Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jakarta

Oleh

image-gnews
Iklan
JIKA kota ini runtuh, pelan-pelan, dan air bah yang mengepungnya selama berhari-hari ini datang sebagai perusak terakhir yang dingin dan diam, kota ini akan jadi sebuah cerita tentang negeri yang dihabisi oleh kekuatan jahat yang tak tampak tapi ganas. Jika hujan tak punya lagi bukit dan hutan, jika curah air tak punya tempat yang menyerap dan menyimpannya, pasti ada kekuatan keji yang bekerja. Bidang bumi yang vital itu telah direbut oleh para pembangun perumahan, dan segala aturan yang dibuat untuk mencegah perebutan itu dilanggar dengan jelas setiap hari, dengan terang, seperti ayam putih terbang siang. Maka jika kota ini runtuh, ia adalah sebuah kisah tentang para pejabat penjaga peraturan yang telah tidur selama bertahun-tahun, gubernur-gubernur yang tak bergerak karena kekenyangan suap, pejabat yang bodoh atau abai, tak melakukan apa-apa. Jika kota ini runtuh, saya tak tahu bagaimana orang akan bertindak setelah ini. Mungkin mereka akan kembali mengais-ngais nafkah dari apa saja yang tersisa dari kerusakan ini, dan bekerja, makan, beribadah, nonton TV, mendengarkan radio, bersetubuh, jalan kaki, tanpa menyalahkan siapa pun. Lalu lupa. Mungkin akan ada orang yang marah, tahu bahwa banjir ini adalah anak haram birokrasi yang busuk dan bisnis yang tamak, tapi mereka marah bersendiri. Mereka akan memaki-maki di gagang telepon atau di pinggir gang yang becek dengan sejumlah kenalan dan, setelah itu, merasa tak berdaya dan terdiam. Jika kota ini runtuh, mungkin karena orang-orang tak mengharap bahwa polisi, jaksa, dan hakim akan menghukum sejumlah penjahat yang mendapat uang berlebihan seraya menghancurkan Jakarta. Tak ada yang melihat ada jalan yang bisa ditempuh yang menyelamatkan. Semua tahu bahwa untuk menghentikan persekutuan jahat itu akhirnya harus ada sebuah alat: kekuasaan. Tapi sudah bertahun-tahun kita hidup dengan asumsi bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang jauh dan ajaib, bukan sesuatu yang bisa diproduksi oleh proses politik. Maka di bawah mistifikasi kekuasaan, orang pun mencari jalan lain dengan mistifikasi ketidakkuasaan. Terkadang dalam bentuk doa, terkadang dalam petuah budi pekerti. Seakan-akan banjir di hari ini adalah sesuatu yang tak bisa diterangkanyakni ia bukan sebuah problem, melainkan sebuah misteri. Seakan-akan penyelewengan dan korupsi tak bisa ditelaah sebab dan strukturnya, tapi diduga bersembunyi, sebagai akhlak yang bernoda, di lubuk hati. Seakan-akan untuk lepas dari rawa-rawa sekarang kita hanya bisa dibisiki dan diangkat oleh Yang Gaib. Jika kota ini runtuh, pelan-pelan, kehancuran itu mungkin ditandai dengan hadirnya kembali rasa tak berdaya di depan Yang Gaib: kita ketakutan mendengar petir dan memandang mendung, seolah-olah itu adalah isyarat buruk dari kahyangan. Sebab setiap kali hujan turun baru, kita tahu apa yang akan terjadi: jalan jadi sungai kembali, mungkin lebih luas dan deras. Rumah, toko, bengkel, tempat kerja, akan musnah. Listrik mungkin akan mati. Telepon akan rusak. Bandara akan tak terjangkau. Bus dan truk antarkota tak akan datang. Tak akan ada konsumen, tak ada buruh, tak ada pedagang. Yang ada para pengungsi dan, di sana-sini, pencoleng kecil di jalan di mana ribuan mobil merayap, dikepung air. Air, ketakutan, kelumpuhan. Bayangkan: sebuah ibu kota republik, sebuah kota metropolitan, sebuah ruang hidup dengan gedung-gedung pemerintah yang megah, dengan bank-bank yang rajin, dengan Pasar Modal dan World Trade Center, dengan perguruan tinggi yang bangga, dengan rumah sakit yang beperkakas piawai, dengan ratusan ribu lulusan universitas, dengan para teknokrat yang pintar, dengan komputer yang tak kenal lelahdengan kata lain: sebuah kota pada abad ke-21ternyata sebuah kota yang rentan dan ketakutan di bawah hujan. Dusun-dusun yang primitif memang layak gentar kepada alam yang masih agung dan misterius. Tapi Jakarta: ia lumpuh bukan di hadapan gempa tektonik yang besar, bukan puting beliung yang bengis, bukan tsunami. Dengan kata lain, ini adalah sebuah kota yang telah dibuat tak berdaya. Jakarta adalah sebuah kota di mana korupsi bukan sekadar mencolong. Di kota ini, korupsi bukanlah sekadar perbuatan jahat para gubernur atau para birokrat yang "membangun" wilayah dengan menyulap biaya sampai melambung. Bukan sekadar pembuatan proyek fiktif atau tanpa guna untuk mendapatkan anggaran. Bukan sekadar perilaku rutin para petugas izin bangunan yang minta sogok dan dengan itu membiarkan lingkungan hancur. Bukan sekadar polisi dan jaksa dan hakim yang buncit oleh bayaran mereka yang seharusnya dihukum karena penghancuran itu. Korupsi adalah jumlah dari semua itu ditambah dengan hasil sampingnya yang tak terelakkan: kelumpuhan di tengah krisis. Sebuah krisis memerlukan kekuatan bersama untuk mengatasinya. Tapi korupsi telah menghancurkan apa saja yang "bersama" itu: korupsi adalah sejenis privatisasi dalam jenis yang menyimpang. Kejahatan ini telah membuat kekuasaan yang lahir dari proses politik (dengan kata lain: proses bersama) menjadi wilayah dan alat privat orang yang berkuasa. Korupsi juga melahirkan fragmentasi: sebuah masyarakat yang bukan masyarakat, sehimpun orang ramai yang berhubungan satu sama lain tapi saling tak mempercayai, karena bahkan kepercayaan telah jadi komoditi. Maka bisakah mereka akan saling mempercayai ketika krisis merundung dan harus diatasi? Tidak. Dan kota pun akan runtuh, pelan-pelan. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

10 Desember 2018

Ilustrasi hujan di Jakarta. TEMPO/Frannoto
Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

BMKG membuat perkiraan cuaca dimana hujan disertai petir dan angin kencang akan melanda Jakarta.


Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

7 Desember 2018

Sebuah crane ambruk menimpa rumah di Jalan Gelindra RT 01 RW 08, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Desember 2018. Rumah korban, Husin, 56 tahun, hancur. Husin dan tiga anggota keluarganya mengalami luka-luka. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

Operator crane ambruk menyewa sebuah rumah untuk ditempati keluarga Husin yang rumahnya rusak tertimpa crane.


Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

5 Desember 2018

Pembebasan salah satu lahan sengketa oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno beserta pemilik lahan, Mahesh, di area proyek pembangunan Stasiun MRT Fatmawati, Jakarta Selatan. 20 Oktober 2017. Tempo/Zara
Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

Pergub 127 yang diteken Gubernur Anies Baswedan diharapkan mampu mempercepat program pembebasan lahan yang selama ini tersendat.


Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

23 Oktober 2018

Suasana pembangunan proyek Jembatan Penyeberangan Multiguna atau Skybridge Tanah Abang di Jakarta, Ahad, 14 Oktober 2018. PD Pembangunan Sarana Jaya akan mulai mengfungsikan Skybridge Tanah Abang pada esok hari, Senin, 15 Oktober 2018. ANTARA/Reno Esnir
Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

Desain penataan Tanah Abang menjadi seperti kawasan SCBD Jakarta, masih digarap dan ditargetkan selesai tahun ini


DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

22 Oktober 2018

Truk kapasitas 12 ton milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengangkut sampah di TPS Muara Baru, Penjaringan, yang menggunung usai kisruh dana hibah Bekasi, Senin 22 Oktober 2018. Tempo/Imam Hamdi
DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

Dinas LH menjelaskan tumpukan sampah karena truk di Jakarta Utara sedang perawatan oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM).


Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

22 Oktober 2018

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno meresmikan pencanangan Fasilitas Pengolahan Sampah dalam Kota (ITF) di Sunter, Jakarta Utara, Minggu, 20 Mei 2018. TEMPO/Syafiul Hadi
Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

ITF Sunter hanya mengelola 2.200 ton sampah per hari dan 10 % residu harus dibuang ke Bantargebang.


Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Warga rusun Tambora mengambil air tanah karena mengalami kesulitan air bersih di Rumah Susun Tambora II di Jakarta, Senin (17/12). Warga rusun Tambora mengeluhkan selama sebulan terakhir mengalami kesulitan air bersih untuk konsumsi sehari-hari. TEMPO/Tony Hartawan
Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

Penghentian eksploitasi air tanah, kata Koalisi Masyarakat, bisa menekan penurunan permukaan tanah di Ibu Kota.


Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai memimpin apel pagi Pengawasan Terpadu Sumur Resapan, Instalasi Pengolahan Air Limbah, dan Air Tanah di Intiland Tower, Jumat, 16 Maret 2018. TEMPO/Budiarti Utami Putri.
Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

DKI mengusulkan anggaran Rp 1,2 triliun untuk perluasan jaringan pipa air bersih menekan eksploitasi air tanah.


Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

1 Oktober 2018

Aktivis Koalisi Pejalan Kaki melakukan aksi Tamasya Trotoar Kita di kawasan Sarinah, Jakarta, Minggu, 24 Juni 2018. Aksi menyusuri jalanan Ibu Kota tersebut untuk mengkritisi fungsi trotoar yang banyak digunakan sebagai tempat parkir kendaraan dan berdagang. ANTARA/Puspa Perwitasari
Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

Uji coba rekayasa lalu lintas dilakukan pada 8 Oktober hingga 23 Oktober nanti.


Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

13 September 2018

Ilustrasi banjir Jakarta. TEMPO/Ary Setiawan
Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

Balai Besar menjelaskan, wilayah yang berpotensi terendam banjir di Jakarta berada di daerah aliran sungai yang belum dinormalisasi.