Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ingatan

Oleh

image-gnews
Iklan
Jauh di balik dendam dan perdamaian, terhantar ingatan. Seperti sebuah samudra. Di sana Tuan memilih mana lokan yang ingin Tuan takik dari dalam laut yang menyimpan masa lalu itu, dan mana yang ingin Tuan campakkan. Ingatan tak pernah utuh. Masa silam tak pernah satu. Ada kenangan yang memilih damai. Ada waktu lampau yang mendorong Tuan berseru: "Kami ingin menuntut balas." Ada politik ingatan, ada politik melupakan. Keduanya menganggap bahwa "sejarah" adalah semacam fotokopi dari pengalaman yang telah tersimpan. Tapi bisakah? Siapa pun yang "menengok kembali" sebenarnya tak pernah sepenuhnya "kembali". Saya tak berbicara tentang Ambon di hari ini, tapi tentang sebuah wilayah lain yang juga mengalami trauma: Rwanda, di tahun 1994, di mana dalam seratus hari sekitar 800 ribu orang Tutsi dibunuh oleh orang Hutu karena sejarah yang terasa pahit. Sejarah yang terasa pahittapi di sini pun orang tak bisa sepenuhnya menengok kembali. Dunia luar memang bisa bicara bahwa, di negeri yang "belum modern" ini, dendam antarkedua suku itu tertanam akarnya berabad-abad. Tapi cerita Philip Gourevitch dalam We Wish to Inform You that Tomorrow We Will Be Killed with Our Families, sebuah buku yang memukau tentang kekejaman di negeri Afrika itu, menunjukkan bahwa akar permusuhan itu punya umur dan bentuk yang lain: sebuah gabungan antara kenyataan sosial-ekonomi dan sebuah mitos yang belum tua beredar. "Sejarah Rwanda", tulis Gourevitch, "mengandung bahaya." Tak ada tradisi historiografi, tak ada peninggalan alfabet; kisah turun-menurun adalah cerita lisan. Yang direkonstruksi para peneliti di universitas selamanya bersifat dugaan. Maka, tak ada sebenarnya yang tahu pasti siapa yang lebih "asli" di antara orang Tutsi dan orang Hutu. Tak jelas siapa yang datang lebih dulu ke wilayah yang semula dihuni orang Twa, yang kini tersisih itu. Dalam kenyataannya, kedua kelompok itu memakai bahasa yang sama, memeluk agama yang sama (sebagian besar, 65 persen, Katolik, dan 17 persen menganut agama nenek-moyang, selebihnya adalah Protestan dan Islam), dan antarkedua suku itu telah terjadi percampuran sehingga ada etnografer yang menyimpulkan bahwa sebenarnya keduanya tak bisa disebut sebagai dua kelompok etnis yang jelas bedanya. Tapi ada sesuatu yang menyebabkan mereka memilih politik ingatan yang berbeda. Terutama karena orang Tutsi umumnya hidup beternak, dan orang Hutu berladang, dan yang pertama dikaitkan dengan posisi yang lebih tinggi sedang yang kedua lebih jelata. Dalam sejarah kerajaan lama Rwanda, yang jejaknya konon sampai ke akhir abad ke-14 dengan seorang raja yang disebut sebagai "Mwami", orang Tutsi memang menduduki jabatan politik dan militer, sementara orang Hutu jadi bawahan. Konflik pernah meledak di tahun 1959 ketika seorang aktivis politik Hutu diserang orang Tutsi dan dikabarkan mati. Segera, sebuah "revolusi sosial" meletus. Orang Tutsi diserbu, rumah-rumah dibakarsementara pasukan Belgia, wakil kolonialisme yang ada di sana, tak melindungi mereka. Dalam proses itu, akhirnya beda antara Hutu dan Tutsi lebih ditentukan oleh hubungan dengan kekuasaan negara. Untuk mengukuhkannya, keduanya mengembangkan kebudayaan yang makin berbeda secara negatif: apa yang "Hutu" hanya baru jelas bila ditampilkan sebagai "bukan Tutsi", dan sebaliknya. Ingatan akan perbedaan pun kian dipertebal, juga dalam soal jasmani: orang Hutu umumnya tambun dan berparas bulat, orang Tutsi ramping berparas panjang; orang Hutu berkulit gelap, orang Tutsi kurang hitam. Meskipun perkecualian tak sedikit didapatkan, beda itu akhirnya dibuat sah oleh sebuah kekuatan yang ekspansif dengan pretensi ilmiah dari luar: orang Eropa. Mereka masuk ke suku-suku Afrika, menulis etnografi, mengukur panjang hidung mereka, dan memilihkan ingatan untuk mendefinisikan mereka. Di tahun 1863, seorang Inggris bernama John Hanning Speke datang ke wilayah itu, dan pulang dengan sebuah teori yang sebenarnya mengulang purbasangka "Barat": bahwa peradaban di Afrika Tengah adalah berkat jasa bangsa yang lebih tinggi tubuhnya, lebih runcing bentuknya, yang mirip dengan orang Eropa, yakni suku yang berasal dari Ethiopia, anak-cucu Daud dalam Injil. Mereka, misalnya orang Tutsi, tentu saja lebih unggul ketimbangi ras "Negroid" yang pribumi. Dalam karyanya, Journal of the Discovery of the Source of the Nile, bahkan Speke punya rujukan yang ajaib: cerita dalam Kitab Kejadian, tentang Kanaan, anak Ham, yang dikutuk Nuh untuk menurunkan para budak. Bagi Speke, seperti bagi banyak orang Eropa semasanya, kutukan Nuh itu adalah awal nasib orang Negroid. Hanya peradaban dari luar yang bisa menyelamatkan mereka. Ia tentu saja berbicara tentang peradaban Eropa. Tapi ia juga menyebut peran suku Tutsi, misalnya, yang dianggapnya sebagai (dalam kutipan Gourevitch) "orang Nasrani yang hilang". Ini, tentu, sebuah fantasi kolonialisme. Tapi kolonialisme membubuhkan luka yang dalam ke dalam ingatan mereka yang pernah dijajah. Di tahun 1992, Leon Mugesera, juru bicara Kuasa Hutu, menyerukan agar orang Tutsi "kembali" saja ke Ethiopia, melalui Sungai Nyabarongo. Ketika mereka tak kembali, pembantaian dimulai. Di bulan April 1994, tulis Gourevitch, "Sungai itu sesak oleh mayat orang-orang Tutsi, dan puluhan ribu tubuh hanyut sampai ke tepi Telaga Victoria." Kita tak tahu adakah juga hanyut rasa dendam. Sebab, jauh di balik pembantaian atau salam damai, tersembunyi ingatan, yang tak pernah berdiri utuh, bersih, sendirian. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Timnas U-23 Indonesia Maju Semifinal Piala Asia U-23 2024, Begini Komentar Erick Thohir Usai Skuad Garuda Cetak Sejarah Baru

2 menit lalu

Timnas Indonesia menyanyikan lagu kebangsaan dalam perempatfinal AFC U-23, Korea Selatan vs Indonesia, di stadion di Abdullah bin Nasser bin Khalifa Stadium, Qatar, Jumat dinihari WIB, 26 April 2024. Tim Humas PSSI
Timnas U-23 Indonesia Maju Semifinal Piala Asia U-23 2024, Begini Komentar Erick Thohir Usai Skuad Garuda Cetak Sejarah Baru

Timnas U-23 Indonesia maju ke semifinal Piala Asia U-23 2024 setelah menyingkirkan Korea Selatan lewat adu penalti 11-10, menyusul hasil imbang 2-2.


Timnas Indonesia ke Semifinal Piala Asia U-23 Usai Kalahkan Korea Selatan Lewat Drama Adu Penalti 11-10

47 menit lalu

Komang Teguh (tengah) berhadapan dengan pemain timnas Korsel dalam perempatfinal AFC U-23, Korea Selatan vs Indonesia, di stadion di Abdullah bin Nasser bin Khalifa Stadium, Qatar, Jumat dinihari WIB, 26 April 2024. Tim Humas PSSI
Timnas Indonesia ke Semifinal Piala Asia U-23 Usai Kalahkan Korea Selatan Lewat Drama Adu Penalti 11-10

Timnas Indonesia U-23 melaju ke babak semifinal Piala Asia U-23 2024 usai mengalahkan Korea Selatan lewat drama adu penalti.


Hasil Piala Asia U-23: Timnas Indonesia vs Korea Selatan Imbang 2-2, Lanjut Perpanjangan Waktu

2 jam lalu

Witan Sulaeman berhadapan dengan pemain timnas Korsel dalam perempatfinal AFC U-23, Korea Selatan vs Indonesia, di stadion di Abdullah bin Nasser bin Khalifa Stadium, Qatar, Jumat dinihari WIB, 26 April 2024. Tim Humas PSSI
Hasil Piala Asia U-23: Timnas Indonesia vs Korea Selatan Imbang 2-2, Lanjut Perpanjangan Waktu

Laga Timnas U-23 Indonesia vs Korea Selatan pada babak perempat final Piala Asia U-23 2024 berakhir imbang 2-2 selama 90 menit waktu normal.


Gelar Geopark Ciletuh Run 2024, UGGCP Didorong jadi Destinasi Kelas Dunia

2 jam lalu

Pengunjung menikmati air terjun di kawasan wisata alam Geopark Ciletuh Curug Awang, Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Ahad, 9 Desember 2018. Curug Awang yang memiliki tinggi 40 meter dan lebar 60 meter serta menawarkan suasana pemandangan air terjun yang masih alami tersebut menjadi alternatif wisata liburan di akhir pekan bersama keluarga. ANTARA/Nurul Ramadhan
Gelar Geopark Ciletuh Run 2024, UGGCP Didorong jadi Destinasi Kelas Dunia

Peserta Geopark Ciletuh Run 2024 bisa menikmati panorama alam yang berada di Geopark Ciletuh.


1.000 Remaja Korea Selatan Ditangkap Polisi karena Judi Online

2 jam lalu

Ilustrasi Judi Online (Tempo)
1.000 Remaja Korea Selatan Ditangkap Polisi karena Judi Online

Polisi Korea Selatan menangkap 2.925 orang yang terlibat judi online, termasuk 1.000 orang remaja.


Hasil Piala Asia U-23: Babak Pertama, Timnas Indonesia Unggul 2-1 atas Korea Selatan

3 jam lalu

Rafael Struick (kanan) mencetak gol kedua dalam perempatfinal AFC U-23, Korea Selatan vs Indonesia, Jumat dinihari WIB, 26 April 2024. Cuplikan TVN
Hasil Piala Asia U-23: Babak Pertama, Timnas Indonesia Unggul 2-1 atas Korea Selatan

Dua gol Rafael Struick membuat Timnas Indonesia unggul 2-1 atas Korea Selatan pada babak pertama perempat final Piala Asia U-23 2024.


Hasil Piala Asia U-23 2024: Jepang Lolos ke Semifinal Usai Singkirkan Qatar, Skor 4-2

3 jam lalu

Timnas Jepang AFC U23 2024 di Qatar. (AFP/KARIM JAAFAR)
Hasil Piala Asia U-23 2024: Jepang Lolos ke Semifinal Usai Singkirkan Qatar, Skor 4-2

Timnas Jepang U-23 mengalahkan tuan rumah, Qatar, pada babak perempat final Piala Asia U-23 2024 lewat perpanjangan waktu.


Susunan Pemain Timnas U-23 Indonesia vs Korea Selatan di Perempat Final Piala Asia U-23 2024

4 jam lalu

Selebrasi timnas dalam pertandingan Indonesia vs Yordania, Minggu, 21 April 2024. HUMAS PSSI
Susunan Pemain Timnas U-23 Indonesia vs Korea Selatan di Perempat Final Piala Asia U-23 2024

Duel Timnas U-23 Indonesia vs Korea Selatan akan tersaji pada babak perempat final Piala Asia U-23 2024. Shin Tae-yong melakukan perubahan.


KASN Ingatkan ASN Tak Terlibat Politik Praktis di Pilkada 2024, Begini Aturannya

4 jam lalu

Ilustrasi PNS atau ASN. Shutterstock
KASN Ingatkan ASN Tak Terlibat Politik Praktis di Pilkada 2024, Begini Aturannya

KASN menyebut ASN masih berpotensi melanggar netralitas di Pilkada 2024.


Cara Mendaftar Sebagai Penerima LPG 3 Kg Bersubsidi

5 jam lalu

Agen gas tengah melayani pembeli gas LPG ukuran 3 kg dengan menunjukkan KTP di kawasan Pasar Rebo, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2024. Pemerintah terus mencari berbagai skenario untuk mengatur secara ketat pendistribusian gas elpiji bersubsidi atau LPG 3kg.  TEMPO/Tony Hartawan
Cara Mendaftar Sebagai Penerima LPG 3 Kg Bersubsidi

Bagi masyarakat yang belum terdaftar sebagai pembeli LPG 3 kg harus menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga (KK) di pangkalan atau penyalur resmi.