Krisis listrik di wilayah Sumatera Utara yang telah berlangsung bertahun-tahun mesti segera diakhiri. Krisis ini telah memakan korban bukan hanya 15 juta warga pelanggan PLN di sana, tapi juga bisnis dan industri. Sejumlah perusahaan harus berhenti beroperasi karena pasokan listrik yang byar-pet. Ribuan karyawan dirumahkan, pengangguran pun meningkat. Jelaslah, kerugian akibat matinya listrik bukan hanya soal kenyamanan hidup, tapi juga kerugian ekonomi dan sosial. Hak jutaan pelanggan listrik nyata-nyata dilanggar, sedangkan mereka setiap bulan tetap harus membayar kewajibannya.
Begitu parahnya akibat kelangkaan pasokan daya listrik itu, penyelesaiannya tak bisa lagi ala "business as usual". Yang terjadi sekarang adalah situasi darurat listrik. Penyelesaiannya pun harus menyeluruh. Tak bisa lagi solusi tambal-sulam dengan menyewa genset, atau meminta pelanggan yang kena pemadaman bergilir bersabar. Yang diperlukan adalah solusi tepat, efektif, dan berjangka panjang. Pemecahan masalah krisis listrik dengan menyewa genset dari Singapura semestinya tidak dianggap sebagai solusi. Cara ini tak efisien karena, selain biaya sewa genset mahal, bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar bersubsidi. Beban negara untuk menanggung subsidi yang sudah mencapai lebih dari Rp 99 triliun akan makin berat.
Baca Juga:
Yang harus dilakukan adalah menyelesaikan akar persoalan, yaitu segera memenuhi kebutuhan pembangkit listrik. Krisis energi di belahan utara Pulau Sumatera ini berpangkal dari lambatnya realisasi pembangkit. Wilayah provinsial ini membutuhkan 1.650 megawatt (MW), tapi pembangkit yang tersedia hanya mampu memasok 1.400-an MW. Artinya, selisih antara pasokan dan kebutuhan itu harus segera diatasi.
Memang ada persoalan lain yang ikut mendorong terjadinya kelangkaan pasokan energi. Kasus korupsi yang melibatkan lima pejabat PLN dalam penyediaan pembangkit di Belawan telah menyebabkan pasokan listrik makin berkurang. Ini terjadi karena penyidik Kejaksaan Agung menyita dan menyegel mesin gas turbin di blok 2 pembangkit listrik tenaga gas-uap (PLTGU) negara di Sicanang, Belawan. Akibatnya, aliran listrik kedua mesin ini ke wilayah Sumatera Utara, Pekan Baru, dan Aceh terhenti.
Namun pemerintah tak perlu menunggu kasus hukum ini selesai. Krisis listrik harus diselesaikan segera dengan membangun pembangkit listrik secara tepat waktu dan tepat guna. Pembangkit yang rusak pun mesti segera diperbaiki. Hanya dengan cara ini, kelangkaan pasokan bisa diatasi secara menyeluruh. Untuk itu, Perusahaan Listrik Negara dan pemerintah daerah mesti berbagi tugas.
Pemerintah daerah bisa berperan melancarkan pembebasan lahan serta perizinan, dua hal yang selama ini menjadi salah satu hambatan pembangunan pembangkit. PLN pun harus memastikan planning yang matang dan transparan sehingga penyediaan pembangkit bisa dijadwalkan tepat waktu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dapat memfasilitasi proyek ini melalui regulasi-regulasi pendukung.
Opsi di atas memang bukan pilihan mudah: makan banyak waktu dan biaya. Pelanggan listrik yang sudah kenyang oleh kegelapan mungkin masih harus berkorban sedikit lagi untuk mencapai Sumatera Utara yang terang terus.