seperti akses jalan dan angkutan ke taman rekreasi juga mesti dibenahi. Sebab, moda transportasi yang sekarang ada rata-rata tak sanggup mengangkut lonjakan jumlah pengunjung di musim liburan yang mencapai 150 ribu per hari. Inilah saatnya membenahi tempat wisata di Jakarta. (*)